OPINI
Ketika Narkoba Membuat Petaka
Oleh: Nafisusilmi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Fenomena keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan narkoba kembali mencuat dan mengguncang kesadaran publik. Kasus terbaru di Surabaya, yang mengungkap 15 siswa SMP positif mengonsumsi narkoba, bukan sekadar peristiwa hukum, tetapi alarm keras bagi negara, masyarakat, para orang tua, dan institusi pendidikan. Fakta ini menunjukkan bahwa ancaman narkotika bukan lagi persoalan orang dewasa atau kelompok tertentu, melainkan telah merangsek masuk ke ruang-ruang kehidupan generasi muda yang masih berada pada masa pencarian jati diri (KumparanNEWS, 14-11-2025).
Realitas di Jalan Kunti, Surabaya, yang selama ini dikenal sebagai “Kampung Narkoba”, memperlihatkan sisi gelap persoalan tersebut. Di kawasan itu berdiri bedeng-bedeng kecil berbahan kayu, beratap terpal lusuh, yang menjadi tempat transaksi narkoba hingga lokasi pesta sabu.
Aktivitas ilegal berlangsung terang-terangan, seakan tidak ada rasa takut terhadap penegakan hukum. Lingkungan semacam ini tentu sangat berbahaya bagi remaja; akses yang mudah, godaan yang dekat, dan suasana yang permisif menjadi kombinasi yang mendorong anak-anak terjerumus dalam jurang narkotika.
Dalam penggerebekan yang dilakukan Polres Pelabuhan Tanjung Perak, aparat mengamankan sejumlah pengedar sekaligus menyita barang bukti berupa 203 paket sabu, 222 butir yang diduga ekstasi, serta beberapa pil lain dan alat isap (detikjatim, 15-11-2025).
Jumlah ini mengindikasikan bahwa peredaran narkoba di wilayah tersebut bukan skala kecil, tetapi sudah terstruktur, masif, dan mengakar. Ketika suatu wilayah sampai dicap sebagai “kampung narkoba”, ini menggambarkan betapa lemahnya pengawasan hukum, minimnya intervensi negara, dan terputusnya fungsi penjagaan sosial di tengah masyarakat. Semua pihak seharusnya terpanggil untuk mengevaluasi diri: peran siapa yang paling lemah, dan bagian mana yang mulai retak dalam sistem sosial kita?
Fakta yang Tak Bisa Dibantah
Ada beberapa fakta penting yang mengemuka dari kasus ini, yaitu:
Pertama, 15 siswa SMP dinyatakan positif menggunakan narkoba berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur. Usia mereka berkisar 12–15 tahun, masa yang seharusnya dipenuhi kegiatan belajar, bermain, dan membangun mimpi. Ketika anak-anak usia demikian sudah terpapar narkoba, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada tubuh dan mental mereka, tetapi juga pada masa depan bangsa.
Kedua, keberadaan kampung narkoba menunjukkan bahwa peredaran narkotika bukan lagi fenomena sembunyi-sembunyi. Ia telah membentuk ekosistem sendiri: lengkap dengan pengedar, kurir, pengguna, lokasi transaksi, bahkan sistem distribusi yang berjalan rapi. Fenomena ini hanya bisa tumbuh ketika pengawasan hukum longgar dan upaya pemberantasan tidak konsisten.
Ketiga, kasus ini membuktikan bahwa keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan negara telah kecolongan dalam menjalankan fungsi perlindungan terhadap remaja. Ketika benteng-benteng sosial melemah bersama-sama, maka remaja menjadi kelompok yang paling mudah terpapar.
Situasi ini harus dipandang sebagai malapetaka generasi. Remaja adalah investasi masa depan bangsa. Jika mereka rusak karena narkoba, yang hancur bukan hanya individu tetapi juga harapan kolektif sebuah masyarakat untuk memiliki generasi penerus yang sehat, produktif, dan berakhlak.
Mengapa Remaja Mudah Terjerembab ke Jurang Narkoba?
Pertama, lemahnya fondasi iman dan pencarian kebahagiaan yang salah arah.
Banyak remaja mengalami kekosongan jiwa dan kebingungan identitas. Ketika nilai spiritual tidak kokoh, mereka mudah mencari pelarian pada hal-hal yang memberikan efek sesaat, termasuk narkoba. Rasa ingin tahu, tekanan teman, hingga masalah keluarga sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan.
