Opini
Oleh: Weny Zulaiha Nasution, S.Kep., Ners
Kapitalisme Membungkam Nurani: Kerja Sama Kepri dengan AS di Tengah Derita Gaza
Oleh: Weny Zulaiha Nasution, S.Kep., Ners
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah penderitaan yang terus menimpa rakyat Gaza, seperti kelaparan, genosida, dan blokade tanpa henti yang dilakukan oleh Zionis Yahudi, kabar dari tanah air justru membuat miris. Pasalnya, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) semakin memperkuat kerja sama dengan Amerika Serikat, yaitu negara yang menjadi sekutu utama Zionis Yahudi dalam penjajahan brutal terhadap Gaza.
Gubernur Kepri, Ansar Ahmad menerima kunjungan Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera, Lisa Podolny, beberapa waktu lalu di MoMo Juice Bar & Coffee, Harbourbay Batam. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas peluang kerja sama yang saling menguntungkan antara Kepri dan Amerika Serikat di berbagai sektor, seperti ekonomi, pendidikan dan kebudayaan. Gubernur Ansar menyambut baik upaya mempererat hubungan bilateral antara Kepri dan AS (Hariankepri, 26-09-2025).
Ironi di Tengah Luka Umat
Berita ini terasa ironis karena di saat yang sama, dunia terus menyaksikan penderitaan Gaza akibat agresi militer Israel yang disokong penuh oleh AS, baik secara politik, militer maupun ekonomi. Mirisnya, tangan-tangan penguasa di negeri-negeri muslim terus menjalin hubungan yang hangat dengan Amerika Serikat, yaitu sekutu penjajah Palestina.
Amerika Serikat bukan hanya sekutu Israel, tapi ia adalah sponsor utama yang terus menyuplai senjata, dana dan perlindungan politik bagi Israel. Namun, bagi banyak penguasa negeri muslim, hubungan dengan AS tetap dianggap penting demi investasi, bantuan dan stabilitas ekonomi.
Ribuan anak-anak syahid, rumah sakit hancur dan warga Gaza kini hidup dalam kondisi kelaparan ekstrem akibat blokade total yang dilakukan Isarel. Meski demikian, kerja sama ekonomi dan politik antara negeri-negeri muslim dengan AS tetap berjalan seperti biasa. Di saat umat Islam di jalanan berteriak menentang genosida, para penguasanya justru tersenyum hangat menyambut tangan penjajah. Inilah sebuah ironi yang menyakitkan bagi umat Islam.
Kapitalisme Menjadikan Penguasa Muslim
Tunduk pada Kepentingan Barat
Fenomena seperti ini bukanlah hal baru. Ini adalah hasil dari diterapkannya sistem kapitalisme sekularisme yang telah lama mendominasi politik dunia saat ini. Dalam sistem ini, hubungan antarnegara dibangun atas dasar kepentingan ekonomi dan keuntungan materi, bukan atas dasar prinsip keadilan dan solidaritas umat. Karena itu, meskipun para pemimpin muslim sering kali mengeluarkan pernyataan keras menentang Israel, mereka tetap menjalin hubungan erat dengan sekutu utamanya, yakni Amerika Serikat.
Kecaman terhadap Israel dan Amerika yang sering keluar dari mulut para penguasa muslim hanyalah untuk meredam kemarahan publik. Faktanya, di balik layar, investasi dan kerja sama dengan Amerika terus berlanjut. Penguasa muslim masih terikat dengan sistem ekonomi yang dikendalikan oleh Barat.
Dalam sistem ini, politik tidak lagi tunduk pada iman, tapi diukur berdasarkan untung-rugi duniawi. Ketergantungan terhadap dolar, investasi asing dan pinjaman luar negeri membuat negeri-negeri muslim tak berani bersikap tegas terhadap kekuatan penjajah.
Lebih buruk lagi, sistem ini menumbuhkan sekat nasionalisme yang diwariskan penjajah sehingga membuat umat terpecah-pecah. Gaza dianggap “urusan bangsa lain”, bukan bagian dari tubuh umat Islam yang wajib dibela. Akibatnya, ketika saudara kita di Palestina dibantai, reaksi yang muncul hanya sebatas do’a dan simpati, bukan langkah nyata untuk membebaskan mereka. Padahal, Rasulullah saw. telah bersabda:
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling mengasihi, seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh akan ikut merasakan panas dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun kenyataannya, tubuh umat kini tercerai-berai. Ketika Gaza ditindas, negeri-negeri muslim justru sibuk mengurus kepentingan masing-masing. Bahkan memperkuat hubungan dengan pihak yang mendukung penindasan terhadap saudara seimannya.
Solusi Islam: Persatuan Umat di Bawah Naungan Khilafah
Islam tidak membiarkan umatnya terpecah belah dan tunduk pada penjajah. Islam memiliki sistem politik yang menyeluruh, yakni Khilafah Islamiyah, yang menyatukan seluruh negeri muslim di bawah satu kepemimpinan Islam.
Dalam sistem khilafah, politik luar negeri tidak didasarkan pada kepentingan ekonomi, melainkan pada prinsip dakwah dan jihad. Khalifah tidak akan menormalisasi hubungan dengan negara penjajah, apalagi bersekutu dengan mereka. Khilafah tidak akan ragu memutuskan hubungan kerjasama dengan negara yang memerangi kaum muslimin. Bahkan, ia akan mengerahkan kekuatan politik, ekonomi dan militer untuk membebaskan negeri-negeri Islam dari penjajahan, termasuk Palestina.
Khilafah tidak akan diam melihat darah kaum muslimin tertumpah. Negara Islam di masa lalu terbukti mengirim bala tentara demi membebaskan negeri-negeri muslim yang dijajah, bukan sekadar mengirim bantuan kemanusiaan atau mengutuk dari jauh.
Inilah yang seharusnya menjadi kesadaran umat hari ini. Selama kita masih berada dalam sistem kapitalistisme yang memuja kepentingan materi, maka kezaliman atas Gaza dan negeri-negeri muslim lainnya akan terus berulang.
Sudah saatnya umat ini bangkit dan bersatu. Bukan sekadar dengan boikot dan do’a, tetapi dengan langkah nyata menegakkan kembali syari’ah dan khilafah sebagai pelindung sejati bagi kaum muslimin dan penegak keadilan di dunia.
Via
Opini
Posting Komentar