Telusuri
  • Pedoman Media
  • Disclaimer
  • Info Iklan
  • Form Pengaduan
Tanah Ribath Media
Pasang Iklan Murah
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Lensa Daerah
    • Internasional
  • Afkar
    • Opini Tokoh
    • Opini Anda
    • Editorial
  • Remaja
    • Video
  • Sejarah
  • Analisa
    • Tsaqofah
    • Hukum
  • Featured
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Pendidikan Anak
    • Pendidikan Remaja
    • FiksiBaru
Tanah Ribath Media
Telusuri
Beranda Opini Mimpi Swasembada Beras, Hanya Ilusi di Sistem Kapitalisme
Opini

Mimpi Swasembada Beras, Hanya Ilusi di Sistem Kapitalisme

Tanah Ribath Media
Tanah Ribath Media
23 Sep, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

Oleh: Rey Fitriyani, A.Md.KL
(Sahabat Tanah Ribath Media)

TanahRibathMedia.Com—Program bantuan pangan berupa beras yang masih dinantikan oleh rakyat akan berpeluang dihapus pada tahun 2026 mendatang. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, ia menyampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4-9-2025). Kemungkinan besar tahun depan tidak ada lagi program bantuan pangan beras, kecuali usulan tambahan anggaran yang diajukannya disetujui pemerintah dan DPR. 

Arief mengatakan, bantuan pangan berupa beras 10 kg berpeluang dihapus di tahun 2026 nanti, namun yang ada hanyalah program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Kedua program tersebut disebut sebagai langkah intervensi pemerintah menahan laju kenaikan harga beras. Bedanya, bantuan pangan diberikan gratis kepada masyarakat berpendapatan rendah yang jadi penerima manfaat. Sedangkan beras SPHP dijual komersial sebagai bentuk penghentian program bantuan pangan, keputusan ini diambil sebagai efek dari keterbatasan anggaran di tahun 2026.

Merespons program tersebut, Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengingatkan, kekacauan polemik beras yang terjadi di Indonesia akan berulang kembali seperti tahun tahun sebelumnya. Sebagai catatan, polemik beras pernah menimpa Indonesia sebagai efek lanjutan perang Rusia-Ukraina di awal tahun 2022, lalu ditambah lagi fenomena iklim El Nino yang terjadi tahun 2023. Ini semua menyebabkan harga perberasan di Indonesia terus melambung tinggi. Pada Maret 2023, Joko Widodo (Presiden RI kala itu) meluncurkan program bantuan pangan beras 10 kg yang kemudian digelontorkan hingga tahun 2024.

Program bantuan pangan 10 kg beras ini masih terus diguyur lagi di awal tahun 2025, yaitu bulan Januari-Februari, hingga akan dilanjutkan 4 bulan kemudian dengan jadwal acak. Namun, rencana itu dibatalkan karena anggaran yang disiapkan Rp16,6 triliun dialihkan untuk memperkuat penyerapan gabah oleh Perum Bulog. Menurut pengamatan Khudori, jika tidak ada persiapan matang dan terus terjadi perubahan rencana secara tiba-tiba, maka perberasan di Indonesia akan kembali amburadul seperti tahun depan. "Sebetulnya yang tahun ini, yang amburadul ini. Itu pun sebetulnya sudah direncanakan oleh Badan Pangan Nasional tahun lalu," kata Khudori kepada CNBC Indonesia, Kamis (4-9-2025).

Melambungnya harga beras sebagai akibat dihapusnya program bantuan pangan mengakibatkan penyaluran beras SPHP dilakukan untuk menurunkan harga beras. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) fokus menstabilkan harga beras di 214 kabupaten/kota yang naik di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Tito mengatakan, untuk meredam tingginya harga beras, pemerintah saat ini membanjiri beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga bansos beras 10 kg di pasar. Dia menilai langkah mengguyur pasar dengan SPHP efektif menekan harga beras di sejumlah daerah menurun. Dengan demikian ada peningkatan jumlah kabupaten/kota yang akan mengalami penurunan harga beras (kumparan.com, 02-09-2025).

Meski pemerintah berulang kali memastikan pasokan beras nasional dalam kondisi aman, namun fakta di lapangan menunjukkan harga beras di 214 kabupaten/kota masih bertahan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Meskipun pemerintah optimistis bisa mencapai swasembada beras tahun ini karena stok beras tinggi, tetapi penyaluran beras SPHP di berbagai daerah tidak optimal. Hal ini dikarenakan kualitas beras SPHP banyak dikeluhkan, sehingga masyarakat enggan membelinya meski relatif lebih murah, bahkan toko toko ritel pun juga enggan menjual beras SPHP terkait kualitasnya.

Mimpi swasembada beras tidak sejalan dengan tingginya harga beras di pasaran. Meskipun stok beras yang terus melimpah, tapi nyatanya menjadi ironi ketika harga beras semakin mahal dari tahun ke tahun. Beras akhirnya menumpuk di gudang Bulog, kemudian mengalami "obesitas" sehingga beras yang disimpan lama rawan mengalami penurunan kualitas (ini sebagaimana temuan Ombudsman). Untuk mengatasi ketidaksesuaian antara ketersediaan dan harga ini, pemerintah melakukan operasi pasar besar-besaran dan menginstruksikan fokus penanganan pada daerah-daerah dengan harga tertinggi.

