Opini
Kunci bagi Rumah Layak Huni
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—"Gemah ripah loh jinawi", salah satu ungkapan atau peribasa yang lekat disematkan pada negara kita, Indonesia tercinta. Ungkapan ini disematkan karena Indonesia memiliki wilayah yang luas, lebar, dan banyak rakyatnya. Serta, dianugerahkan tanah yang subur dan makmur. Kekayaan alam pun begitu melimpah. Tak kurang-kurangnya tambang emas, minyak, nikel, batu bara. Juga hasil dari hutan, pertanian, laut dan lain sebagainya.
Namun miris, melimpahnya kekayaan alam ternyata tidak berbanding lurus dengan kondisi rakyat. Seharusnya dengan kekayaan tersebut, rakyat Indonesia sudah tidak lagi memiliki masalah dalam hal sandang, pangan, dan papan. Tapi faktanya berdasarkan laporan Macro Proverty Outlook edisi April 2025, angka kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia terungkap sebesar 60,3 persen dari total penduduk. Sehingga hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara termiskin kedua di Asia Tenggara (ekonomi.bisnis.com).
Dan salah satu imbas dari kemiskinan ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk ke dalam kategori tak layak huni. Hal ini sangatlah wajar, karena membangun rumah layak huni membutuhkan biaya banyak dan mahal untuk membeli tanah dan material bangunan.
Jika hendak membeli rumah yang sudah jadi pun harganya tak kalah mahal. Sebab, pengendali perumahan rakyat ada di tangan korporasi yang membangun perumahan untuk tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Akhirnya kebanyakan rakyat mau tidak mau tinggal di rumah tidak layak huni, meski sebetulnya bisa mengancam jiwa dan nyawa mereka.
Kapitalisme, Melebarkan Jarak antara si Kaya dan si Miskin
Di sisi lain, bak langit dan bumi, orang kaya membangun rumah megah selayak istana. Dengan desain interior modern dilengkapi perabotan mewah. Bahkan tidak sedikit dari mereka memiliki lebih dari satu rumah dan tersebar di beberapa wilayah yang berbeda.
Kesenjangan ekonomi yang nampak tersebut merupakan buah dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dijelaskan dalam kitab Nidzam Al Islam karya Taqiyuddin An-Nabhani, bahwa dalam ideologi kapitalisme, kekayaan menjadi kunci untuk memiliki kuasa. Dengan kekayaan, apapun bisa dikontrol, dikendalikan dan dimiliki. Sehingga siapapun yang memiliki materi berupa kekayaan yang banyak, maka dialah yang akan mampu mewujudkan segalanya, termasuk mewujudkan rumah layak huni.
Sementara si Miskin akan semakin susah dalam mewujudkan segalanya. Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu ditakar dengan materi. Bahkan standar kebahagiaan pun akan terwujud pada saat materi berupa kekayaan ada padanya. Selama sistem kapitalisme ini masih diterapkan, maka kesenjangan itu akan ada, dan pemerataan ekonomi masyarakat sulit diwujudkan.
Sistem Islam Menjamin Tata Kelola Perumahan
Islam sebagai agama sempurna, senantiasa memiliki solusi atas segala persoalan kehidupan manusia. Termasuk dalam persoalan rumah layak huni. Tata kelola negara untuk mewujudkan papan yang layak telah dicontohkan pada masa Rasulullah saw., yakni dengan dibangunnya Suffah. Bagi masyarakat Madinah yang tidak memiliki tempat tinggal, maka mereka menempati Suffah. Lalu mereka dikenal dengan sebutan ahlu suffah.
Rasulullah saw. membangun Suffah, di salah satu sisi dari area masjid Nabawi, berseberangan dengan tempat salatnya kaum muslim. Ahlu Suffah boleh tinggal sampai kapan pun, dan dijamin penghidupanya oleh Rasulullah saw. sampai mereka memiliki rumah sendiri.
Dalam kebijakan lain Rasulullah saw. menerapkan mekanisme mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor, setelah mereka berhijrah dari Mekah ke Madinah. Kaum Anshor senantiasa berbagi kepada kaum Muhajirin termasuk berbagi tempat tinggal.
Rasulullah saw. melakukan hal ini karena posisi beliau sebagai pemimpin kaum Muslim. Di mana, salah satu tugas utamanya yakni harus mengurusi segala kepentingan rakyat. Karena pemimpin atau penguasa adalah raa'in, sebagaimana yang disampaikan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Imam adalah raa’in (gembala/pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Jika saja para penguasa sekarang berniat mencontoh kepemimpinan Rasulullah saw. dan penerusnya, dengan menerapkan Islam pada saat menjalankan roda pemerintahannya, pasti mereka akan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan rakyatnya. Sehingga persoalan rumah rakyat yang tak layak huni pun mudah diselesaikan.
Wallahualam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar