Opini
KDRT Tak Teratasi, hanya Islam Solusi Hakiki
Oleh: Denda Supiani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kasus KDRT di Indonesia masih menjadi masalah serius yang tidak kunjung usai. Bagaimana tidak, angkanya justru mengalami tren kenaikan dan bertahan dilevel tinggi. Maka sudah sepatutnya menjadi perhatian serius dari pemerintah untuk dijadikan bahan evaluasi terkait faktor penyebab dan juga solusinya. Adapun jenis kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT): kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran yang berkaitan dengan ekonomi. Dampaknya bisa membuat korban sakit, luka, trauma, hilang rasa percaya diri, hingga kehilangan kesempatan hidup yang layak.
Berikut data kasus KDRT dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas), menunjukkan tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 cenderung mengalami peningkatan. Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada Januari dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei. Meski sempat sedikit menurun menjadi 1.294 kasus pada Juni, tren kembali meningkat tajam pada Juli dengan jumlah tertinggi pada 2025, yaitu 1.395 perkara. Setelah itu, pada Agustus jumlah kasus turun kembali menjadi 1.314 perkara. Adapun dari tanggal 1-4 September 2025, sudah tercatat sebanyak 104 kasus KDRT.
Lemahnya Ikatan Keluarga
Dengan maraknya kasus KDRT yang terjadi, memununculkan pertanyaan dalam benak kita terkait penyebab terjadinya kasus tersebut. Dari beberapa artikel bahwa penyebab terjadinya KDRT sangat beragam. Seperti kondisi psikologis yang tidak stabil sehingga sulit mengendalikan emosi secara jernih, termasuk rendahnya faktor ekonomi yang juga rentan memicu emosi yang berujung pada tindakan kekerasan. Dalam hal ini perempuan dan anak menjadi korban terbanyak. Jika ditarik kesimpulan dari faktor yang ada, maka kematangan emosional sangat dibutuhkan dalam membangun hubungan rumah tangga.
Namun demikian, kasus KDRT bukan hanya persoalan individu semata, melainkan terdapat faktor lain yang ikut andil dalam kasus tersebut. Faktor lain itu adalah negara dengan penerapan sistem sekuler kapitalis yang diembannya. Sistem sekuler kapitalisme saat ini memang meniscayakan munculnya problematika kehidupan, salah satunya kasus KDRT ini. Dan faktanya seringkali tidak menemukan solusi fundamental dari setiap permasalahan. Pada akhirnya bertumpuk-tumpuk tanpa penyelesaian.
Perlu diketahui bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini bukan berasaskan aqidah Islam, dalam artian bukan sistem yang berasal dari Allah Swt. Sehingga hidup tanpa menggunakan nilai agama secara otomatis menjauhkan manusia dari ketakwaan pada Allah Swt. Termasuk KDRT itu bukti lemahnya sebuah ikatan keluarga yang dibangun tanpa landasan dari agama. Jadi, selama sistem kapitalis dengan asas sekuler ini masih diemban oleh negara, maka selama itu pula negara menghendaki adanya kasus serupa.
Dampak Buruk
Memang betul, membina rumah tangga bukan hal yang mudah, juga bukan hanya karena adanya rasa cinta. Rumah dan rumah tangga memiliki kesamaan yaitu sama-sama perlu pondasi yang kokoh. Karena kekokohan sebuah pondasi menentukan kekuatan suatu bangunan atau hubungan. Pondasi itu adalah iman dan takwa, ketika keduanya tidak dijadikan sebagai pondasi maka wajar mudah terjadi keretakan dalam rumah tangga hingga berujung pada kasus KDRT.
Jika dilihat dari dampaknya, memang luar biasa. Diantaranya, berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental korban, sehingga tidak boleh disepelekan. Cedera fisik yang dialami dapat mengancam nyawa. Belum lagi trauma psikologis membuat korban menjadi depresi dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. Kenakalan remaja juga merupakan salah satu akibat dari keretakan keluarga, dikarenakan kurangnya kasih sayang dan pendidikan dari orang tua akan menghasilkan anak-anak yang tidak bisa dikendalikan perbuatannya.
Keadaan tersebut semakin diperburuk oleh institusi pendidikan yang dibangun atas dasar ide sekuler liberal. Dari sanalah lahir generasi muda dengan dengan gaya hidup serba bebas tanpa mau di atur oleh agama. Apalagi terkait konsep kebahagiaan, menurut mereka bahagia itu diukur oleh materi yang bersifat duniawi, sehingga kerja mati-matian demi mendapatkan bahagia versi mereka. Namun tanpa disadari mereka telah dikendalikan oleh konsep bahagia yang tampak disosial media saat ini. Sedangkan hal itu bisa menjadi tekanan tersendiri yang memicu keretakan keluarga.
Sistem Islam Memelihara Kerukunan Keluarga
Sistem Islam jelas berbeda, dengan segala konsepnya yang semata-mata untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah Swt. Misalnya konsep pendidikan yang sudah pasti membentuk kepribadian islami, bertakwa dan berakhlak mulia. Dalam Islam membangun rumah tangga harus memperhatikan rambu-rambu syariat dan harus memiliki ilmu yang dibutuhkan dalam menjalin keluarga agar tetap kokoh, terhindar dari isu KDRT.
Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 34 menjelaskan bahwa: “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Mahabesar.”
Dalam hadist diterangkan: “Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah saw. memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah.” (HR. Imam Ahmad).
Dalam Islam negara juga berkewajiban melindungi masyarakatnya dengan memberikan jaminan kesejahteraan, keadilan supaya tidak tertekan oleh himpitan ekonomi. Jika negara telah mengusahakan yang terbaik untuk masyarakatnya tapi muncul kasus semacam itu, maka negara memiliki solusi tuntas berupa ditegakkannya hukum sanksi Islam dengan tujuan menjerakan pelaku dan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar senantiasa hidup sesuai dengan syariat Allah Swt.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar