Opini
Zina Berujung Mutilasi, Negara Abai?
Oleh: Ummu Rofi'
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Dalam Al-Qur'an Allah ta'ala menjelaskan terkait zina, yakni: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (TQS An-Nur: 2).
Ayat di atas bertolak belakang pada kehidupan saat ini. Fakta yang diberitakan telah terjadi aktivitas zina berujung mutilasi. Dikatakan oleh Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto, semua ini berawal dari mereka melaksanakan kegiatan suami istri yang belum sah, ada rasa kekesalan berlebihan, pelaku sedikit kewalahan dengan tuntutan ekonomi korban yang meminta gaya hidup dan seterusnya. Sehingga terjadi peristiwa tersebut (detik.com, 8-9-2025).
Kini pelaku disanksi dengan Pasal 338 dan atau 340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup. Meskipun pelaku mengaku sangat menyesal dan meminta maaf telah melakukan perbuatan tersebut (Surabaya.kompas.com, 08-09-2025).
Miris plus sadis melihat fakta di atas. Fenomena tinggal bersama/kumpul kebo namun belum sah menikah sudah menjadi hal yang wajar. Padahal perbuatan tersebut Allah larang alias haram. Dikarenakan perbuatan yang Allah larang selain Allah murka, pasti akan mendapatkan keburukan di dalamnya.
Maka fenomena mutilasi dikarenakan kohabitasi alias zina suatu yang mengerikan di kehidupan saat ini. Begitu mudahnya membunuh seorang yang dicintainya, ini bukan mencintai karena Allah tapi karena hawa nafsu dan mengikuti langkah syaitan. Alhasil tindakan korban yang menuntut pelaku ini itu berujung maut.
Ini adalah sebuah fenomena yang disebabkan negara menerapkan sistem kapitalisme liberalisme. Kapitalisme liberalisme adalah sistem kufur yang menjadikan manusia melakukan hal semaunya tanpa menilai batasan agama Islam.
Peristiwa tersebut sering kali terjadi, namun tidak ada solusi yang benar untuk menyelesaikan fenomena tersebut. Bahkan sebaliknya kian menjamur melakukan aktivitas zina. Perbuatan yang dilakukan sudah melampaui batas norma-norma agama.
Sebagai negara tidak bisa berbuat apa-apa dengan aktivitas kohabitasi ini. Individu tidak memiliki alarm dalam beraktivitas, masyarakat pun cuek dengan perbuatan kohabitasi, tidak ada amar makruf nahi munkar kepada sesama.
Sebaliknya perbuatan di sistem kapitalis liberal asasnya manfaat.
Jika ada manfaat baginya ia lakukan, namun jika tidak ada maka ia tidak melakukan. Sekalipun perbuatan tersebut dilarang oleh Allah Swt. Inilah sistem buatan manusia yang terbatas, berasal dari akal manusia yang terbatas ditambah dari negara Kafir. Umat muslim saat ini sudah jauh mengikuti langkah-langkah syaitan.
Alhasil seluruh aspek kehidupan khususnya pergaulan saat ini, sudah rusak akibat kapitalis liberal yang menjunjung tinggi nilai kekebasan dalam perbuatan. Sampai melakukan perbuatan zina berujung mutilasi. Seharusnya negara bermuhasabah diri khususnya pemimpin negeri. Karena penguasa bertanggung jawab atas seluruh masyarakat.
Kondisi yang sudah kian bebas, maka harus ada yang membatasi kebebasan yang bablas ini. Hanya sistem shohih yang mampu menyelesaikan problem zina berujung mutilasi. Sistem yang berasal dari Allah Swt., bukan dari akal manusia dan kafir Barat, yakni sistem Islam.
Sistem Islam adalah sistem yang paripurna mempunyai aturan yang unik, memuaskan akal dan sesuai fitrah manusia. Menjaga akal dari perbuatan maksiat dan tercela. Mampu menjadikan manusia bertakwa dan berkepribadian Islam secara sempurna.
Individu, masyarakat dan negara bersinergi dalam menjalankan amanah sebagai hamba Allah, khususnya sebagai Khalifatullah pemimpin yang bertakwa kepada Allah dan menjalankan hukum syariat Islam di tengah masyarakat dalam seluruh aspek kehidupan.
Khalifah sebagai pemimpin akan bertindak tegas kepada pelaku zina, zina akan dihukum sesuai hukum hudud yakni rajam bagi yang sudah menikah, dera 100x dan diasingkan bagi yang belum menikah. Ditambah ada perbuatan memutilasinya yakni akan dijatuhi hukuman qisas bagi pelaku yang membunuh.
Allah sudah menjelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nur: 02 Allah Ta'ala berfirman: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman."
Juga disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 178-179 tentang qisas.
Begitu jelas hukum Allah ketika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, menjaga akal dari perbuatan maksiat dan tercela. Menjaga jiwa dari apa yang Allah larang. Itu semua tanggung jawab negara seorang pemimpin/Khalifah dalam mengurusi urusan rakyatnya. Tidak seperti sekarang negara abai dan hanya sebagai regulator dan juga fasilitator bukan sebagai pengurus urusan rakyat. Di mana pemimpin wajib hadir untuk memberikan solusi atas problem kehidupan rakyatnya.
Kekuasaan, amanah, jabatan semua akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Ketika seorang pemimpin abai maka siksa neraka akan ia dapati. Namun sebaliknya, ketika bertakwa kepada Allah dan amanah maka surga menanti. Semua akan mendapati balasan apa yang telah dikerjakan. Khususnya pemimpin sangat berat pertanggung jawabannya kelak.
Oleh karena itu, fenomena zina berujung mutilasi ini akan terselesaikan ketika diterapkannya sistem Islam secara kaffah dalam individu, masyarakat dan negara. Pendidikan yang berasaskan akidah Islam akan menjadikan landasan generasi berpijak sesuai aturan Allah, berbeda dengan pendidikan saat ini hanya berorientasi materi dan prestis semata, bukan mengharap rida Allah Swt. Alhasil perbuatan tercela akan semakin bebas dan bablas.
Sistem Islam satu-satunya solusi saat ini, tidak hanya untuk zina, tapi seluruh aspek kehidupan akan Islam selesaikan sampai akarnya. Islam juga menjadikan generasi, individu, masyarakat, khususnya negara menjadi negara yang bertanggung jawab dan bertakwa secara kaffah. Wallahu 'alam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar