OPINI
Ramai Remaja Bundir, Tersebab Sistem yang Pandir
Oleh: Irohima
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Ketika depresi berat, dunia serasa sempit, seperti tak ada ruang lega untuk sekadar menghirup udara. Tak ada tempat untuk bercerita melanda jiwa, terkadang menutup mata selama-lamanya dijadikan pilihan dengan dalih tak sanggup bertahan. Padahal Tuhan telah menjelaskan bahwa tak akan pernah memberikan manusia ujian yang tak sanggup ia jalankan. Sungguh menyedihkan, kasus bunuh diri mengalami peningkatan, dan kini, tak hanya terjadi di kalangan orang dewasa, tindakan bunuh diri juga kini ditiru oleh pelajar kita.
Dunia pendidikan kita kembali dihantam fakta memprihatinkan. Kasus dugaan bunuh diri di kalangan pelajar kembali mencuat, kali ini terjadi di Sawahlunto, Sumatera Barat dan Sukabumi, Jawa Barat. Seorang remaja mengakhiri hidupnya diduga karena mendapat kekerasan verbal dari teman-temannya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2025 sebanyak 25 anak di Indonesia melakukan bunuh diri. Dyah Puspitarini, Komisioner KPAI mengatakan bahwa bunuh diri di kalangan pelajar, sebagian besar dilatari oleh bullying, termasuk yang terjadi di lingkungan sekolah (BBCNews Indonesia, 03-11-2025). Yang lebih mengkhawatirkan lagi diungkap oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono yaitu data yang diambil dari 20 juta jiwa yang mengikuti program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis menunjukkan bahwa lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental.
Menurut Aris Adi Laksono yang juga anggota KPAI, kasus di Sawahlunto dan Sukabumi menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan dan keluarga untuk lebih peka terhadap kesehatan mental anak dan remaja. Oleh sebab itu KPAI mendorong seluruh pihak untuk membangun ‘early warning system’ atau sistem deteksi dini bunuh diri yang efektif di sekolah ataupun di komunitas. Kasus anak yang kehilangan harapan untuk hidup adalah cermin lemahnya deteksi dini terhadap masalah psikologis di lingkungan sekolah dan keluarga (Media Indonesia, 31-10-2025).
Angka bunuh diri di kalangan remaja harus lebih dicermati, karena tak semua kasus bunuh diri dilatari oleh bullying. Banyak faktor yang bisa mendorong mereka melakukan bunuh diri, salah satunya adalah karena kepribadian yang rapuh. Kerapuhan dalam kepribadian mencerminkan lemahnya dasar akidah. Hal ini merupakan implikasi dari pendidikan sekuler yang mengabaikan pendidikan agama dan hanya berorientasi pada prestasi fisik. Padahal pendidikan agama memiliki andil besar dalam membangun kepribadian yang kokoh. Hal lain yang ikut memicu naiknya angka bunuh diri adalah paradigma batas usia anak yang mengikuti pola barat. Dalam sistem pendidikan anak ala Barat, seorang anak baru akan dianggap dewasa jika telah berumur 18 tahun, hingga seringkali mereka diperlakukan sebagai anak kecil dan tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya. Padahal, umumnya usia 18 tahun adalah usia yang sudah mencapai akil baligh. Maka kemudian lahirlah generasi yang ketika dihadapkan pada suatu masalah, cenderung mengambil jalan pintas untuk menyelesaikannya.
Bunuh diri adalah puncak dari gangguan kesehatan mental. Tindakan ini merupakan buah dari berbagai persoalan yang kemungkinan muncul akibat dari kesulitan ekonomi, konflik orang tua yang bercerai, serta persoalan hidup yang tak kunjung usai. Semua ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Aturan hidup dalam kapitalisme cenderung mengukur segala sesuatu dengan materi. Ketika segala sesuatu diukur dengan nilai materi, orang akan lebih fokus pada keuntungan finansial dan mengabaikan nilai lain seperti solidaritas, empati, dan kemanusiaan. Hal inilah yang bisa menimbulkan kesenjangan sosial, ketidakadilan, dan kehilangan makna hidup. Kondisi ini diperparah oleh paparan media sosial terkait bunuh diri dan komunitas sharing bunuh diri yang semakin banyak mendorong anak-anak dan remaja makin rentan bunuh diri. Data terbaru OpenAI menunjukkan bahwa lebih dari satu juta pengguna ChatGP membahas percakapan yang mengarah pada tindakan bunuh diri.
Bunuh diri adalah perbuatan yang sangat diharamkan dalam Islam. Karena persoalan ini dipengaruhi oleh masalah yang sistematis, maka harus diselesaikan dengan cara sistematis juga. Islam merupakan agama yang mampu mengatasi seluruh persoalan manusia termasuk masalah bunuh diri. Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam mencegah tindakan bunuh diri. Yang pertama, Negara dalam Islam akan menerapkan akidah Islam sejak dini. Dengan akidah yang kuat, maka anak-anak akan memahami visi dan misi hidupnya sebagai seorang hamba, pola pendidikan dan pengasuhan yang dijalankan orang tua juga akan disesuaikan dengan akidah Islam.
Langkah yang kedua, negara akan menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam. Penyelenggaraan pendidikan akan bertujuan untuk membentuk shaksiyah Islam (kepribadian Islam), pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam, dengan demikian, generasi muda akan mampu menghadapi setiap tantangan kehidupan dan menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam mengatasi setiap persoalan. Negara juga akan menempatkan peran dan kewajiban ibu sebagai mana mestinya yaitu sebagai madrasah pertama dan sebagai ibu generasi peradaban.
Berikutnya, negara akan memberlakukan sistem ekonomi Islam, yang akan menghasilkan berbagai kebijakan ekonomi yang mampu memenuhi kebutuhan akan pekerjaan bagi para laki-laki, agar mereka dapat menjalankan kewajiban sebagai pencari nafkah juga sebagai pelindung keluarga. Peran yang seimbang antara ibu dan ayah tentu akan menciptakan suasana dan lingkungan keluarga yang harmonis dan membuat sang anak benar-benar tercukupi kebutuhan materinya dan mendapatkan cukup perhatian. Pada akhirnya kesehatan mental mereka akan selalu terjaga.
Hanya dengan menerapkan Islam, bunuh diri tidak akan pernah menjadi pilihan untuk menyelesaikan persoalan, dan hanya dengan Islam pula, kasus bunuh diri tuntas teratasi.
Wallahualam bis shawab.
Via
OPINI
Posting Komentar