Dalam Islam, kebahagiaan hakiki bukanlah sesuatu yang bersumber dari pelampiasan sesaat, tetapi dari ketenangan hati. Allah berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-Ra’d: 28).
Ketentraman inilah yang mencegah manusia, termasuk remaja, dari mencari jalan pintas kebahagiaan yang semu. Karena itu, penguatan iman melalui salat, zikir, membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu, hingga bersyukur atas karunia Allah menjadi benteng penting bagi seorang remaja untuk tidak mudah goyah.
Kedua, peredaran narkoba yang sistemik dan masif.
Ketika sebuah kawasan sudah menjadi pusat peredaran narkoba, remaja yang tinggal di sekitarnya menghadapi risiko besar. Lingkungan memiliki kekuatan besar dalam membentuk perilaku. Jika narkoba mudah ditemukan dan dianggap hal biasa, maka anak-anak pun melihatnya sebagai sesuatu yang lumrah.
Ketiga, lemahnya kontrol sosial jika dibiarkan berlarut-larut.
Jika kondisi seperti ini tidak dicegah, kita akan menghadapi generasi rapuh yang mengalami kerusakan fisik, mental, dan moral. Dalam 10–20 tahun mendatang, kelompok usia produktif bisa saja didominasi individu-individu yang kehilangan kapabilitas akibat dampak narkoba. Ini tentu mengancam ketahanan bangsa.
Solusi Islam dalam Mengatasi Peredaran Narkoba.
Dalam ajaran Islam, segala sesuatu yang merusak akal, tubuh, dan kehidupan manusia dikategorikan sebagai khaba’its (perkara buruk) dan hukumnya haram. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram.”
(HR. Muslim).
Narkoba termasuk dalam kategori yang merusak akal (mukhaddirāt), sehingga jelas keharamannya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Islam memberikan pendekatan komprehensif atau menyeluruh:
1. Penguatan individu.
Sejak dini, anak perlu dikenalkan pada akidah, pembiasaan ibadah, dan nilai-nilai ketakwaan. Jiwa yang kuat dan terisi nilai kebaikan akan lebih sulit terjerumus dalam godaan narkoba.
2. Peran keluarga sebagai madrasah pertama.
Keluarga adalah tempat pendidikan utama. Komunikasi hangat, keteladanan orang tua, serta bimbingan yang konsisten akan menjadi tameng yang sangat kuat bagi anak. Rumah yang penuh kasih sayang dan nilai Islam akan membuat anak tidak mencari pelarian di luar.
3. Peran masyarakat melalui amar makruf nahi mungkar.
Lingkungan sosial tidak boleh bersikap pasif. Melaporkan aktivitas mencurigakan, menciptakan kegiatan positif, menghidupkan kajian keislaman, serta saling menasihati dalam kebaikan adalah bentuk tanggung jawab kolektif agar peredaran narkoba tidak mendapatkan ruang.
Sekolah pun harus berperan aktif membina akidah, akhlak, dan karakter. Pendidikan bukan sekadar akademik, tetapi juga pembentukan kepribadian.
4. Peran negara sebagai penjaga keamanan dan moral publik.
Dalam konsep siyasah atau politik Islam, negara berkewajiban menjaga keamanan, menutup pintu-pintu kemaksiatan, serta memberikan sanksi tegas bagi para pelaku peredaran. Negara harus hadir, bukan sekadar ketika terjadi kasus, tetapi dalam upaya pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi.
Para pengguna yang menjadi korban harus direhabilitasi, dibina dengan pendampingan keagamaan, diarahkan agar kembali kepada kehidupan bersih dan taat syariat. Mereka bukan hanya harus dipulihkan secara fisik, tetapi juga di-hidupkan kembali jiwanya melalui bimbingan iman.
Pada akhirnya, narkoba adalah ancaman kolektif yang harus dihadapi dengan kesadaran bersama. Remaja adalah generasi emas yang harus dijaga, bukan dibiarkan jatuh pada jurang kehancuran. Islam memberikan solusi menyeluruh: memperkuat iman, membangun keluarga yang mendidik, membentuk masyarakat peduli, dan menghadirkan negara yang tegas dan melindungi.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan bergerak bersama menyelamatkan generasi dari petaka narkoba.
Wallahu’alam bisshawab.
Via
OPINI
Posting Komentar