OPINI
Islam Solusi Komprehensif Huru-hara Kehidupan
Oleh: Nurjanah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Miris, jumlah kekerasan di Indonesia sepanjang periode 2025, masih bertahan dalam jumlah nilai yang melambung tinggi. Hasil data Dinas pemberdayaan perlindungan anak, dan pengendalian penduduk (PPAPP) di jakarta tercantum sekitar 1995, perempuan dan anak sangat rawan mengalami kekerasan, terhitung mulai dari Januari hingga 2 Desember 2025.
Tak hanya itu, kekerasan juga banyak terjadi di tempat satuan Pendidikan (Kompas.com, 3-12-2025).
Laporan catatan akhir taun (CATU), yang terhimpun dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencantumkan 60 kasus. Tercatat sekitar 358 korban serta 126 pelaku dalam 60 kasus tersebut. Kekerasan terhitung Januari hingga Desember 2025. Jumlah nilai tersebut melambung Tinggi bila di bandingkan 36 kasus dalam periode 2024, sedangkan 2023 hanya 15 kasus. Ketua Dewan pakar FSGI Retno Listyarti menjabarkan dalam keterangan resminya bahwa data tersebut dihimpun dari laporan kanal pengaduan organisasi dan pemberitaan media (Tempo.com, 8-12-2025).
Di Indonesia bukan saja kasus kekerasan yang melambung tinggi, tapi jumlah kasus pembunuhan juga sama tinggi, bahkan dari awal tahun hingga 6 November 2025, menurut laporan pusiknas polri ada sekitar 908 kasus pembunuhan yang dilaporkan dengan 330 nya adalah motif utama kesengajaan. Maraknya kasus kekerasan, penganiayaan, dan pembunuhan adalah cerminan dari kegagalan sistem negara dalam melindungi keamanan nyawa rakyatnya. Penindakan kasus cenderung reaktif, bahkan baru bertindak setelah tragedi terjadi, tanpa ada tindakan yang serius untuk menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
Maraknya berbagai kasus pembunuhan yang kerap muncul didepan publik sering di latar belakangi oleh faktor ekonomi, emosi, dendam, serta peran media digital, faktor ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, dan juga ketimpangan sosial yang semakin tajam, sering kali menjadi tekanan bagi individu yang akhirnya mendorong individu tersebut berada dalam kondisi stres yang berkepanjangan hingga kasus pembunuhan pun yang kini marak terjadi semakin ekstrem bentuknya, mulai dari fesmisida, parisida, mutilasi seolah menjadi penampakan yang sering kali ditemukan dalam kasus pembunuhan, hingga seringkali di kaitkan dengan kendala masalah kesehatan mental seseorang.
Stres yang berkepanjangan seringkali dengan mudah menyulut emosi serta dendam yang dapat memperparah situasi, sehingga seseorang bisa dengan mudah melakukan kekerasan bahkan hingga pembunuhan, selain itu di era digital seperti saat ini, media digital seakan menjadi ruang subur bagi provokasi. Banyaknya konten yang tidak mendidik seakan memberikan ujaran kebencian, normalisasi dan glorifikasi kekerasan. Media digital memainkan peran yang mempengaruhi mempercepat dan memperluas potensi kekerasan maupun pembunuhan.
Namun perlu di sadari bahwa hal itu tidak muncul dengan sendirinya, melainkan akibat dari sistem yang di terapkan di negara saat ini, yaitu sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan, serta menjadikan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Sistem bathil ini menjadikan cara pandang manusia tidak dikaitkan dengan statusnya sebagai hamba Allah, sehingga nilai baik buruk, benar ataupun salah, bahkan halal dan haramnya lebih condong pada hawa nafsu yaitu kepuasan nya dalam mencapai materi dan bukan pada syari'at.
Oleh karenanya ketika ada seseorang merasa puas dalam melampiaskan emosi nya dengan melakukan kekerasan bahkan melakukan pembunuhan, Maka ia tidak segan sedikit pun untuk melakukan hal keji tersebut. Tak hanya itu kapitalisme juga melahirkan budaya konsumerisme, sehingga menekan individu untuk terus mengejar standar hidup yang semu, sehingga ketika tidak mampu mencapai standar tersebut munculah frustasi kecemburuan sosial, dan keputusasaan yang berpotensi meledak menjadi kekerasan bahkan hingga pembunuhan.
Hal inilah yang menjadi akar masalah kasus kekerasan dan pembunuhan marak terjadi, selain itu lemahnya sistem sanksi dalam negara sekuler dimana hukuman yang dilakukan negara hanya sekedar menjalankan prosedur administrasi yang sama sekali tidak menjerakan sehingga pelaku tidak merasa takut untuk melakukan kekerasan bahkan pembunuhan sekalipun, dan masyarakat dibiarkan hidup dengan rasa tidak aman.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam keamanan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang menjadi hak mereka, sehingga jaminan keamanan tidak hanya di nilai dari sisi humanisme melainkan adalah salah satu syari'at yang mewajibkan negara untuk memastikan setiap individu terlindungi dari ancaman kekerasan, kedzaliman, dan kejahatan yang mengancam keselamatan jiwa rakyatnya, negara memastikan pada level individu memiliki kesadaran akan halal dan haram, sehingga negara memastikan amar Ma'ruf nahi munkar berjalan dengan kontrol sosial.
Negara dalam Islam juga akan mendisiplinkan pelaku kejahatan dengan menerapkan sistem uqubat yang dapat berakibat sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir) , seperti hal nya kasus kekerasan hingga pembunuhan negara akan menerapkan qishash bagi pelaku, hukuman ini akan meminimalisir kejahatan serupa, dan keamanan jiwa rakyat benar-benar terjaga, tak hanya itu ruang digital juga akan diatur sesuai dengan syariat Islam, sehingga tidak membebaskan media digital yang mengandung kekerasan, pornografi, provokasi, dan juga konten yang merusak lainnya.
Negara akan mengarahkan media digital untuk melayani kepentingan Islam dan kaum muslimin. Inilah solusi konfrehensif yang di tawarkan Islam, Islam bukan sekedar agama ritual, melainkan sebuah sistem kehidupan yang secara praktis diterapkan oleh negara yang bernama Daulah khilafah.
Wallahu alam bissawab.
Via
OPINI
Posting Komentar