Nafsiah
Sesal di Hati, Tanda Allah Jatuh Hati
Oleh: Kartika Soetarjo
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Setiap manusia pasti pernah menyesal. Baik itu menyesali sebuah keputusan, sebuah tindakan, ucapan, atau yang lebih berkualitas, yaitu menyesali semua dosa yang telah terlewatkan.
Menyesal adalah merasa sedih atau kecewa dengan ucapan, tindakan, atau keputusan yang terlanjur kita lakukan, tetapi semua itu berakibat memalukan atau merugikan, bahkan menyakitkan bagi kita sendiri dan bagi orang yang kita cintai. Akibatnya kita selalu dihantui rasa bersalah yang tak henti-henti.
Semua itu bersifat manusiawi. Jika hidup kita masih mempunyai rasa menyesal, itu menandakan hati kita masih punya Iman dan ketakutan. Karena, menyesal itu sendiri adalah bentuk dari tobat serta kesadaran spiritual tanda hati masih hidup.
Jadikan Sesal Bernilai Ibadah
Menyesal bisa bernilai ibadah, ketika kita bertobat dan benar-benar tidak mengulangi kembali perbuatan yang merugikan dan menyakitkan itu. Rasulullah saw. bersabda:
"Menyesal adalah tobat." (HR. Ibnu Majjah)
Hadis ini menekankan bahwa penyesalan yang tulus adalah syarat tobat yang sebenarnya.
Jangan putus asa dari rahmat Allah dan jangan terus-menerus terpuruk dalam rasa bersalah. Karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang tersirat di dalam hati. Allah pun sangat menyukai orang-orang yang mengakui kesalahan diri, serta benar-benar menyesali dan membenci perbuatan atau ucapan yang tidak baik, serta tidak mengulanginya kembali.
"Maka, barang siapa yang bertobat di antara pencuri-pencuri itu, sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Al-Maidah, 39)
Penyesalan yang Sia-Sia
Namun, tidak semua rasa sesal itu disukai oleh Allah Swt. Ada tiga penyesalan manusia yang sudah meninggal yang tidak berguna dan sia- sia, serta penyesalan itu dibenci Allah Taàla.
Pertama, menyesal karena belum puas dengan harta yang dikumpulkan.
Kedua, menyesal karena belum terwujud semua yang dicita-citakan.
Ketiga, menyesal karena merasa belum cukup bekal untuk akhirat
(Ihya Ulumuddin 3/209, Dar Ma'rifah Bairut)
Menyesal karena belum puas dengan harta yang dikumpulkan. Tetapi tetap saja sebanyak apapun harta yang dikumpulkan tidak akan menjadikan mereka merasa puas. Karena tidak ada rasa qanaah dalam hatinya.
Menyesal karena belum terwujud semua yang dicita-citakan. Karena mereka dihinggapi penyakit panjang angan-angan atau tulul amal. Dan tulul amal adalah penyakit yang menjadikan pengidapnya lupa akan kematian.
Menyesal karena belum menyiapkan bekal yang cukup untuk akhirat. Jangankan pelaku maksiat. Orang shaleh pun akan menyesal karena merasa tidak puas, dan masih kurang dengan amalnya untuk bekal menghadap Allah Swt.
Kesimpulan
Menyesal adalah sifat yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang hatinya senantiasa hidup. Karena itu pertanda hati masih dipenuhi oleh keimanan kepada Allah, dan akan timbul kehati-hatian dalam berbicara, menulis, dan bertindak agar tidak terjadi kesalahan dua kali.
Bahkan, Syekh Jalaludin Rumi pun menyulam kata dalam syairnya:
"Perasaan menyesal dan ingin bertobat adalah bukti Allah memperhatikan dan mencintai kita. Karena Dia ingin memberi kesempatan untuk kembali kepada-Nya".
Yakinlah! Jika penyesalan hadir ketika kaki masih bisa melangkah, itu adalah penyasalan yang baik dan penuh ibrah. Jika ada sesal di hati, itu tanda Allah jatuh hati . Namun, penyesalan yang datang ketika raga sudah terkubur tanah, maka itu adalah penyesalan yang sia-sia dan tiada berguna. Sesal setelah mati, itu tanda Allah tak meridai.
Wallahu 'alam bishawwab.
Via
Nafsiah
Posting Komentar