Opini
Meneropong Program Pesantren Obah Jawa Tengah
Oleh: Ummu Ghaza
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Apa itu Program Pesantren Obah? Obah merupakan satu kata yang diambil dari bahasa Jawa yang memiliki makna ‘bergerak’. Jika digabung dengan kata Pesantren dan menjadi Pesantren Obah bisa diartikan secara sederhana bermakna ‘Pesantren Bergerak’ atau secara istilah artinya mendorong pesantren untuk bergerak maju dan berkembang dari segala sisi.
Program ini sebenarnya bukanlah program baru dan telah dijalankan pada periode sebelumnya di tahun 2018-2023. Namun dikatakan masih ada beberapa kegiatan yang belum tuntas dan juga karena terdapat penambahan kegiatan baru sehingga program ini dirasa perlu dilanjutkan. Oleh karena itu, diangkatlah kembali program ini pada periode kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin saat ini, yakni di periode tahun 2025-2030.
Sebagai tambahan, Program Pesantren Obah ini adalah salah satu program prioritas yang menjadi bagian dari 6 misi, 11 program prioritas, 22 program intervensi, 61 program aksi, dan 42 program taktis, yang konon semua misi dan program tersebut dirumuskan dalam rangka mendukung visi pembangunan jangka menengah Jawa Tengah sebagai Provinsi Maju yang Berkelanjutan untuk Menuju Indonesia Emas 2045 (news.detik.com, 20 Februari 2025).
Bahkan untuk merealisasikan program Pesantren Obah ini telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MOU) kerjasama antara Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah dengan mitra Kementerian Pendidikan Cina yakni Belt and Road Chinese Center (BRCC), pada acara yang bertajuk Education & Job Fair bersama 39 Universitas ternama Cina dan 10 perusahaan Cina di Convention Hall Masjid Agung Jawa Tengah pada 14 April 2025 yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah bersama TPPD (Tim Percepatan Pembangunan Daerah) dan jajaran OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Jawa Tengah.
Di antara perwakilan perguruan tinggi Cina yang turut serta menandatangani MoU tersebut yaitu Henan University of Technology, China University of Petroleum Beijing, Hangzhou Dianzi University Guilin University of Electronic Technology, Heilongjiang University, Kunming Medical University, Shandong University of Technology, Herbin Engineering University, dan Baihan University. Sedangkan 10 perusahaan yang mengikuti Job Fair diklaim akan menyediakan lebih dari 300 lowongan kerja.
Selanjutnya, berdasar MoU tersebut akan dilakukan kerjasama antara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU bersama perangkat NU di bidang pendidikan antara lain Lembaga Perguruan Tinggi dan Rabithah Ma'ahid Islamiyah atau asosiasi pondok pesantren NU berupa pemberian beasiswa bagi peserta didik yang ingin melanjutkan kuliah, program pertukaran pelajar dan tenaga kependidikan, serta student camp untuk penguatan kapasitas dengan perguruan tinggi dari China tersebut (jateng.tribunnews.com, 14 April 2025).
Lalu, apa sebenarnya tujuan dari program ini? Hal ini secara jelas tersirat dari pernyataan Wagub Taj yasin sedari awal saat kampanye, bahwa tujuan Pesantren Obah ini adalah dalam rangka meningkatkan posisi tawar pesantren dan santri dari sudut pandang ekonomi.
Sebagaimana disampaikan oleh Wagub Taj Yasin, dia mengatakan: "Karena pesantren benteng akhlak termasuk ekonomi”.
Dia juga menambahkan, "Pesantren Obah ingin meningkatkan lembaga pesantren yang sudah dinaungi pendidikan formal seperti SMA Aliyah, SMK Ponpes Salaf, Madrasah Takmiriyah untuk distandarisasi kompetensinya dengan ijazah dapat diakui. Sehingga lulusannya bisa diterima di dunia kerja secara luas. Sebab ada beberapa keluhan santri mau daftar Kepala Desa / Perangkat Desa tidak bisa karena terkendala ijasahnya belum standar kompetensi. Di Pesantren Obah akan kita dorong supaya ada solusi" (jateng.idntimes.com, 29 September 2024).
Menariknya, jika dilihat dari gebrakan awal Program Pesantren Obah pada periode ini yakni kerjasama dengan negara Cina, di satu sisi tentunya hal ini patut mendapat apresiasi karena ada upaya pemerintah daerah yang secara khusus menyasar peningkatan lembaga pendidikan Islam. Sedangkan di sisi lain ada hal yang patut juga menjadi catatan bersama, yang tidak hanya menjadi masukan bagi Jawa Tengah namun lebih luas lagi menjadi masukan bagi pengelolaan pesantren secara nasional.
Mengapa demikian? Karena seolah ada agenda terselubung yang berupaya menggeser pesantren dari khithah awalnya, di mana pesantren diarahkan hanya untuk menjadi institusi yang tugasnya semata-mata meluluskan santri yang mampu menghasilkan materi atau cuan saja, tanpa memperhatikan urgensi hakiki keberadaan pesantren itu sendiri. Sebagaimana Pesantren Obah, yang memaknai pesantren obah atau pesantren yang maju itu hanya pesantren yang mampu menghasilkan lulusan yang berdaya secara ekonomi, maka hal ini sangat disayangkan.
Padahal, jika menilik beberapa peristiwa heroik yang terabadikan dalam lembaran sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjuaangan kemerdekaan banyak di antaranya yang tak bisa dilepaskan dari peran serta para santri. Tentunya para santri ini lahir dari sistem pendidikan pesantren yang kental dengan suasana ruhiyah berpadu dengan membangun kesadaran santri sehingga membuahkan semangat perjuangan pantang menyerah dalam membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Sebut saja penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober dan Hari Pahlawan tanggal 10 November juga berawal dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Rais Akbar NU KH Hasyim Asy'ari, tokoh pendiri NU sekaligus pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang sejak tanggal 22 Oktober 1945. Resolusi jihad tersebut membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dan memicu perang rakyat selama 4 hari di Surabaya yang menyebabkan Jenderal Mallaby terbunuh pada 30 Oktober 1945. Hal ini sontak menyulut kemarahan tentara sekutu, dan pada 9 November 1945 dikeluarkanlah ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya sebelum pukul 06.00 WIB. Menanggapi hal ini, Bung Tomo yang dikenal sebagai orator ulung di depan corong radio, akhirnya membakar semangat arek-arek Surabaya dengan pekikan Allahu Akbar atas nasihat kepada Kiai Hasyim, hingga pertempuran kembali meletus. Dari situlah, pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan dan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional untuk mengenang jasa kaum santri yang telah berjuang dan mengorbankan nyawanya untuk melawan kolonialisme.
Maka, sudah seharusnya pesantren tidak hanya berorientasi pada sudut pandang ekonomi semata, namun lebih jauh lagi bertanggungjawab dalam membentuk generasi dan umat yang memiliki kesadaran tinggi terkait kondisi yang mereka hadapi dan berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan belenggu penjajahan tak kasat mata yang mengekang umat dalam sekat-sekat yang menghalangi kebangkitan umat Islam.
Allahu’alam bishowab
Via
Opini
Posting Komentar