Cerbung
Getar-Getar Rasa Keluarga #3
Oleh: Maman El Hakiem
TanahRibathMedia.Com—Jangan pernah menilai isi buku hanya dari covernya. Seperti juga cara menilai seseorang, yang terpenting bagaimana cara berpikirnya. Bagi Furqon, Ustaz Hasan adalah murobi terbaiknya. Kehidupannya sederhana, tetapi cara menghargai pendapat yang berbeda membuatnya luar biasa.
“Akh, buku ‘Jalan Baru Islam’ yang antum kasihkan itu luar biasa. Meskipun ada persepsi yang beda dengan harokah kita, tentang masalah demokrasi.” Kata ustz Hasan saat liqo di rumahnya.
“Afwan Taz, bukan bermaksud berdebat, sekadar ingin berbagi wawasan saja,” jawab Furqon, takut murobinya itu salah persepsi.
“Eh... Kiranya itu pesanan istri antum. Gak apa-apa karena ilmu itu memang harus saling memahami perbedaan. Sebenarnya kita juga menolak demokrasinya, tetapi cara kita menghadapinya harus dengan bahasa kaumnya. Masih ada celah dalam demokrasi untuk dakwah,” jawab ustaz Hasan.
“Nah, ini Taz yang sering menjadi perbedaan pemahaman, tentang uslub dan thariqah. Dalam pemahaman buku tersebut, thariqah itu sifatnya tetap, sedangkan uslub itu bisa berubah. Demokrasi itu bukan uslub, tapi thariqah karenanya sistemnya tidak mungkin diubah,” jawab Furqon agak datar, takut ada hal yang membuat murobinya marah.
“Wah antum sudah terpapar radikalisme hehe. Ya, mungkin mereka melihat dari satu pemikiran, Syaikh Hasan Al Bana dengan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani sama-sama orang mulia karena ilmunya. Semoga suatu saat kita bisa meneladani jejak langkahnya,” kata Ustaz Hasan selalu bersikap bijak. Meskipun tahu arah pemikiran Furqon gelagatnya mulai berbeda dengan yang diadopsi harokahnya.
“Sekadar menyimpulkan dari buku tersebut taz, karena biasanya banyak teman kita yang mudah menuduh atau berburuk sangka terlebih dulu. Ada baiknya kita berpikir mendalam dan mengedepankan kesamaan akidah. Afwan taz, jika pandangan ana salah ya?” kata Furqon merasa telah banyak bicara di hadapan gurunya itu.
“Gak apa-apa. Antum itu memang pantas berjodoh dengan Hayati. Itulah cara Allah Swt. mempertemukan jodoh. Semula ana kira Firda yang akan dipilih karena sama-sama satu harokah,” kata ustaz Hasan yang memang awalnya beliau telah menjodohkan Furqon dengan Firda.
“Ah, bikin ana jadi malu sendiri karena tidak nurut sama guru soal jodoh. Apa Firda sudah menemukan jodohnya?” Entah kenapa Furqon tiba-tiba bertanya begitu
“Kiranya antum gak nanya akhwat lagi, masih kurang? Satu aja dulu, baru juga mau punya anak sudah nanya-nanya.” Ustaz Hasan mencandai Furqon.
“Sekdar nanya, kalau belum ada jodohnya ntar bisa dicariin dari harokahnya istri...biar semakin banyak yang merasakan indahnya pernikahan dua rasa,” kata Furqon, semakin membuat suasana percakapan di antara mereka tidak terkesan guru dan murid.
“Antum sekarang mau tetap ngaji di sini atau pindah harokah?” tanya Ustaz Hasan yang membuat Furqon bingung juga, mengingat sebenarnya ia merasa nyaman dengan suasana liqo ustaz Hasan, tetapi secara pemikiran Furqon mulai tertarik dengan kitab-kitab yang dikaji istrinya.
“Boleh dua gak taz?” tanya Furqon.
“Apanya? Ngajinya? Hehe kayak poligami gitu ya? Harus adil berbagi waktu... Ada-ada saja antum nih. Boleh saja kalau bisa, tapi pada akhirnya harus ada pilihan yang terbaik,” jawab Ustaz Hasan.
Pertemuan dengan Ustaz Hasan sore itu, menjadi liqo terakhir yang membuat Furqon selalu mengenangnya. Karena pada akhirnya, Furqon harus memilih untuk sama-sama dengan istrinya dalam satu barisan, meskipun begitu dalam keseharian Yusuf, Zenal, dan teman-teman yang dulu satu harokahnya tetap menjalin ukhuwah, sering bertemu jika ada agenda umat Islam.
Dalam hidup harus berprinsip, “Pendapat kita memang benar, tetapi ada peluang salah, begitupun pendapat orang lain salah, tetapi masih menyimpan peluang benar.”
Ustaz Hasan adalah guru terbaik, yang telah mengantarkan Furqon menjadi sosok pembeda, meskipun tidak satu harokah lagi.
Wallahu’alam.
Via
Cerbung
Posting Komentar