Opini
Kunci Perubahan Hakiki
Oleh: Maman El Hakiem
(Pegiat Literasi)
TanahRibathMedia.Com—Perubahan besar dalam sejarah manusia tidak pernah lahir hanya karena pergantian sosok di kursi kekuasaan. Sebab, perubahan sejati tidak diukur dari siapa yang memimpin, melainkan dari sistem apa yang mereka terapkan.
Perubahan hakiki bermula dari kesadaran mendalam umat bahwa sistem yang berlaku saat ini penuh kerusakan, menindas rakyat, dan mengkhianati prinsip-prinsip keadilan yang hakiki. Kesadaran ini ibarat cahaya pertama yang menerangi lorong panjang penuh kegelapan. Saat umat mulai membuka mata, mereka menyadari bahwa akar masalah yang dihadapi bukan sekadar kesalahan atau kebobrokan segelintir pejabat. Lebih dalam dari itu, masalah sesungguhnya terletak pada aturan buatan manusia yang rapuh, bertentangan dengan fitrah, dan menyelisihi tuntunan Allah ﷻ.
Ketika kesadaran itu menyebar dari hati ke hati, lahirlah persatuan tekad. Masyarakat dari berbagai latar belakang mulai meninggalkan fanatisme partai, etnis, dan kelompok, lalu menyatu dalam satu visi yang jelas: mengganti sistem rusak yang ada dengan sistem yang diridai Allah, yakni sistem yang menjadikan wahyu sebagai sumber hukum tertinggi.
Allah ﷻ telah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an:
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir." (TQS. Al-Māidah: 44)
"Maka putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka." (TQS. Al-Māidah: 49)
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa kedaulatan hukum hanya milik Allah. Perubahan yang hakiki bukan sekadar turunnya seorang penguasa dari jabatannya, atau runtuhnya satu rezim politik, melainkan bergantinya aturan kehidupan dari hukum ciptaan manusia menuju hukum Allah. Inilah yang menjamin tegaknya keadilan, kemuliaan, dan kesejahteraan yang tidak semu.
Sejarah membuktikan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran kolektif. Di Makkah, Rasulullah ﷺ memulai dakwah bukan dengan menggulingkan pemimpin Quraisy secara langsung, tetapi dengan membangun pemahaman umat bahwa sistem jahiliah adalah sistem yang sesat. Beliau mengajak manusia meninggalkan penyembahan kepada selain Allah, dan menolak segala bentuk aturan yang tidak bersumber dari wahyu.
Kesadaran itu berbuah persatuan. Dan persatuan itu mengantarkan kaum Muslim menuju Madinah, tempat tegaknya Daulah Islam yang pertama. Di sanalah hukum Allah diterapkan secara kaffah, mengatur seluruh aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan hubungan internasional. Dari titik inilah lahir peradaban gemilang yang memberi rahmat bagi seluruh alam.
Rasulullah ﷺ juga telah memberi isyarat mengenai kesinambungan kepemimpinan umat setelah beliau wafat:
"Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, digantikan oleh nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, tetapi akan ada para khalifah dan mereka banyak.” Para sahabat bertanya: "Apa yang engkau perintahkan kepada kami?"
Beliau bersabda: "Penuhilah baiat kepada mereka satu demi satu, dan berikanlah hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas rakyat yang mereka pimpin." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa setelah kenabian, kepemimpinan umat Islam harus dilanjutkan dengan kekhilafahan—bukan sekadar pemerintahan biasa, melainkan kepemimpinan yang menegakkan syariat secara menyeluruh.
Maka, kunci perubahan hakiki dapat dirumuskan dalam tiga hal:
Pertama, kesadaran umat bahwa sistem yang berjalan saat ini rusak, zalim, dan tidak sesuai dengan petunjuk Allah. Tanpa kesadaran ini, perubahan hanya akan menjadi siklus penggantian tokoh tanpa memperbaiki keadaan.
Kedua, persatuan visi dan tujuan, yaitu mengganti sistem yang salah, bukan hanya mengganti orang. Persatuan ini menghapus sekat-sekat kepentingan sempit dan mengikat umat dalam satu arah perjuangan.
Ketiga, keberanian menegakkan aturan Allah sebagai satu-satunya pedoman hidup. Ini berarti tidak takut menghadapi tantangan, tekanan, atau stigma, demi menjadikan syariat sebagai landasan seluruh kebijakan publik.
Ketika ketiga hal ini berpadu—kesadaran, persatuan, dan keberanian—maka lahirlah perubahan sejati. Perubahan seperti ini tidak hanya mengubah kursi kekuasaan, tetapi juga mengubah arah peradaban.
Hari itu pasti akan datang, ketika umat bangkit dari kelalaiannya, menyadari bahwa keadilan sejati hanya ada dalam sistem Islam, lalu bersatu menegakkannya. Saat itulah, rahmat Allah akan kembali menyelimuti bumi, sebagaimana pernah terwujud di masa Rasulullah ﷺ dan para khalifah setelahnya.
"Dan katakanlah: 'Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap." (TQS. Al-Isra: 81)
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar