Opini
Filisida Maternal: Cermin Sistem Kehidupan yang Sakit
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Fenomena kekerasan terhadap anak di Indonesia kembali menyayat hati publik. Belum lama ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus tragis di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu diduga meracuni dua anaknya hingga meninggal dunia, lalu mengakhiri hidupnya sendiri.
KPAI mengategorikan insiden ini sebagai kasus Filisida Maternal, yakni perbuatan seorang ibu yang menghilangkan nyawa anak kandungnya (Metro TV, 9-9-2025).
Jika kita pahami, secara fitrah ibu adalah sosok penuh kasih dan rela berkorban, tapi kenapa tega melakukan tindakan demikian kejam? Di banyak kasus, ibu yang melakukan filisida maternal sebelumnya mengalami tekanan berat seperti: kemiskinan, himpitan utang, rumah tangga bermasalah atau bahkan depresi berkepanjangan.
Luka Menganga akibat Sistem Kapitalis
KPAI menyebut filisida maternal sebagai kejahatan luar biasa, sebab ia menyalahi kodrat seorang ibu sebagai pelindung anak. Namun, jika ditelusuri, ada kondisi psikologis, sosial, dan ekonomi yang kerap melatarbelakangi tindakan ekstrem ini.
Peristiwa filisida maternal bukan hanya tragedi keluarga semata, melainkan juga cermin dari sakitnya sistem kehidupan yang sedang kita jalani. Seorang ibu dipaksa menanggung beban ganda, sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga. Kondisi seperti ini menjerumuskan seorang ibu dalam lingkaran keputusasaan, hingga menganggap kematian sebagai jalan keluar, baik bagi dirinya maupun bagi anak-anaknya.
Ibu yang Tersudut dalam Sistem yang Lalai
Sejatinya, seorang ibu memiliki naluri kuat untuk menjaga anak-anaknya. Ia rela berkorban, bahkan mengorbankan kenyamanan dirinya sendiri demi kebahagiaan buah hati. Maka, ketika seorang ibu justru tega menghilangkan nyawa anaknya, hal ini menunjukkan adanya tekanan yang melampaui daya tahan mentalnya.
Sistem kehidupan saat ini, yang bertumpu pada paradigma kapitalisme, menjadikan individu hanya dinilai berdasarkan produktivitas ekonomi. Seorang perempuan sering kali dipaksa keluar rumah untuk ikut bekerja karena pendapatan suami tidak cukup. Akibatnya, peran ibu sebagai pengasuh utama anak menjadi terganggu.
Lebih dari itu, sistem hari ini abai terhadap kesejahteraan keluarga. Negara tidak benar-benar menjamin lapangan kerja yang layak bagi para suami. Kebutuhan hidup yang kian mahal, akses kesehatan yang minim, hingga lemahnya dukungan sosial, semuanya berpadu menciptakan tekanan hebat bagi seorang ibu. Dalam kondisi mental yang rapuh, jalan pintas yang keliru bisa saja diambil, termasuk filisida maternal.
Dengan kata lain, tragedi ini bukan semata-mata masalah personal seorang ibu, melainkan cerminan dari sistem kehidupan yang gagal melindungi dan memuliakan perempuan serta keluarga.
Dalam Islam, Ibu Dimuliakan, Keluarga Dijaga
Islam memiliki konstruksi sistemik yang sangat berbeda dalam memandang perempuan, khususnya ibu. Dalam Islam, seorang ibu tidak diposisikan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Nafkah merupakan kewajiban suami, atau wali laki-laki jika ia tidak bersuami. Dengan demikian, seorang ibu terbebas dari beban ekonomi sehingga dapat fokus menjalankan peran utamanya sebagai pengasuh, pendidik, dan pelindung anak-anaknya.
Islam juga memberikan keringanan khusus kepada ibu. Saat hamil dan menyusui, ia boleh tidak berpuasa sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatannya dan janin atau bayinya. Rasulullah saw. bahkan menegaskan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu, sebuah penghormatan yang luar biasa bagi peran keibuan.
Tidak berhenti di ranah individu, Islam juga menempatkan tanggung jawab besar pada negara (Khilafah). Penguasa wajib memastikan para ayah dapat bekerja untuk menafkahi keluarganya, menyediakan lapangan kerja yang layak, dan menjamin kebutuhan dasar rakyat terpenuhi. Pendidikan dan kesehatan dijamin negara, sehingga beban kehidupan ibu menjadi ringan. Naluri keibuannya bisa berkembang sempurna dan ia menjalani kehidupan ini juga secara sempurna. Dengan demikian, untuk menjadi seorang ibu yang sempurna, membutuhkan adanya sistem kehidupan yang mendukungnya. Sistem yang seperti ini hanya ada di dalam Islam.
Sejatinya kasus filisida maternal di Bandung atau di daerah manapun menjadi alarm keras bagi umat. Ada yang keliru dalam tatanan kepengurusan umat dalam negara.
betapa rapuhnya posisi ibu dalam sistem kehidupan kapiatalisme. Ketika seorang ibu merupakan sosok yang seharusnya penyayang dan menjaga anaknya, pada sistem kapitalis sekuler justru menjadi pelaku pembunuhan terhadap anaknya.
Dengan demikian, Islam menawarkan solusi yang menyeluruh: memuliakan ibu, menegakkan kewajiban suami sebagai penanggung nafkah, serta menghadirkan negara yang sungguh-sungguh menjamin kesejahteraan keluarga. Hanya dengan sistem yang menempatkan ibu pada posisi mulia inilah tragedi filisida maternal bisa dicegah.
Karena itu, kasus ini seharusnya tidak hanya ditangisi, tetapi dijadikan momentum untuk menyadari bahwa kita membutuhkan sistem kehidupan yang sehat, bukan sistem sakit yang terus melahirkan tragedi. Yakni sistem milik Allah Swt, yang melahirkan kehidupan yang memanusiakan manusia.
Wallahu'ala bissawab
Via
Opini
Posting Komentar