Langkah stabilisasi harga beras dengan bertumpu pada beras SPHP tidaklah efektif. Hal ini karena persoalan harga beras bersifat sistemis, yaitu terkait tata kelola perberasan nasional dari hulu hingga hilir. Lembaga Bulog sendiri bermasalah dari sisi tata kelola yang akhirnya mengakibatkan beras menumpuk di gudang. Praktik oligopoli dalam tata niaga beras juga berperan besar mengerek harga beras. Jika ini tidak diselesaikan, maka harga beras tetap tinggi. Polemik ini menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat, sejauh mana langkah intervensi yang dilakukan pemerintah agar mampu menurunkan harga beras hingga benar-benar dirasakan rakyat.

Berulangnya persoalan harga pangan yang tinggi di tengah stok melimpah, tampaknya tidak pernah terselesaikan. Kasus ini akan terus ada karena penyelesaiannya tidak pernah menyentuh akar persoalannya. Ini semua akibat dari tata kelola sistem kapitalisme yang hanya berorientasi pada produksi dan abai terhadap pendistribusian. Dalam ekonomi kapitalis harga menjadi hal utama pengendali distribusi. Artinya, dalam memenuhi kebutuhan pangannya, rakyat diharuskan membeli. Jika seseorang tidak mampu membeli, ia dianggap tidak berhak mendapatkan beras. Oleh karenanya, rencana penghapusan bantuan beras di tahun mendatang dan menggantinya dengan beras SPHP makin menunjukkan tata kelola negara yang kapitalistik.

Pemerintah di sistem kapitalisme juga memosisikannya dirinya hanya sebagai regulator. Faktanya, pemerintah tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan pasar dan tidak berdaya menghadapi pedagang yang menguasai perberasan. Sebagai bukti, hingga saat ini negara tidak mampu memberantas mafia beras. Padahal, faktor terbesar tingginya harga beras akibat pendistribusian yang panjang dan hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha. Dari sini jelas bahwa negara hanya mencari keuntungan dan memastikan stok aman, tanpa berpikir tata kelola dalam memosisikan beras sebagai sebagai kebutuhan pokok utama yang harus dipenuhi oleh rakyat. 

Polemik harga pangan yang terus meningkat di sistem kapitalis saat ini, tidak akan pernah terjadi jika negeri ini menerapkan sistem Islam. Dalam Islam, imam adalah raa'in yang wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat, dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat), bukan hanya stok di gudang atau pasar. Seorang pemimpin (Khilafah) akan membenahi jalur pendistribusian beras dari hulu hingga hilir, serta memastikan tidak ada praktik yang haram, hingga merusak distribusi, seperti oligopoli. Pemimpin dalam Islam akan bertanggung jawab menjamin pemenuhan pangan rakyat, termasuk beras. Sesuai hadist: “Pemimpin adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”

Khilafah tidak fokus pada menjual beras saja, tetapi juga menjalankan solusi sistemis mulai dari produksi, penggilingan, hingga distribusi ke konsumen. Bagi masyarakat miskin, negara bisa melakukan pemberian bantuan beras gratis, ini karena anggaran  keuangan akan selalu ada dari baitulmal. Oleh karenanya, mimpi swasembada beras dengan harga murah akan mampu dihasilkan dalam penerapan Islam kafah, bukan hanya ilusi semata seperti dalam sistem kapitalisme.
Via Opini
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

- Advertisment -
Pasang Iklan Murah
- Advertisment -
Pasang Iklan Murah

Featured Post

Stok Beras Melimpah, Harga Tetap Melambung; Ada Apa dengan Tata Kelola Pangan Kita?

Tanah Ribath Media- September 23, 2025 0
Stok Beras Melimpah, Harga Tetap Melambung; Ada Apa dengan Tata Kelola Pangan Kita?
TanahRibathMedia.Com— Pemerintah berulang kali optimistis bisa mencapai swasembada beras. Mereka mengklaim stok beras melimpah. Namun, kenyataan di…

Most Popular

Pengangguran Menghantui, Dibawa ke Mana Lulusan Muda Kita?

Pengangguran Menghantui, Dibawa ke Mana Lulusan Muda Kita?

September 18, 2025
Gen Z, Bagaimana Bisa Jadi Agen Perubahan?

Gen Z, Bagaimana Bisa Jadi Agen Perubahan?

September 18, 2025
Cinta Rasulullah saw. Harus Total dan Kafah

Cinta Rasulullah saw. Harus Total dan Kafah

September 18, 2025

Editor Post

Tak Habis Pikir

Tak Habis Pikir

Juni 11, 2023
Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Juni 09, 2023
Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Agustus 06, 2024

Popular Post

Pengangguran Menghantui, Dibawa ke Mana Lulusan Muda Kita?

Pengangguran Menghantui, Dibawa ke Mana Lulusan Muda Kita?

September 18, 2025
Gen Z, Bagaimana Bisa Jadi Agen Perubahan?

Gen Z, Bagaimana Bisa Jadi Agen Perubahan?

September 18, 2025
Cinta Rasulullah saw. Harus Total dan Kafah

Cinta Rasulullah saw. Harus Total dan Kafah

September 18, 2025

Populart Categoris

Tanah Ribath Media

Tentang Kami

Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Contact us: contact@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 Tanah Ribath Media All Right Reserved
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Advertisement
  • Contact Us