OPINI
Air Dikapitalisasi, hanya Islam Solusi Hakiki
Oleh: Nur Hasanah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Warga negara +62 dikejutkan dengan berita terungkapnya fakta salah satu pabrik air minum dalam kemasan merek terkenal Aqua yang ternyata airnya bukan bersumber dari mata air pegunungan, tapi berasal dari sumur bor. Fakta ini terungkap ketika Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke pabrik tersebut.
Sebelumnya, inspeksi dadakan Dedi ke pabrik Aqua itu diunggah dalam rekaman video di akun Instagram miliknya pada Rabu (22 Oktober 2025). Dalam sidak tersebut, Dedi baru mengetahui fakta terkait sumber air yang digunakan oleh PT Tirta Investama (Aqua) Pabrik Subang untuk air mineral kemasan Aqua berasal dari sumur bor.
Fakta itu terungkap usai Dedi menanyakan sumber air yang digunakan Aqua kepada sejumlah perwakilan dari perusahaan tersebut. Pihak perusahaan lantas menjelaskan bahwa sumber air yang mereka gunakan berasal dari beberapa titik sumur di sekitar area pabrik. Saat ditanya lebih lanjut kepada pihak pabrik, mereka mengonfirmasi bahwa air tersebut bukan berasal dari permukaan, seperti sungai atau mata air, melainkan dari bawah tanah. Dedi juga sempat memperingatkan dampak lingkungan akibat praktik pemboran air tanah dalam oleh perusahaan Aqua ini seperti pergeseran tanah dan longsor (Tempo, 30-10-2025).
Dengan mencuatnya berita ini ke publik, banyak masyarakat yang merasa tertipu. Pasalnya, selama ini masyarakat menganggap merek Aqua inilah yang paling terkenal dan terpercaya sehingga menjadi pilihan air minum untuk dikonsumsi, walaupun banyak juga merek lain yang beredar di pasaran. Masyarakat tentu kecewa dan menyayangkan hal tersebut, sebab air minum adalah salah satu hal penting yang menjadi kebutuhan untuk dikonsumsi dan berpengaruh bagi kesehatan tubuh.
Secara kesehatan, air sumur bor yang tercemar dapat menyebabkan penyakit seperti diare, infeksi saluran kemih, dan masalah kesehatan jangka panjang akibat paparan logam berat atau bahan kimia seperti arsenik dan timbal.
Selain itu, ada potensi konflik sosial karena perebutan sumber daya air tanah dan tidak meratanya akses air di wilayah sekitar pabrik. Belum lagi masalah ekonomi terkait biaya perawatan akibat kerusakan peralatan yang disebabkan oleh kandungan mineral tertentu.
Beginilah potret kehidupan di dalam sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dalam melakukan setiap perbuatan. Air yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat dan seharusnya bisa dinikmati dengan mudah dan berkualitas baik, justru dijadikan ladang bisnis yang ternyata penuh dengan manipulasi di dalamnya. Praktek bisnis yang dilakukan para pemilik modal ini meniscayakan manipulasi produk demi keuntungan perusahaan tanpa memperdulikan dampak yang mungkin muncul. Masyarakat sebagai konsumen tentu menjadi pihak yang paling dirugikan. Sudah harus membayar mahal demi mendapatkan kualitas air yang baik, tapi ternyata malah tertipu dengan kualitas air yang tidak sesuai dengan fakta di iklan.
Persoalan ini tentu tidak lepas dari peran negara di dalamnya. Negara seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terkait pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Air adalah sumber daya alam yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Namun sayangnya negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme cenderung lemah dalam praktek pengelolaan sumberdaya alam bahkan malah menyerahkan dan membiarkan aset sumber daya alam menjadi ladang bisnis bagi pihak tertentu. Air dijadikan komoditas ekonomi yang diperjualbelikan dengan pertimbangan untung rugi.
Selain itu, lemahnya regulasi yang diterapkan oleh negara terkait batas penggunaan sumber daya alam juga menambah mulus jalan para kapitalis untuk mengkapitalisasi berbagai kekayaan alam di negeri ini, seperti air. Demi cuan, mereka rela melakukan cara apa saja untuk mencapai tujuan utamanya yakni memperoleh keuntungan sebesar besarnya tanpa memikirkan lagi kerugian yang akan ditanggung oleh masyarakat. Negara yang seharusnya melindungi dan menjaga kepentingan rakyat justru tunduk kepada kepentingan para pemilik modal. Negara tidak hadir sebagai pengurus rakyat, negara di sistem kapitalisme hanya menjadi regulator dan fasilitator para kapitalis. Karena faktanya sampai saat ini Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) pun belum mampu menghentikan kapitalisasi air.
Islam memandang bahwa sumber daya alam adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun swasta, apalagi korporasi.
Rasulullah saw. bersabda:
“Kaum muslim (manusia) berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Air merupakan sumber daya alam milik umum, yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, memberikan keberkahan dan kemaslahatan bagi umat manusia. Pengelolaan air adalah tugas negara demi kebutuhan masyarakat luas, bukan diserahkan pada pengusaha maupun pihak swasta. Negara adalah pengurus urusan rakyat, yang wajib bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan air, baik yang bersumber dari sungai, danau, laut maupun mata air yang memancar dari tanah ataupun di dalam tanah. Haram hukumnya membiarkan air dikapitalisasi oleh para pengusaha. Karena hal ini akan menimbulkan permasalahan tidak meratanya pemenuhan kebutuhan air di masyarakat, dan permasalahan kerusakan lingkungan yang lain. Sementara air adalah sumber kehidupan. Berbagai aktivitas manusia memerlukan air.
Islam tidak melarang berbisnis. Tetapi bisnis di dalam Islam harus selalu mengutamakan kejujuran dalam transaksi. Dan kalaupun harus berbisnis, bukan dari barang-barang yang sifatnya menjadi milik umum. Negara yang menerapkan aturan Islam akan memperketat regulasi terkait pengelolaan SDA sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam. Selain itu negara Islam juga akan memberikan sanksi tegas bagi pihak pihak yang melanggar aturan dan merugikan rakyat.
Di tangan negara yang menerapkan sistem Islam, air akan dikelola semaksimal mungkin sehingga menjadi keberkahan yang mengalirkan kehidupan bagi seluruh warga negaranya. Karena itu, solusi tuntas untuk mengatasi persoalan kapitalisasi air ini adalah dengan mengembalikan tata kelola air sebagai harta milik umum kepada sistem Islam. Yaitu air dikelola dan di urus oleh negara dengan aturan Islam. Hanya negara Islam yang akan menerapkan seluruh hukum Allah dalam setiap sendi kehidupan, sehingga terwujud kesejahteraan kehidupan umat manusia.
Via
OPINI
Posting Komentar