OPINI
Kasus Pelajar Merokok di Sekolah, Cermin Krisis Moral dan Pendidikan
Oleh: Kharimah el- Khuluq
(Aktivis Muslimah Dompu)
TanahRibathMedia.Com—Nelson Mandela Sang revolusioner dan mantan Presiden Afrika Selatan pernah berkata, "Pendidikan adalah senjata yang paling kuat yang bisa digunakan untuk merubah dunia."
Ironisnya, pendidikan di Indonesia jangankan untuk mengubah dunia, untuk mengubah karakter peserta didik pun masih sangat jauh dari kata berhasil.
Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini, seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS, yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo. Guru Ambo mengambil langkah-langkah kehati-hatian dan berujung terkesan pembiaran. Di sisi lain, ada pendidik yang memilih jalur kekerasan, seperti kasus kepala sekolah di Banten yang menampar muridnya karena ketahuan merokok. Tindakan itu menuai kecaman luas, dianggap sebagai kekerasan di lingkungan pendidikan dan berpotensi membawa konsekuensi hukum (suara.com, 18-10- 2025).
Generasi Amoral Produk Liberal
Merosotnya moral generasi didikan sekarang karena adanya ruang abu-abu yang menjadi sekat dalam mendisiplinkan murid. Guru menjadi simalakama dalam mendisiplinkan murid, antara menindak tegas tingkah laku peserta didiknya atau mendiamkan saja. Sebab, ketika guru sedikit saja mendisiplinkan maka mereka akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan anak, mereka dilaporkan ke ranah hukum, bahkan guru diancam dan dicopot jabatannya. Namun ketika Sang guru mendiamkan tindakan semena-mena siswanya maka khalayak ramai akan mempertanyakan kemana wibawanya sebagai guru.
Kehancuran moral dalam dunia pendidikan saat sekarang adalah buah dari penerapan sistem liberal. Sistem yang memberikan kebebasan untuk melakukan apapun tanpa merujuk kepada halal-haram, baik dan benar. Sehingga wajar saat ini tercetak generasi yang amoral dan tidak taat terhadap aturan. Generasi sibuk mencari jati dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Seolah dengan merokok bisa menggambarkan sisi keren dan maskulinnya mereka.
Di sisi, negara tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya. Negara tidak hadir seutuhnya dalam memayungi rakyatnya. Bisa kita lihat negara mencanangkan program mencetak generasi emas tapi pada kenyataannya di sisi lain negara memfasilitasi generasi untuk mudah memperoleh barang-barang yang semestinya dikonsumsi di tempat tertentu, seperti halnya rokok. Sanksi yang diberikan kepada pelaku yang merokok di sembarang tempat pun tidak benar-benar direalisasikan. Ini menunjukkan salah satu bukti kecil bahwa negara lalai dalam mengawasi dan mengurusi urusan umatnya.
Dengan beragamnya masalah yang dilakukan oleh siswa, seyogyanya menjadi alarm bagi negara. Bahwa dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Di sini kita tidak bisa memvonis bahwa semata-mata yang salah adalah siswa ataupun guru. Melainkan sumber masalahnya adalah sistem yang diterapkan saat ini. Ketika sistem yang salah maka sistemlah yang diubah.
Islam Pencetak Generasi yang Berakhlak Mulia
Berbicara tentang sistem, hanya sistem Islam yang mampu memuliakan guru dan mencetak generasi yang berakhlak mulia. Generasi yang mampu memuliakan gurunya. Di dalam Islam pendidikan generasi menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan juga negara. Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pembinaan terhadap anak. Di keluarga lah pertama kali pondasi keislaman ditanamkan.
Kemudian peran masyarakat juga sangat dibutuhkan sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Konteks masyarakat tidak hanya mencakup tetangga rumah melainkan sekolah pun termasuk ke dalamnya. Di sekolah guru memiliki kedudukan untuk membina siswanya, bukan hanya mentransfer ilmu semata. Tidak hanya memberi arahan tetapi memberikan contoh. Guru membantu menemukan solusi atas setiap permasalahan yang dihadapi anak didiknya dengan cara yang makruf. Seperti halnya kasus anak merokok, sudah seyogyanya guru mendekati dan membangun hubungan dengan siswa-siswa untuk mencari tahu kenapa mereka merokok.
Walaupun di dalam Islam merokok itu hukumnya mubah. Namun, dampak dari merokok itu tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi berimbas juga untuk kesehatan orang lain. Islam melarang melakukan segala hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjalin hubungan yang harmonis antara guru dan siswa, tidak hanya guru menjalankan perannya tetapi siswa pun harus menempatkan diri sebagai anak didik dan hormat terhadap guru. Kemudian negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi wajib menyediakan sarana dan prasarana yang layak, termasuk menyusun kurikulum yang berbasiskan Islam.
Salah satu tujuan pokok pendidikan di bawah naungan sistem Islam adalah membangun kepribadian Islami pada peserta didik. Pola pikir dan pola sikapnya terbentuk sesuai dengan standar akidah Islam. Islam tidak mengenal kebebasan, melainkan seluruh perilaku manusia haruslah tunduk pada aturan Islam yang diajarkan Rasulullah saw. Generasi yang terdidik dengan akidah Islam senantiasa memiliki kesadaran bahwa kehidupannya di dunia adalah untuk beribadah. Aktivitasnya adalah melakukan perbaikan di tengah masyarakat bukan menjadi generasi perusak.
Ketika semua elemen itu berjalan sesuai dengan syariat Islam maka akan terbentuk generasi yang berkepribadian Islam, generasi yang berjiwa pemimpin dan generasi yang mampu menjawab tantangan perkembangan jaman. Oleh karena itu untuk mencetak generasi yang cemerlang, bukan dengan mencopot guru melainkan mencopot sistem sekuler liberal itu sendiri.
Wallahualam bisawwab.
Via
OPINI
Posting Komentar