Opini
Menyembuhkan Inner Child dengan Doa dan Kasih Sayang
Oleh: Siti Maimunah, S.Pd
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Setiap manusia terlihat dewasa dari luar, tetapi di dalam dirinya selalu ada sosok kecil yang tidak pernah benar-benar hilang. Dialah yang disebut inner child — bagian diri yang menyimpan memori masa kecil, baik yang indah maupun yang menyakitkan.
Banyak dari kita menjalani hidup dengan wajah yang kuat, senyum yang tegar, tetapi sebenarnya tidak benar-benar baik-baik saja. Konsep inner child bukan hanya istilah psikologi, tetapi cerminan bagaimana masa kecil itu masih hidup dalam diri. Ada yang tumbuh dalam kasih sayang, sehingga inner child-nya ceria. Namun, banyak pula yang tumbuh dalam tekanan, kritik, perbandingan, bahkan kekerasan. Maka inner child mereka terluka dan ketakutan.
Luka ini dapat membentuk berbagai perasaan negatif: takut gagal, merasa tidak cukup baik, takut ditolak, atau sulit mempercayai orang lain. Bukan karena lemah, tapi karena luka itu belum pernah disembuhkan. Padahal, Allah tidak menciptakan manusia untuk hidup dalam penyesalan dan kebencian terhadap diri sendiri.
Allah Swt. berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (TQS. Al-Baqarah: 286)
Ayat ini bukan hanya tentang beban hidup dari luar, tetapi juga tentang beban batin yang kita pikul sejak kecil. Allah tahu setiap air mata yang pernah kita tahan, rasa takut yang kita simpan sendirian, dan doa-doa lirih yang tidak terdengar oleh manusia. Allah Maha Mengetahui luka yang paling tersembunyi sekalipun.
Inner Child Bukan Aib, tapi Amanah
Seringkali kita malu mengakui bahwa kita terluka. Kita berkata dalam hati, “Aku sudah dewasa, kenapa masih sedih karena hal lama?” Padahal inner child bukanlah aib. Ia adalah amanah. Masa lalu bukan untuk dikubur, tapi untuk dikenali, dipahami, dan dipeluk dengan kasih sayang.
Teladan indah datang dari Rasulullah ï·º. Beliau tumbuh sebagai yatim sejak dalam kandungan dan kehilangan ibu pada usia enam tahun. Namun Allah sendiri yang “mengasuh” hatinya hingga beliau menjadi manusia paling lembut dan penuh kasih.
Allah Swt. berfirman:
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” (TQS. Ad-Dhuha: 6)
Ayat ini mengajarkan bahwa jika Rasulullah yang terluka saja mampu Allah kuatkan, maka kita pun bisa. Luka masa lalu bukan untuk menghancurkanmu, tapi untuk menjadikanmu lebih peka, bijak, penyayang, dan dekat kepada Allah.
Kita mungkin tak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah peristiwa, tapi kita bisa memeluk diri kita hari ini. Kita bisa berkata pelan pada hati:
“Wahai diriku yang kecil, maaf karena selama ini aku mengabaikanmu. Sekarang aku sudah dewasa. Aku akan menjagamu. Aku akan melindungimu. Dan Allah bersamaku.”
Peluk, Bukan Marahi
Ketika rasa takut muncul, jangan dimarahi. Ajaklah inner child-mu berbicara. Saat kesedihan datang, jangan ditolak. Dekaplah. Sebab, Allah pun memerintahkan kelembutan sebelum kekuatan.
Allah Swt. berfirman:
“Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya.” (TQS. Asy-Syura: 19)
Jika Allah Maha Lembut terhadap kita, mengapa kita begitu keras kepada diri sendiri?
Mengobati inner child bukan hanya dengan logika, tetapi dengan iman. Bukan hanya dengan afirmasi, tapi dengan doa. Tidak ada pelukan yang lebih menenangkan daripada keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita, bahkan saat kita merasa sendirian.
Doa yang Menyembuhkan
Hari ini, mari berhenti berpura-pura berkata “aku baik-baik saja” jika sebenarnya hatimu tidak baik-baik saja. Jangan menunggu orang lain memahami lukamu. Cukuplah kamu dan Allah yang tahu. Lalu ucapkanlah dengan hati:
“Ya Allah, sembuhkanlah bagian hatiku yang tak terlihat oleh manusia. Peluklah bagian diriku yang masih kecil dan terluka. Jadikan luka ini jalan untuk lebih taat kepada-Mu.”
Percayalah, jiwa yang pernah terluka, jika disembuhkan oleh Allah, akan menjadi jiwa yang paling kuat dan paling lembut. Luka bukan akhir, tapi awal dari penyembuhan.
Menjadi Orang Dewasa yang Menyembuhkan
Menyembuhkan inner child bukan berarti melupakan masa lalu, tetapi berdamai dengannya. Kita belajar menjadi orang dewasa yang dapat memberi kasih sayang kepada diri sendiri, seperti kasih yang dulu tidak kita dapatkan.
Setiap kali rasa tidak aman muncul, kita tidak lagi membentak diri sendiri, tapi menenangkan. Kita menjadi orang dewasa yang menjadi tempat pulang bagi “anak kecil” di dalam diri. Kita belajar mengasihi, bukan menghakimi.
Proses ini tidak selalu mudah dan tidak selalu cepat. Kadang kita merasa membaik, lalu terluka lagi. Tapi setiap langkah kecil dalam proses penyembuhan adalah bukti cinta kita pada diri sendiri dan pada Allah yang selalu bersama.
Kasih Sayang: Obat Terbaik
Kasih sayang adalah bahasa penyembuhan paling kuat. Rasulullah ï·º bersabda:
“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi, maka kalian akan disayangi oleh yang di langit.” (HR. Tirmidzi)
Kasih sayang ini bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk diri sendiri. Sebab kita juga makhluk Allah yang berhak dicintai dan disembuhkan. Dengan kasih sayang, luka masa kecil tidak lagi menjadi beban, melainkan sumber kekuatan.
Pelukan dari Allah
Ingatlah, tidak ada pelukan yang lebih lembut dari pelukan Allah. Ia mendengar doa yang paling lirih, melihat luka yang paling tersembunyi, dan menguatkan hati yang paling rapuh. Saat kita merasa tidak punya siapa-siapa, sebenarnya Allah selalu ada.
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (TQS. Qaf: 16)
Penutup
Inner child bukan musuh, tapi bagian dari diri yang perlu dipeluk. Ia tidak butuh kita sempurna, ia hanya butuh kita hadir. Jangan menunggu orang lain datang menyembuhkanmu. Pegang tanganmu sendiri dan genggam erat. Katakan:
“Aku mencintaimu, aku menerimamu, dan aku bersamamu. Allah bersamaku.”
Dengan doa, iman, dan kasih sayang, luka masa kecil bisa sembuh. Dari sanalah lahir pribadi dewasa yang lebih kuat, lebih lembut, dan lebih dekat dengan Allah Swt.
Wallahu a‘lam.
Via
Opini
Posting Komentar