Opini
Menyatukan Umat Islam dalam Satu kepemimpinan untuk Membebaskan Palestina
Oleh: Ummu Saibah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Berita tentang Palestina masih berseliweran di media sosial. Mengabarkan bahwa penjajahan dan genosida masih berlangsung di Gaza Palestina. Berita itu seumpama tangan yang sedang mengetuk pintu hati setiap Muslim untuk bangun, bangkit, dan bersatu menyatukan kekuatan dan mengirim pasukan untuk mengakhiri penjajahan di bumi Al Aqsa.
Keadaan saudara-saudara kita di Palestina kian memprihatinkan. Serangan roket masih terus menghujani mereka bahkan terbaru menewaskan 29 warga Palestina (Al-Jazeera.com, 21-4-2025). Dengan dalih menargetkan anggota Hamas, serangan tentara IDF menyasar rumah Fatima Hassauna seorang jurnalis foto yang kerap membagikan foto-foto kondisi Palestina. Serangan roket tersebut menewaskan Fatima bersama tujuh anggota keluarganya (CNNindonesia.com, 19-4-2025).
Warga Gaza pun kekurangan protein dan terpaksa mengonsumsi daging kura-kura (CNNindonesia.com, 19-4-2025). WPF menyatakan keadaan darurat pangan di Gaza (metrotvnews.com, 20-4-2025).
Sungguh kondisi yang membuat kita semakin geram. Penduduk dunia menyuarakan dihentikannya genosida bahkan para ulama pun menyerukan Jihad, namun tidak satu pun seruan tersebut disambut aksi nyata para pemimpin.
Umat Islam Ibarat Satu Tubuh
Sudah 77 tahun pendudukan Israel di Palestina, selama itu pula penderitaan warga Palestina semakin memburuk. Perampasan, penindasan, penganiayaan bahkan pembunuhan semakin masif dilakukan oleh penjajah Israel laknatullah. 'Taufan Al Aqsa' membuka mata dunia terhadap kekejaman yang terjadi di Palestina, meruntuhkan tembok propaganda yang selama ini dibangun Israel dan sekutunya.
Fakta kekejaman Israel terhadap penduduk Gaza Palestina menuai reaksi dunia. Serangkaian demo besar-besaran digelar hampir di seluruh penjuru dunia. Mereka menyuarakan dihentikannya genosida di Palestina. Kemarahan dunia pun berlanjut dengan memboikot semua produk yang terafiliasi Israel. Para utusan dari berbagai negara mulai membawa permasalahan ini ke forum internasional seperti PBB. Namun permintaan untuk menghentikan genosida terhadap warga Gaza selalu dipatahkan dengan hak Veto Amerika sebagai pendukung utama Israel. Tidak sampai di situ saja, berbagai perundingan yang digelar hanya menghasilkan solusi sementara seperti gencatan senjata atau ‘two state solution’.
Sementara pemimpin-pemimpin negeri Muslim hanya mencukupkan diri mereka dengan kecaman atau melakukan aksi militer sekadar untuk mengamankan perbatasan negerinya saja. Tidak ada satu pemimpin pun mengambil keputusan untuk mengirimkan pasukan dan mengusir penjajah Israel dari Palestina. Yang lebih mengecewakan para pemimpin pun gagal membuka perbatasan agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Palestina.
Sebagai seorang Muslim yang memiliki kekuasaan, para pemimpin negeri-negeri Muslim seharusnya merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong saudara seiman dengan kekuasaan mereka. Rasulullah Saw bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dizalimi)". (HR.Bukhari Muslim)
Tetapi para pemimpin Muslim hari ini memilih diam terhadap penderitaan umat di Palestina.
Persatuan umat terhalang oleh nasionalisme
umat Islam ibarat satu tubuh. Itulah yang digambarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau membangun Madinah sebagai daulah Islam pertama yang berfungsi sebagai junnah/ perisai umat muslim. Sehingga ketika Rasulullah Saw., wafat estafet kepemimpinan kemudian diteruskan oleh para sahabat atau amirul mukminin. Begitu pula setelah era sahabat berakhir, estafet kepemimpinan diteruskan oleh para Khalifah setelahnya.
Setelah kekhalifahan Ustmaniyah runtuh pada 1924, maka wilayah daulah Islam dikuasai oleh para penjajah yang kemudian memisahkan mereka menjadi beberapa ‘nation state’.
Hembusan paham nasionalisme inilah yang memecah belah umat. Paham nasionalisme hanya menumbuhkan rasa cinta atas dasar persamaan wilayah saja, mengesampingkan ikatan akidah yang seharusnya menyatukan umat muslim. ‘Nation state’ dibatasi oleh batas teritorial dan batas kekuasaan sehingga pemimpin di satu negara tidak berhak ikut campur urusan negara lain. Inilah alasan kenapa negeri-negeri Muslim tidak bisa sembarangan mengirimkan pasukan untuk membantu saudaranya di Gaza. Selain itu kapitalisme juga mencengkram dunia melalui PBB sebagai lembaga yang memiliki otoritas untuk mengamankan dunia internasional. Ini merupakan taktik kapitalisme untuk menjegal bersatunya umat Islam dalam satu kepemimpinaan umum.
Namun sayangnya banyak umat Islam tidak menyadari hal itu. Mereka tertipu dengan program-program lembaga internasional yang nyatanya membawa misi terselubung yaitu menjegal kebangkitan umat Islam.
Persatuan Umat Islam dalam Satu Kepemimpinan
Umat Islam sejatinya adalah umat yang besar. Fakta sejarah membuktikan selama hampir 1400 tahun ketika umat Islam berada dalam satu kepemimpinan yaitu pada masa kekhalifahan, mereka menjadi negara adidaya yang disegani dan di takuti. Di mana keberadaannya merupakan perisai bagi umat Islam, seperti sabda Rasulullah Saw.:
"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya." (HR. Al Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Seorang Khalifah akan memimpin dan menyeru umat untuk membebaskan kaum Muslimin yang teraniaya, juga menghapus penjajahan dari belahan dunia mana pun. Seperti yang terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab Ra dan Salahuddin Al Ayyubi yang membebaskan Palestina dari cengkraman Romawi, Muhammad Al Fatih yang membebaskan umat muslim di Konstantinopel, Turki ,dan Khalifah-khalifah lainnya.
Dengan keberadaan seorang pemimpin maka perjuangan umat Muslim akan lebih terarah, tidak terpecah-pecah seperti sekarang.
Persatuan umat Islam dalam satu kepemimpinan umum tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu menegakkan khilafah menjadi kewajiban yang harus diperjuangkan setiap muslim hal ini pun sudah disetujui oleh para ulama mahzab.
Umat Muslim di seluruh dunia harus menyerukan seruan yang sama yaitu mengembalikan kepemimpinan Islam kepada satu pemimpin bukan banyak pemimpin berdasarkan wilayah Nasional. Umat harus terus mengingatkan para pemimpin untuk menggelorakan persatuan umat dan kewajiban menolong saudara-saudara seiman di Palestina dengan melaksanakan jihad dan menegakkan khilafah. Namun hal ini hanya bisa dilakukan oleh jamaah dakwah ideologis yang selalu menyerukan jihad dan tegaknya khilafah agar persoalan umat Islam termasuk palestina segera terselesaikan dan kehidupan Islam dapat berlangsung kembali.
Waallahu a'lam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar