SP
Generasi Muda Takut Nikah, Luka Ekonomi Kapitalisme
TanahRibathMedia.Com—Saat ini fenomena generasi muda takut menikah sangat menarik ditelusuri. Salah satu faktor utamanya adalah generasi muda lebih takut miskin dari pada takut tidak menikah. Yang ditakutkan mereka adalah tuntutan ekonomi yang semakin besar. Ketakutan hidup miskin dari pada tidak menikah ini bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Generasi muda saat ini memasuki dunia kerja dalam kondisi ekonomi yang penuh dengan ketidak pastian.
Luka ekonomi ini merujuk pada kerusakan sistem perekonomian dalam jangka menengah ataupun jangka panjang, sebagai akibat dari krisis ekonomi, antara lain krisis ekonomi akibat pandemi covid-19. Hal itu berdampak pada potensi pertumbuhan ekonomi di masa depan yang terhambat. Bahkan setelah krisis itu selesai.
Sulitnya mendapat pekerjaan, upah yang relatif stagnan, hingga biaya hidup yang terus melonjak memberikan kecemasan akan kemiskinan semakin nyata. Aspirasi karir, pendidikan yang tinggi, kebebasan hidup, stabiltitas psikologis dan kualitas hidup sehari-hari sebagai prioritas yang lebih penting daripada status pernikahan. Akibatnya, pernikahan tidak lagi dilihat sebagai satu-satunya jalan menuju kebahagiaan hidup yang harus segera dicapai, tetapi pilihan sadar yang harus didahului oleh kesiapan finansial, mental dan fisik.
Sistem ekonomi kapitalisme memang benar-benar membuat beban hidup sepenuhnya dipikul individu. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, tempat tinggal hanya bisa dimiliki oleh orang yang mampu membayar. Negara pun tidak bisa menjamin kesejahteraan warganya. Hasilnya, banyak anak muda merasa masa depan tidak pasti, hingga pernikahan dipandang sebagai resiko besar.
Allah Swt berfirman:
"Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang." (TQS. Ar Rum: 21)
Dalam Islam pernikahan bagian dari kehidupan yang mendatangkan ketenteraman, tapi bagaimana bisa tenteram jika itu sulit dirasakan. Jika sistem ekonomi yang menaungi manusia justru menekan bukan melindungi.
Islam memberikan aturan menjamin kebutuhan primer warganya, dengan menyediakan kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan, membuka lapangan kerja dan mengelola sumber daya umum untuk kemaslahatan rakyatnya. Dengan pengelolaan dan pendistribusian kekayaan yang adil, hingga tidak terjadi ketimpangan dan kecemasan ekonomi.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
"...agar harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja." (TQS. Al Hasyr : 7).
Pendidikan yang berasas pada Islam membentuk kepribadian beriman, hingga menguatkan mental, bukan hedonisme. Dengan tatanan hidup yang lengkap, ketakutan akan masa depan menjadi jauh lebih kecil. Manusia tidak berjalan sendiri, karena negara, masyarakat dan nilai kehidupan bergerak bersama menopang individu. Ketika tatanan hidup di atur menurut syariat, kebahagiaan tidak lagi menjadi beban dan pernikahan kembali menjadi ruang kasih sayang seperti yang dijanjikan Allah ta'ala. Wallahu'alam.
Saliyah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
Via
SP
Posting Komentar