Opini
Demokrasi Suburkan Kemiskinan
Oleh: Muhammad Syafi'i
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Mengentaskan rakyat dari kemiskinan menjadi salah satu harapan dipilihnya sistem demokrasi. Sayangnya, jauh panggang dari api, demokrasi justru sangat berperan dalam menyuburkan kemiskinan.
Bank Dunia dalam laporan yang bertajuk Marco Poverty Outlook edisi April 2025 menyebut 69,3 penduduk Indonesia terkategori miskin. Acuannya, US$ 6,85 per kapita atau sekira Rp 110.867 per orang per hari menjadi standar garis kemiskinan bagi negara yang terkategori pendapatan menengah ke atas.
Sekelompok dengan Indonesia sebagai negara yang terkategori pendapatan menengah ke atas adalah Afrika Selatan dengan jumlah penduduk miskin tertinggi mencapai 63,4 persen. Sedangkan dua negara lainnya yang di atas Indonesia adalah Namibia sebesar 62,5 persen dan Bostwana 61,9 persen.
Selain itu, Bank Dunia juga mematok garis kemiskinan untuk negara dengan pendapatan menengah ke bawah sebesar UD$ 3,65 per kapita per hari atau sekitar Rp 58,892. Adapun negara yang terkategori dalam kelompok tersebut di antaranya Zambia dengan 80,2 persen penduduk miskin, Nigeria 74,8 persen, Tanzania 72,8 persen, Timor-Leste 71,6 persen, Republik Kongo 70,9 persen, Kenya 68,7 persen, Haiti 65,4 persen, Zimbabwe 62,7 persen, Leshoto 58,7 persen dan Angola 57,9 persen.
Jika ditelusuri, negara-negara berpenduduk miskin itu menerapkan demokrasi dalam mengatur negaranya. Ini menandakan bahwa demokrasi tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan di negara-negara tersebut.
Lain halnya dengan Amerika Serikat dan negara adikuasa lainnya. Demokrasi justru menjadi alat negara adikuasa untuk mengeruk kekayaan dari negara lain yang terkategori pendapatan menengah baik yang tergolong menengah ke atas maupun menengah ke bawah. Alih-alih memajukan negara berpendapatan menengah itu, demokrasi justru mengokohkan posisi negara kapitalis sekaligus menambah jumlah angka kemiskinan.
Itulah wajah demokrasi sebenarnya, tidak lebih dari pelayan bagi kapitalisme. Demokrasi melayani kapitalisme melalui jaminan kebebasan khususnya kebebasan kepemilikan atau kebebasan berekonomi. Melalui kebebasan ini, para kapitalis leluasa memperluas dominasinya. Akhirnya, para kapitalislah yang berkuasa dalam sistem demokrasi.
Kedaulatan rakyat yang menjadi jargon demokrasi hanyalah slogan semata. Selain utopis, rakyat banyak tidak berkutik melawan para kapitalis yang jumlahnya meskipun sedikit tapi menguasai banyak sumber daya alam. Sehingga hasil sumber daya alam yang sebenarnya banyak, tetapi hanya sedikit yang bisa dinikmati rakyat banyak.
Para Kapitalis juga sangat berpengaruh terhadap kebijakan penguasa dalam menjalankan pemerintahan serta kesepakatan para wakil rakyat dalam melaksanakan tugas legislatif. Itu karena peran para kapitalis sangat menentukan pemenang pemilu. Biaya kampanye yang jumlahnya sangat banyak bisa dipenuhi oleh para Kapitalis yang tentunya tidak gratis.
Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah maupun aturan yang disepakati oleh para wakil rakyat banyak yang menguntungkan para Kapitalis tetapi merugikan rakyat banyak. Misalnya di Indonesia, undang-undang penanaman modal, undang-undang cipta kerja dan sebagainya. Kebijakan pemerintah soal pajak juga tentu menambah beban hidup bagi rakyat.
Memang benar, demokrasi tidak menginginkan kemiskinan bagi rakyat. Tetapi keberpihakannya pada kapitalisme itulah yang menyebabkan kemiskinan meningkat.
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Meskipun tidak menjanjikan kedaulatan rakyat bahkan cenderung mengharamkannya, tetapi Islam menjamin kebahagiaan bagi rakyat.
Islam sangat memperhatikan distribusi harta kekayaan kepada seluruh rakyat. Tanpa melarang individu menjadi kaya, Islam melarang penguasaan sumber daya alam hanya dikuasai segelintir orang sehingga menghalangi rakyat banyak menikmati. Islam mendorong setiap rakyat yang mampu untuk bekerja. Jika tidak mampu bekerja, maka Islam mewajibkan saudara yang bersangkutan, tetangga bahkan negara untuk mngurusnya.
Belum lagi adanya kewajiban zakat, dorongan infaq dan sedekah, semakin memperkecil berkembangnya angka kemiskinan. Larangan menimbun harta dan larangan riba juga sangat berpengaruh dalam mencegah lahirnya para kapitalis yang memiskinkan rakyat.
Masih banyak aturan Islam yang asalnya dari Sang Maha Pencipta, Allah subhanahu wa ta'ala yang tidak hanya mencegah berkembangnya kemiskinan tetapi juga menjamin kebahagiaan tentunya bagi mereka yang beriman.
Via
Opini
Posting Komentar