Opini
‘Patungan’ untuk Kas Daerah dari Warga: Sindiran Telak bagi Penguasa
Oleh: Lia Ummu Thoriq
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Warga dan aktivis melakukan aksi transfer uang ke rekening kas milik Pemerintah Kabupaten Bekasi. Uang tersebut ditransfer ke nomor rekening dengan tujuan atas nama Rekening Kas Umum Daerah Kab. Bekasi. Jumlah uang yang ditransfer bervariasi antara Rp. 5.000-Rp.10.000
Peserta aksi memberikan pesan dalam catatan transfer berupa sindiran ke pemerintah kabupaten Bekasi. Bukti transfer diunggah di sosial media oleh peserta aksi. "Bantu-bantu saja ya," tulis salah satu bukti transfer. "Naikan Pendapatan Asli Daerah. Buat ningkatin PAD sama buat nambah-nambah bayar tunjangan perumahan," pesan yang lain. (Liputan6.com, 03-10-2025).
Bekasi adalah salah satu kota urban. Keberadaannya sebagai kota penyangga ibu kota negara. Hal ini membuat banyak warga daerah melirik kota Bekasi sebagai tempat tinggal. Mengingat biaya hidup di ibu kota sangat tidak terjangkau. Banyaknya warga daerah yang tinggal di Bekasi tak ayal menimbulkan berbagai persoalan. Salah satunya adalah pengurusan pemerintah daerah yang kurang optimal terhadap warganya.
Baru-baru ini kota Bekasi dikejutkan dengan adanya aksi urunan warga kepada pemerintah daerah. Aksi ini adalah bentuk kekecewaan publik terhadap buruknya tata kelola keuangan daerah dan hilangnya kepercayaan pada pemerintah.
Aksi 'urunan' ini adalah inisiatif dari warga, sebagai bentuk respon terhadap proyeksi penurunan pendapatan daerah.
Besar pasak daripada tiang. Itulah kondisi keuangan kota Bekasi saat ini. Pajak salah satu pemasukan daerah ternyata tidak mampu mengkover pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pajak di negeri ini masih menjadi primadona salah satu sumber pemasukan negara dan daerah. Dilansir dari Antara, realisasi pendapatan sektor pajak daerah Bekasi tercatat Rp. 837 milyar (Antaranews.com, 15/05/2025). Namun anehnya, SDA negeri ini belum menjadi sumber pemasukan negara. SDA dikelola oleh swasta dan asing akibatnya negara hanya diberikan ampasnya.
Kebijakan efisiensi anggaran tanpa arah dan transparansi menunjukkan pengelolaan keuangan lebih berpihak pada kepentingan birokrasi, bukan kebutuhan rakyat. Pemerintah seharusnya menjadikan sindiran ini sebagai evaluasi serius untuk memperbaiki prioritas anggaran, akuntabilitas, dan transparansi demi kepentingan publik.
Hari ini, Bekasi butuh sistem keuangan yang mampu menyelesaikan permasalahan keuangan kota. Nyatanya sistem keuangan yang diterapkan di negeri ini belum mampu menjawabnya. Butuh sistem keuangan alternatif agar pemerintah mampu mengelola keuangan negara dan daerah. Agar rakyat hidup sejahtera dan tidak kekurangan. Sistem keuangan alternatif tersebut adalah sistem keuangan dalam Islam.
Sistem Islam Solusi Masalah Keuangan Negara
Rasululllah saw. bersabda:
“Imam adalah ra'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)
"Sesungguhnya al imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Kedua hadis di atas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Dalam pandangan Islam, sistem keuangan harus bersandar pada aturan Al Khaliq yaitu Allah Swt., bukan pada aturan manusia. Sistem Keuangan inilah yang akan membiayai kehidupan suatu negeri atau daerah.
Pengelolaan anggaran keuangan wajib tunduk pada syariat Islam, karena penguasa dibaiat untuk menerapkan hukum Allah, bukan hukum buatan manusia. Maka setiap kebijakan fiskal dan anggaran harus berorientasi pada kemaslahatan umat, bukan kepentingan politik atau ekonomi kapitalistik.
Pengelolaan dilakukan berdasarkan skala prioritas kemaslahatan umat, bukan atas dasar target pendapatan atau pertimbangan keuntungan. Semua pengeluaran diarahkan untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat dan keberlangsungan pelayanan publik secara adil dan transparan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, karya Syaikh Abdul Qadim Zallum, sumber-sumber pemasukan Negara Khilafah telah ditentukan secara rinci oleh syariah.
Pertama: Anfâl, Ghanîmah, Fai, dan Khumûs
Anfâl dan ghanîmah merujuk pada harta yang diperoleh kaum Muslim dari orang kafir melalui peperangan, yang meliputi uang, senjata, barang dagangan dan bahan pangan. Fai adalah harta yang diperoleh tanpa peperangan.
Adapun khumûs adalah seperlima dari ghanîmah yang dibagi sesuai dengan perintah Allah dalam QS al-Anfal [8] ayat 41.
Kedua: Kharâj. Kharâj adalah hak kaum Muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir melalui peperangan atau perjanjian damai, yang terdiri dari kharaj ‘unwah (paksaan) dan kharaj sulhi (damai).
Ketiga: Jizyah. Jizyah adalah hak yang Allah berikan kepada kaum Muslim dari orang-orang kafir sebagai tanda bahwa mereka tunduk kepada Islam (ahludz-dzimmah).
Keempat: Harta Milik Umum. Harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan oleh Asy-Syâri’ (Allah dan Rasul-Nya) sebagai milik bersama kaum Muslim.
Kelima: Harta Milik Negara.
Keenam: Maraafiq (Sarana Umum). Sarana umum, merupakan bagian dari harta milik Negara, adalah fasilitas yang disediakan negara untuk kepentingan umum, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Ketujuh: Harta ‘Usyur. Harta ‘Usyur adalah pungutan yang dikenakan pada perdagangan yang melewati perbatasan Negara Khilafah, dengan besaran yang bergantung pada status negara asal pedagang.
Kedelapan: Harta Penguasa atau Pegawai Negara yang Diperoleh Secara Tidak Sah atau Haram.
Kesembilan: Khumus Barang Temuan dan Barang Tambang.
Kesepuluh: Harta Waris yang Tidak Ada Ahli Warisnya.
Kesebelas: Harta Orang-orang Murtad. Orang yang murtad kehilangan hak atas harta dan darahnya, yang menjadi halal bagi kaum Muslim.
Kedua belas: Pajak (Dharîbah): pajak yang diwajibkan oleh Allah Swt. kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang harus dipenuhi, ketika baitul mal kekurangan dana.
Ketiga belas: Zakat. Zakat adalah kewajiban fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang harus dikeluarkan dari harta yang telah mencapai nishab dan haul (setahun).
Demikianlah cara negara Islam dalam menjalankan sistem keuangan. Dengan sumber-sumber pemasukan negara, maka pemimpin akan mengurus rakyat dengan baik.
Via
Opini
Posting Komentar