Opini
Makan Bergizi Zero Insident, Hanya dalam Islam
Oleh: Lisa Herlina
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sejumlah wilayah di Indonesia mulai menjalani program MBG yang digadang-gadang sebagai salah satu program unggulan pemerintah dan sebagai prioritas nasional dalam RAPBN 2026. Mulai tingkat PAUD hingga tingkat sekolah menengah atas tak terlewat menjadi bagian dari ikut meramaikan euforia MBG.
Namun di tengah euforia ini keracunan yang diduga akibat Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi. Sebanyak 352 anak di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Jawa Barat, dilaporkan menjadi korban keracunan.
"Sampai pagi ini, sudah 352 orang. Tapi datanya terus berubah-ubah, karena masih banyak yang berdatangan," kata Kapolsek Sindangkerta, Iptu Solehudin, dilansir dari DetikJabar, Selasa (23-09-2025).
Sebelumnya di Garut, sebanyak 569 siswa keracunan setelah makan menu MBG yang dibagikan di sekolah. Penyebab keracunan massal di sejumlah sekolah disebabkan salah satunya adalah berasal dari menu ikan tuna goreng saus.
Kasus keracunan akibat makanan dari program MBG terus berulang. Dalam pemantauan kami 5.360 anak mengalami keracunan sejak program MBG ini diluncurkan. Jumlah ini bahkan bisa lebih seiring kasus yang terjadi dan sebagian ditutupi," kata Ubaid kordinator JPPI (Jaminan Pemantau Pendidikan Indonesia) dari Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (18-09-2025)
"Kami tidak tega melihat anak-anak harus dilarikan ke rumah sakit, berjuang dengan selang infus di tangan mungil mereka, bahkan ada yang nyawanya hampir melayang," ujarnya.
Di tempat terpisah keracunan massal juga dialami oleh 456 orang. Bahkan korban keracunan tidak hanya siswa tetapi juga dialami oleh guru, dikutip dari Tribun Bengkulu.
Program yang Urgent Dievaluasi
Berkaca dari kasus di atas apakah yang diinginkan pemerintah ini adalah murni dalam rangka menyehatkan anak bangsa? Di saat yang sama di sekolah tersebut malah yang tidak bergizi bahkan beracun hingga dilarikan ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam setiap prosesnya, baik dari penyiapan, pengolahan maupun distribusi makanan.
Sebaiknya pemerintah menilai ulang kebijakan MBG ini, standar gizi yang bermasalah, porsi kecil, kualitas bahan rendah, variasi menu tidak sesuai kebutuhan tumbuh kembang, diawal ada buah dan susu. Namun kemudian buah semangka diiris tipis dan ayam belatung penyebab penyakit.
Lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah juga menjadi masalah serius. Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan tidak hadir untuk memastikan standar pangan, distribusi dan keamanan makanan berjalan efektif.
Dalam hal anggaran, program MBG dengan angka fantastis melampaui Rp. 300 triliun pada 2026. Artinya anggaran meningkat hampir dua kali lipat dari alokasi anggaran tahun 2025 dengan total sebesar Rp 171 triliun dengan target sebanyak 82,9 juta orang penerima manfaat. Dengan biaya fantastis ini akan sangat riskan bagi pengelola yang berkepentingan "memuluskan jalan di lahan basah" asal dapat meraih keuntungan. Tidak mengapa kekacauan disana sini asal terpenuhi hasrat korupsi.
Dari kompleksnya dinamika sebuah kebijakan MBG ini tentu kita harus melihat akar masalahnya dimana. Hal ini adalah sistem yang digunakan berdasarkan tolak ukur manusia, yaitu meraup keuntungan. Adalah sistem yang berasal dari manusia sifatnya lemah dan terbatas tidak akan mampu menyelesaikan problematika suatu masalah.
Yang terjadi adalah menimbulkan masalah baru.
Inilah tabiat sistem demokrasi sekuler. Allah dijauhkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal politik Islam bukan ranahnya. Padahal politik dalam Islam adalah mengurus urusan rakyat. Baik urusan perut, kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan jadi urusan yang tak bisa diabaikan.
Solusi dalam Islam
Harusnya kita kembali pada aturan yang paripurna dalam menyelesaikan problematika umat. Apalagi kalau bukan Islam. Mari kita mengambil pelajaran dan mencontoh kembali kehidupan pada masa Islam berjaya. Adalah Rasulullah yang menjadi suri teladan setiap manusia. Beliau memiliki upaya preventif dan kurentif dalam melayani kesehatan rakyatnya.
Sejarah mencatat saat dokter dari kaisar Romawi dikirim ke Madinah tak menemukan orang yang sakit disana. Bagaimana tidak, ada edukasi dalam sistem pendidikan dan sistem informasi (i'lamiyah). Upaya preventif misalanya, negara membuat atmosfer kehidupan dengan penerapan pola makan bergizi dan sehat, pola emosi dan gaya hidup sehat, kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga dengan baik, tempat olah raga rakyat.
Kemudian upaya kuratifnya dilakukan dengan memenuhi tenaga kesehatan yang cukup, baik dari jumlahnya, penyebaran tim medis yang merata di beberapa titik wilayah, memfasilitasi pendidikan yang melahirkan tenaga medis dengan kualitas sesuai standar juga gratis agar bisa terjangkau ke semua orang.
Selain itu sedari awal program MBG bukanlah hal yang urgent dan dibutuhkan para pelajar. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah negara memberi akses pendidikan gratis dan wajib dijamin oleh negara. Dari pada sekedar memberi makan di siang hari. Terutama bagi kalangan menengah ke bawah adalah menyiapkan pendidikan gratis dan berkualitas akan lebih berguna dari sekadar makan gratis.
Adapun kebutuhan makan masuk pada kebutuhan primer dalam perspektif Islam yang khas. Dalam hal pemenuhannya, kebutuhan primer ini masuk dalam kategori tanggung jawab keluarga. Wabilkhusus suami sebagai kepala keluarga sebagai pemberi nafkah.
Maka jelas untuk kebutuhan makan siang adalah menjadi tanggung jawab keluarga yang pada hakikatnya menjadi tanggung jawab pemenuhan nafkah, bukan tanggung jawab negara. Oleh sebab itu tanggung jawab negara adalah memberi akses semudah-mudahnya memenuhi kebutuhan keluarganya, seperti membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Mengatur sistem upahnya, gaji yang mencukupi, hingga menghindari terjadi inflasi yang sering berefek pada naiknya harga kebutuhan pokok masyarakat.
Semua komponen ini hanya ada dalam sebuah negara yang didalamnya menerapkan aturan Allah Sang Maha Pengatur. Maka dari sana akan didapatkan negara yang menyiapkan fasilitas kesehatan dengan jumlah memadai bahkan mencukupi, lengkapnya alat kesehatan dan ketersediaan obat untuk semua jenis obat penyakit. Nantinya ini semua akan di produksi oleh industri farmasi dalam negeri. Kemudian akan ada rumah sakit keliling dan petugas medis yang keliling untuk menjangkau rumah warga yang dipelosok atau di tempat terpencil. Begitulah upaya yang dilakukan jika Islam menjadi tujuan hidup kita.
Wallahua'lam bishowwab.
Via
Opini
Posting Komentar