Opini
PPN Merangkak Naik, Ekonomi Rakyat Kian Tercekik
Oleh: Sali
(Aktivis Muslimah Kebumen)
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini linimasa jagadmaya diramaikan oleh rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen di tahun 2025 nanti. Hal ini memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan masyarakat terutama para pengusaha.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memberikan sinyal bahwa kenaikan ini tetap akan diberlakukan, namun pelaku usaha meminta pemerintah menunda kebijakan tersebut karena dikhawatirkan kenaikan PPN akan memicu lonjakan harga barang dan akan makin menekan daya beli masyarakat terutama kelas menengah bawah.
Alphonzus Widjaja selaku Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), menegaskan, kenaikan PPN ini akan berdampak langsung pada menurunnya daya beli masyarakat. Selain itu Alphonzus mengingatkan, bahwa daya beli masyarakat adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dan berkontribusi konsumsi rumah tangga saat ini mencapai 57 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Ia mengkhawatirkan adanya penurunan daya beli ini akan menghambat target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen (CNBC Indonesia, 15-11-2024).
Kenaikan tarif PPN ini diklaim sebagai upaya dalam meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembiayaan pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada utang. Namun faktanya belum tentu hal itu terwujud mengingat besarnya utang negara dan berbagai problematika lain yang masih menjadi PR penguasa dalam peningkatan dan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain kebijakan kenaikan PPN ini justu akan memicu kesengsaraan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang sulit, menurunkan daya beli masyarakat. Ditambah fakta adanya problematika korupsi yang justru menjerat para pejabat tinggi dan pemerintah yang gemar berutang.
Situasi ini adalah wajar konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menstandarkan setiap aktivitas pada tujuan materi semata sehingga menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Di sisi lain negara hanya menjadi regulator dan fasilisator, yang melayani kepentingan para pemilik modal.
Berbeda dengan sitem Islam yang memiliki sistem ekonomi yang mewajibkan negara menjadi ra’in, mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab.
Islam memiliki berbagai sumber pendapatan negara. Dalam APBN Islam, sumber utama penerimaan negara adalah: Pertama, dari kepemilikan individu, misalnya zakat, infaq, shodaqoh. Kedua, dari kepemilikan umum, misalnya pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, gas, batu bara, hutan dan lain-lain. Ketiga, dari kepemilikan negara, misalnya : ghanimah, fa'i, jizyah, kharaj, khumus, dan lain-lain. Pajak bukanlah sumber utama negara, bahkan hanya menjadi alternatif terakhir ketika kas baitul mall dalam kosong. Sementara ada kewajiban atas rakyat yang harus ditunaikan. Sebab negara bertanggung jawab dalam meriayah setiap individu rakyat agar terwujud masyarakat yang sejahtera.
Wallohualam Bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar