OPiNi
Gaza masih Berdarah, Dunia Diam
Oleh: Sismi Pratami
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Gencatan senjata pada tanggal 10 Oktober lalu nyatanya tidak menghapus penderitaan rakyat Gaza. Memasuki musim dingin, badai dan banjir menerpa tenda-tenda pengungsian mereka. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mengatakan, hujan yang mengguyur Jalur Gaza memperburuk situasi yang sudah sangat mengkhawatirkan di wilayah tersebut.
Sejumlah tenda sobek dan roboh membuat keluarga para pengungsi tidak memiliki perlindungan. Kantor Media Pemerintah Gaza memperkirakan sekitar 93% tenda pengungsian sudah tidak layak huni, yaitu sekitar 125.000 dari total 135.000 tenda. Belum lagi mereka menghadapi keterbatasan bahan kebutuhan dasar dan mereka kesulitan mendapatkan bahan pokok serta layanan penting di tengah blokade. Sehingga mengakibatkan 260 warga Palestina tewas dan lebih dari 630 lainnya mengalami luka-luka sejak gencatan senjata dimulai pada Oktober lalu.
Tidak hanya Gaza yang terjajah. Yerusalem Timur, pemukim Israel membangun pos baru yang berpotensi menggusur komunitas Badui dari tanah mereka sendiri. Sementara di Tepi Barat kondisi yang semakin memburuk: 2 warga Palestina ditembak mati, termasuk anak 15 tahun di kamp Far'a.
Akar Masalah Palestina adalah Penjajahan
Krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Gaza menunjukkan dengan gamblang bahwa gencatan senjata bukanlah solusi tapi ilusi belakang. Hal ini karena masalah utamanya adalah penjajahan yang dilakukan oleh Zion*s Yahudi dan didukung oleh negara-negara Barat.
Barat untuk mencapai tujuannya membuat instabilitas di wilayah itu dengan mewujudkan entitas Yahudi melalui inisiasi Inggris, kemudian dilanjutkan Amerika. Inggris (1917) menetapkan perjanjian Balfour yang isinya Inggris menjanjikan kepada Yahudi untuk dapat menduduki Palestina dan mendirikan negara di sana.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Kitab Mafahim Siyasiyah di bab “Masalah Timur Tengah” menggambarkan akar masalah penjajahan di Palestina. Secara garis besar dijelaskan bahwa Barat ingin menguasa Timur Tengah karena beberapa potensi strategis. Potensi itu terkait dengan Islam dan bahayanya bagi Barat, letak Timur Tengah yang strategis, Yahudi yang menjadi garis terdepan bagi pertahanan negara-negara Barat, serta kekayaan alam yang melimpah di wilayah itu, terutama minyak.
Sehingga tak heran perang yang berkelanjutan membuat Amerika Serikat merancang gencatan senjata sebagai langkah awal untuk melumpuhkan perlawanan sehingga genosida leluasa dijalankan. Terbukti, dalam poin kesepakatan gencatan senjata disepakati bahwa bantuan untuk Gaza akan dibuka, minimal sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian 19 Januari 2025 mengenai bantuan kemanusiaan, nyatanya tidak terealisasi. Bantuan, termasuk rehabilitasi infrastruktur (air, listrik, dan pembuangan limbah), rehabilitasi rumah sakit dan toko roti, serta pengadaan peralatan yang diperlukan untuk membersihkan puing-puing dan membuka jalan, hanya tertulis di atas kertas, tidak mewujud dalam realitas. Zion*s pun terus melanjutkan genosida dan menutup akses pengiriman bantuan sehingga menyebabkan rakyat Palestina makin menderita.
Palestina butuh Solusi Hakiki
Tidak ada solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah Palestina kecuali mengusir penjajah dari bumi yang diberkati itu. Para penguasa muslim seharusnya menyadari bahwa dukungan mereka terhadap solusi yang ditawarkan Barat sama saja mereka sedang mengkhianati perjuangan rakyat Gaza serta mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt. tidak ridha saat para penguasa muslim memberikan karpet merah kepada penjajah untuk menguasai kaum muslim. Allah Taala menegaskan dalam firman-Nya:
“Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS An-Nisa [4]:141).
Seharusnya penguasa muslim menjadi garda terdepan dalam mengerahkan kekuatan militer dan tentara untuk melawan entitas Yahudi. Para tentara itu tidak boleh pulang sebelum mereka berhasil mengalahkan penjajah Yahudi dan mengusirnya dari bumi Palestina, atau mereka syahid ketika membela saudaranya. Ini sebagaimana firman Allah Taala:
”Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, kamu wajib memberikan pertolongan.” (TQS Al-Anfal [7]: 72).
Jika kita liat kebelakang bahwa sejak awal warga Gaza sudah melakukan perlawanan sekuat tenaga melawan entitas Yahudi. Hanya saja, kekuatan mereka tidak seimbang dengan kekuatan penjajah sehingga belum cukup untuk mengantarkan kepada kemenangan. Sementara itu, para penguasa negeri muslim hanya diam tidak menolongnya.
Hal ini seharusnya menyadarkan kaum muslim akan kebutuhan terhadap Khilafah yang telah lama runtuh. Khilafah adalah institusi politik yang menjadi perisai bagi seluruh umat Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) adalah junnah (perisai), orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).
Khilafah bukan sekadar struktur pemerintahan, tetapi mekanisme nyata yang akan menghapus segala bentuk penjajahan atas warganya. Dengan kekuatan militer yang terpusat, kebijakan luar negeri yang independen, dan persatuan wilayah muslim, Khilafah akan mampu menolak dominasi kekuatan global dan melindungi nyawa kaum muslim di mana pun mereka terancam, termasuk Gaza.
Wallaahu alam bisshowwab.
Via
OPiNi
Posting Komentar