Opini
Standar Kemiskinan Jomplang, Rakyat Jadi Korban
Oleh: Rihadatul Aisy S
(Agen Perubahan)
TanahRibathMedia.Com—Dikutip dari Detikfinance (Rabu, 30 April 2025), Bank Dunia (World Bank) telah melaporkan bahwa 60,3% atau sekitar 171 juta lebih penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin.
Pengelompokkan dari World Bank ini berpacu pada garis kemiskinan untuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas atau upper middle income dengan standar sebesar $ 6,85 PPP (Purchasing Power Parity) per kapita per hari.
Perhitungan di atas berbeda jauh dengan yang diterapkan secara resmi di negeri ini, yang mana Indonesia menggunakan garis kemiskinan nasional sebesar $ 2.15 PPP per kapita per hari. Perbedaan standar kemiskinan yang diterapkan antara nasional dan internasional ini pun sangat jauh perbedaannya.
Amalia Adninggar Widyasanti Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) pun merespon laporan dari World Bank. Menurutnya tingkat kemiskinan suata negara tidak bisa dipukul rata. Bahkan, Amalia mengungkapkan bahwa masing-masing yang diukur sesuai dengan keunikan dan karakteristik dari negara tersebut.
Penyebab yang jomplang ini dikarenakan perbedaaan standar pengukuran secara nasional dan internasional. Secara nasional, seseorang bisa dikategorikan tidak miskin, tetapi secara internasional masuk ke dalam kategori miskin ekstrim. Maka dari itu, dibutuhkan data akurat terhadap realitas kemiskinan yang sebenar-benarnya di lapangan.
Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar di dunia. Semua sumber daya alam terpendam di tanah Indonesia. Kondisi masyarakatnya pun seperti tinggal di lumbung energi. Dengan kondisi seperti ini seharusnya masyarakatnya tidak merasakan kemiskinan ekstrem. Setidaknya terdapat dua penyebabnya.
Pertama, karena pengaturan kepemilikan sumber daya alam (SDA) yang salah. Barang tambang dan segala sumber daya alam seharusnya dimiliki dan dinikmati oleh rakyat.
Namun, di bawah kepemimpinan sistem kapitalisme, SDA justru dimiliki oleh oligarki-oligarki. Alhasil, rakyat hanya bisa gigit jari melihat SDA yang dikeruk habis-habisan.
Kedua, salah dalam pengelolaan SDA. Negara justru menyerahkan pengelolaan tambang kepada asisng atau swasta dengan dalih investasi. Negara juga memberikan kemudahan regulasi pada pihak investor. Lagi-lagi rakyat pun hanya mendapat residu dari kebijakan zalim ini. Alih-alih dapat kesejahteraan, yang ada hanya konflik social, agrarian, kriminalitas, dan kerusakan lingkungan.
Jaminan Kesejahteraaan dalam Islam
Seharusnya, masyarakat berpindah kepada sistem yang jauh lebih baik daripada sistem sekarang, berpindah kepada sistem Islam yang komprehensif. Dalam sistem Islam, pemimpin adalah periayah yang mengurusi, melayani, dan menjamin kebutuhan rakyat.
Rasulullah saw. bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Ahmad:
“Imam (khalifah) itu adalah penguruss rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang di urus”.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu adalah tanggung jawab negara, baik berupa pangan, sandang, papan, kesehatan, Pendidikan, keamanan, dan sebagainya. Pengaturan hak rakyat juga dijaga agar tidak dikuasai dan dieksploitasi pihak lain seperti asing atau swasta.
Seorang Khalifah dalam Islam harus berada di pihak rakyat dan berdiri di garda terdepan untuk mengurusi, melindungi, dan menyejahterakan rakyat.
Kesejahteraan rakyat dalam sistem Islam sudah terbukti dalam sejarah kegemilangan Islam. Dalam paradigma riayah sistem Islam rakyat bisa menikmati banyaknya sumber daya alam. Oleh karena itu, mari terapkan sistem Islam untuk kesejahteraan umat.
Via
Opini
Posting Komentar