SP
Rokok Ilegal dan Krisis Moral Ekonomi: Saat Keuntungan Mengalahkan Kesehatan Rakyat
TanahRibathMedia.Com—Maraknya peredaran rokok ilegal di Kepulauan Riau menjadi persoalan serius yang tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum, tetapi juga persoalan moral dan kesehatan masyarakat. Fenomena ini memperlihatkan bahwa meskipun rokok ilegal merugikan negara karena menghilangkan potensi pendapatan dari cukai, pada dasarnya keberadaan rokok — legal maupun ilegal — tetap membawa dampak negatif bagi masyarakat. Rokok adalah produk yang telah terbukti secara ilmiah merusak tubuh, namun tetap beredar luas karena adanya kepentingan ekonomi yang besar di baliknya.
Dalam sistem kapitalis yang menjadi dasar pengelolaan ekonomi saat ini, keuntungan materi sering kali dijadikan tolok ukur utama, tanpa memperhatikan nilai kemanusiaan dan dampak sosial yang ditimbulkannya. Pemerintah memungut cukai dari rokok dan menjadikannya salah satu sumber pendapatan utama, sementara di sisi lain, biaya kesehatan masyarakat akibat penyakit yang ditimbulkan rokok justru membengkak setiap tahun. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa orientasi ekonomi yang berbasis profit tidak mampu menyeimbangkan antara kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat.
Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam memandang bahwa setiap hal yang membawa mudarat bagi manusia harus dijauhi. Prinsip dasar dalam syariat Islam adalah larangan terhadap segala sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, dalam sistem pemerintahan Islam, negara tidak akan mengizinkan produksi atau peredaran barang yang dapat merusak kesehatan masyarakat, meskipun hal tersebut dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Keuntungan materi tidak dapat dijadikan alasan untuk menjustifikasi kemudaratan yang lebih besar.
Sebagai contoh, pada masa Khalifah Umar bin Khattab r.a., perdagangan khamr (minuman keras) dilarang dengan sangat tegas. Umar tidak hanya melarang konsumsi khamr, tetapi juga menindak keras para pedagang yang memperjualbelikannya. Ia memerintahkan agar tempat-tempat penyimpanan dan penjualan khamr dihancurkan. Bahkan, bagi orang yang kedapatan menjual atau meminum khamr, diberlakukan sanksi had berupa cambukan sebanyak 40 hingga 80 kali, sesuai ketentuan hukum Islam yang berlaku saat itu. Tindakan ini menunjukkan bahwa negara Islam benar-benar melindungi masyarakat dari bahaya moral, sosial, dan fisik yang ditimbulkan oleh minuman keras, meskipun secara ekonomi perdagangan khamr bisa mendatangkan keuntungan.
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah ra’in, yakni pelindung dan pengurus urusan rakyatnya. Ia bertanggung jawab memastikan bahwa kebijakan negara berpihak pada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, bukan pada kepentingan segelintir pihak. Oleh karena itu, solusi hakiki terhadap maraknya rokok — baik legal maupun ilegal — adalah dengan mengembalikan fungsi negara sebagai penjaga moral dan kesehatan publik. Negara seharusnya membangun sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan, bukan sekadar mengejar keuntungan jangka pendek yang merugikan rakyatnya sendiri.
Apabila prinsip ini diterapkan, maka persoalan seperti rokok, minuman keras, dan barang-barang lain yang merusak kesehatan serta moral masyarakat tidak akan dibiarkan beredar hanya karena alasan ekonomi. Negara akan benar-benar menjadi pelindung rakyat dari segala bentuk bahaya, baik yang tampak secara fisik maupun yang merusak nilai-nilai kehidupan. Dengan demikian, kesejahteraan yang lahir bukan hanya bersifat materi, tetapi juga mencakup ketenangan, kesehatan, dan keberkahan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
Ilma Nafiah
(Muslimah Peduli Generasi)
Via
SP
Posting Komentar