OPINI
Dari Konflik UMKM ke Solusi Islam: Menata Kepemilikan Umum di Tengah Kapitalisasi Taman Gurindam 12
Oleh: Rianti Budi Anggara
(Tim Redaksi Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Gemerlap lampu malam Taman Gurindam 12 tidak mampu menutupi kegelisahan warga yang kian membesar. Di balik suasana yang tampak harmonis, sesungguhnya berlangsung tarik-menarik kepentingan antara UMKM, pengusaha, dan oknum-oknum yang diduga bermain dalam pengelolaan ruang publik. Konflik ini menyingkap rapuhnya tata kelola berbasis sistem kapitalis, sistem yang lebih mengutamakan pemilik modal daripada rakyat kecil yang menggantungkan hidup pada usaha mereka di kawasan tersebut.
Kegaduhan mencuat setelah Pemprov Kepri bersikeras melelang pengelolaan Taman Gurindam 12 kepada pihak swasta. Publik pun bertanya bagaimana mungkin taman yang dibangun dengan uang rakyat yang awalnya disebut menelan lebih dari Rp500 miliar dan dalam RDP terungkap membengkak mendekati Rp1 triliun akhirnya dapat berpindah manfaat kepada segelintir pemodal? Sejumlah pihak bahkan dikabarkan bersiap menyerahkan laporan ke KPK terkait dugaan reklamasi tanpa izin, penggunaan material pasir yang tidak jelas, dan indikasi pemenang lelang yang sudah “ditentukan” sejak awal. Bila benar demikian, ini bukan sekadar kelalaian, tetapi potret buruk tata kelola publik.
Di saat bersamaan, pelaku UMKM harus menanggung tekanan dari manuver oknum yang mengklaim mewakili pedagang, namun justru membawa agenda yang tidak sejalan dengan aspirasi mereka. Pemberitaan yang simpang siur ikut memperkeruh keadaan; sebagian media menonjolkan narasi yang menguntungkan pihak tertentu sehingga UMKM dipersepsikan sebagai biang keributan. Padahal merekalah tulang punggung ekonomi rakyat yang sejak awal menghidupkan kawasan itu, menarik wisatawan, dan menjaga roda ekonomi lokal tetap berputar.
Ketua UMKM Taman Gurindam 12, Zulkifli Riawan, menegaskan bahwa persoalan yang terjadi bukan sekadar perebutan lapak. Ini soal amanah publik: bagaimana aset rakyat dikelola, kepada siapa ia diserahkan, dan seberapa serius negara menjaga keadilan bagi rakyat kecil. Ketika amanah diabaikan, fitnah dan konflik akan terus bermunculan dan hari ini Gurindam 12 menjadi buktinya.
Islam Menjaga Kepemilikan Umum dan Mencegah Kezaliman
Islam memandang pengelolaan ruang publik melalui konsep kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah). Dalam syariat, fasilitas publik seperti taman kota, jalan, air, pasar, dan sumber daya alam adalah milik umat, bukan objek monopoli atau privatisasi.
Rasulullah saw. menegaskan:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi dasar bahwa fasilitas umum tidak boleh menjadi alat mencari keuntungan segelintir orang. Negara wajib menjaga dan mengelolanya untuk kepentingan rakyat secara luas.
Allah Swt. juga menegaskan kewajiban amanah dalam Al Quran:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menunaikan amanah kepada yang berhak...”
(TQS. An-Nisa: 58)
Mengalihkan pengelolaan taman publik kepada kepentingan sempit jelas bertentangan dengan amanah ini. Bahkan segala bentuk korupsi, manipulasi, atau permainan anggaran telah diperingatkan oleh Allah:
“Dan janganlah kalian memakan harta sebagian kalian dengan cara yang batil…” (TQS. Al-Baqarah: 188)
Rasulullah saw. pun melarang monopoli:
"Tidaklah seseorang melakukan ihtikar (monopoli) kecuali ia berdosa.” (HR. Muslim)
Jika benar terdapat indikasi pemenang lelang sudah diatur, maka itu adalah praktik monopolistik yang bertentangan dengan syariat dan merupakan bentuk kezaliman terhadap rakyat.
Bagaimana Jika Islam Diterapkan?
Jika syariat Islam menjadi dasar pengelolaan ruang publik seperti Taman Gurindam 12, maka polemik semacam ini tidak akan terjadi. Islam memiliki mekanisme yang tegas, transparan, dan berpihak pada rakyat:
1. Taman Gurindam 12 tidak boleh dilelang kepada swasta, karena ia adalah kepemilikan umum.
2. Negara wajib mengelola langsung dan memastikan manfaatnya kembali kepada seluruh rakyat.
3. UMKM dilindungi dan diberdayakan, bukan digeser atau dijadikan objek kepentingan modal.
4. Anggaran wajib transparan dan bebas dari manipulasi.
5. Provokasi dan konflik horizontal dicegah dengan komunikasi jujur dan musyawarah terbuka.
6. Media berfungsi sebagai penjaga kebenaran, bukan alat propaganda kelompok tertentu.
Dalam sistem Islam, tidak ada ruang bagi kapitalisasi aset publik, permainan anggaran, atau dominasi oligarki. Sistem inilah yang dahulu menjadikan pasar-pasar Islam bersih, aman, bebas riba, dan menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat.
Kembalikan Ruang Publik kepada Rakyat
Kisruh Taman Gurindam 12 bukan hanya soal teknis pengelolaan aset daerah. Ia adalah cermin jauhnya kita dari sistem yang menjamin amanah dan keadilan. Ketika ruang publik diperlakukan sebagai komoditas, ketika amanah dikhianati, dan ketika modal lebih didahulukan daripada rakyat, maka konflik adalah keniscayaan.
Islam menawarkan jalan keluar yang bersih dan berkeadilan dengan menetapkan ruang publik sebagai kepemilikan umum, mewajibkan negara menjaga amanah, dan melarang segala bentuk korupsi serta monopoli. Jika prinsip ini diterapkan, Taman Gurindam 12 akan kembali menjadi ruang yang menghadirkan ketentraman, keberkahan, dan keadilan bagi seluruh warga bukan ajang perebutan kepentingan segelintir elit.
Via
OPINI
Posting Komentar