OPINI
Razia Tempat Hiburan Malam di Batam: Solusi Sementara dari Masalah yang Lebih Dalam
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Polda Kepulauan Riau (Kepri) kembali menggelar razia terhadap 11 tempat hiburan malam (THM) di Kota Batam. Dalam kegiatan yang berlangsung pada pertengahan Oktober 2025 ini, petugas memeriksa identitas para pengunjung, menelusuri dugaan peredaran narkoba, dan memastikan izin operasional tempat hiburan (antaranews.com, 13-10-2025).
Langkah tersebut tentu menuai beragam tanggapan. Sebagian masyarakat menilai razia seperti ini penting untuk menertibkan pelanggaran dan mencegah peredaran narkotika. Di sisi lain, tak sedikit yang menilai bahwa razia hanyalah solusi sementara dari masalah sosial yang jauh lebih kompleks, yakni normalisasi gaya hidup malam dan kemaksiatan di tengah masyarakat.
Batam dikenal sebagai kota industri dan perdagangan yang padat aktivitas. Tapi di balik gemerlap lampu malamnya, muncul sisi kelam yang tak bisa diabaikan. Tempat hiburan malam sering menjadi lokasi yang berpotensi menumbuhkan berbagai kemaksiatan, seperti peredaran narkoba, perjudian terselubung, minuman keras, hingga praktik-praktik prostitusi.
Lebih dari itu, keberadaan THM juga perlahan menormalisasi gaya hidup liberal yang mengedepankan kebebasan tanpa batas. Pergaulan bebas, pakaian terbuka, dan pesta minuman keras dianggap hal wajar dalam “hiburan modern”. Padahal hal ini menjadi kontradiktif dengan banyaknya penganut agama Islam yang jelas melarang kemaksiatan tersebut. Di dalam Islam, semua itu merupakan pintu menuju kerusakan moral dan runtuhnya ketakwaan masyarakat.
Lantas, mengapa banyaknya jumlah penganut agama Islam justru tidak membuat perilaku maksiat berkurang, bahkan malah semakin marak? Hal tersebut tidak lepas dari sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan oleh negara dalam menjalankan roda pemerintahan ini.
Sistem sekuler memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, nilai-nilai Islam hanya dipahami sebatas urusan pribadi, seperti ibadah ritual, tanpa diterapkan dalam aspek sosial, ekonomi, atau politik. Agama dijauhkan dari urusan negara, sementara hukum dan kebijakan publik justru diatur berdasarkan kepentingan manusia dan pasar. Dalam sistem seperti ini, selama sesuatu menguntungkan secara ekonomi, maka ia dianggap sah-sah saja, meskipun bertentangan dengan syariat.
Inilah sebabnya tempat hiburan malam, bar, dan panti pijat tetap dibiarkan beroperasi dan bahkan dilindungi oleh izin resmi, karena dinilai dapat menambah pendapatan daerah dan menarik wisatawan. Padahal, dari sudut pandang Islam, pendapatan yang diperoleh dari sumber maksiat justru mnghilangkan keberkahan dan menambah kerusakan sosial hari ini dan di masa yang akan datang. Membuat masyarakat berpikir bahwa kemaksiatan tersebut adalah hal yang normal.
Sistem kapitalisme juga memperkuat pandangan bahwa nilai manusia diukur dari materi dan kenikmatan duniawi. Akibatnya, banyak orang mencari hiburan bukan untuk menenangkan hati, tetapi untuk melampiaskan kejenuhan hidup yang jauh dari makna spiritual. Maka tidak heran, meski masjid ramai, kemaksiatan pun tetap tumbuh subur, karena akar sistem yang mengatur kehidupan masih menjauhkan manusia dari aturan Allah.
Lantas bagaimana dengan razia yang dilakukan oleh aparat?
Razia tentu saja penting sebagai bentuk kontrol sosial dan penegakan hukum. Namun, apabila akar masalahnya tidak disentuh, maka razia hanya seperti membersihkan permukaan tanpa menyentuh lumpur di bawahnya.
Oleh karena itu, perlu disadari bahwa akar dari maraknya kemaksiatan adalah diterapkannya sistem hidup liberal sekuler kapitalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan, yang membuat standar ukuran kebahagiaan hanya dilihat dari kepuasan jasmani dan materi, bukan dari ridha Allah.
Solusi Hakiki: Kembali pada Syariat Islam
Dalam pandangan Islam, kebahagiaan hakiki tidak diperoleh dari hiburan duniawi, tapi dari ketaatan kepada Allah dan ketenangan hati yang lahir dari iman. Negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan aktivitas yang membuka pintu maksiat seperti THM, bar, atau panti pijat plus. Semua itu akan ditutup dan dicegah demi menjaga kehormatan dan moral masyarakat.
Islam tidak menolak hiburan, akan tetapi memberikan rambu-rambu bahwa hiburan harus berada dalam batas halal, mendidik, dan mendekatkan manusia kepada kebaikan. Negara Islam justru mendorong kegiatan seni dan rekreasi yang menumbuhkan nilai-nilai akhlak, kebersamaan, dan ketakwaan.
Dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah, negara akan menciptakan masyarakat yang beriman dan bertakwa. Masyarakat semacam ini tidak perlu dipaksa untuk menjauhi maksiat, karena mereka sadar bahwa kehidupan di dunia hanyalah jalan menuju akhirat.
Maka, melihat begitu luar biasanya solusi konkret dari Islam, sudah selayaknya umat Islam menyadari bahwa Islam tak hanya sekedar agama spiritual namun juga sebuah konsep peraturan hidup yang lengkap. Yang tak hanya mengatur kehidupan individu, tetapi juga mengatur sebuah negara. Oleh karenanya, memperjuangkan penegakan Islam secara kaffah di level negara adalah hal yang semestinya dilakukan oleh setiap muslim yang beriman. Sebab, hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, masyarakat yang beriman, bertakwa, dan berkeadilan bisa benar-benar terwujud. ***
Via
OPINI
Posting Komentar