Opini
Guru adalah Role Mode Peradaban, Tugas Negara Menjamin Kesejahteraannya
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Kabar tentang jeritan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali menyeruak. Mereka yang setiap hari mendidik generasi, justru terbelenggu ketidakpastian masa depannya. Di Senayan, ada curhatan menyayat hati guru PPPK yang menyatakan tidak iri dengan para PNS, namun meminta agar negara tidak menzalimi mereka.
Kondisi saat ini, banyak guru PPPK bergaji sangat minim. Bahkan ada yang hanya menerima Rp18 ribu per jam adalah benar. Bayangkan, gaji per bulan bisa di bawah Rp1 juta, padahal jika dicermati mereka sudah menempuh pendidikan tinggi, bahkan hingga S2 dan S3 (Beritasatu.com, 22-9-2025).
Lebih menyakitkan lagi, guru PPPK tidak punya jenjang karir yang jelas.Tidak ada jaminan saat purna tugas, malahan dibiarkan menghadapi masa tua tanpa biaya hidup. Sehingga, banyak yang terjerat utang, baik ke bank maupun ke pinjaman online, demi sekadar bertahan hidup.
Sungguh miris dengan kondisi seperti ini. Guru yang mencerdaskan bangsa harusnyalah menjadi role model peradaban. Namun faktanya malah diperlakukan sekadar buruh pendidikan. Negara menempatkan mereka seolah faktor produksi, bukan pendidik mulia.
Kapitalisme Biang Masalah
Sesungguhnya sistem kapitalisme menciptakan ketidakadilan bagi guru PPPK. Mengapa demikian? Negara dalam sistem kapitalisme tidak pernah benar-benar memandang pendidikan sebagai kewajiban yang ditanggung negara, melainkan semakin membebani APBN. Akibatnya, pemerintah lebih sering mencari cara bagaimana menekan biaya, termasuk dengan menggaji guru di bawah standart minimum.
Hal ini membuktikan, dalam sistem kapitalisme guru PPPK tidak dianggap sebagai aset utama bangsa, melainkan hanya tenaga kerja kontrak. Sehingga hal yang demikian menimbulkan diskriminasi antara PNS dan PPPK.
Jika dipahami, sumber daya alam negeri ini melimpah dari: tambang emas, nikel, batu bara, minyak, laut hingga hutan. Sayangnya sebagian besar dikelola swasta dan asing atas nama investasi. Negara cukup mendapat bagian kecil berupa pajak atau royalti. Pemasukan negara pun terbatas. Alhasil, pemerintah menutup kekurangan dengan menarik pajak rakyat dan utang luar negeri. Itulah mengapa anggaran pendidikan selalu minim, dan kesejahteraan guru tak pernah terjamin.
Islam Menawarkan Mekanisme Adil
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki mekanisme yang jelas dan adil dalam mengatur urusan pendidikan dan kesejahteraan guru. Dalam Islam, negara diwajibkan menanggung biaya pendidikan bermutu, dan dapat diakses semua rakyat. Anggarannya diambil melalui kas Baitul Maal, lembaga keuangan negara dalam sistem Khilafah.
Sementara itu, kas APBN Baitul Maal didapat dari: 𝘗𝘰𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘮𝘶𝘮 seperti hasil tambang, minyak, gas, hutan, laut, dan energi. Semua ini dikelola negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan ke swasta atau asing. Juga terdapat 𝘱𝘰𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘦𝘨𝘢𝘳𝘢 seperti ghanimah, kharaj, fai’, jizyah, dan usyur.
Dengan mekanisme ini, dana pendidikan temasuk gaji guru tidak pernah bergantung pada pajak rakyat atau utang luar negeri.
Lebih jauh lagi, gaji guru dalam Islam tidak dibedakan berdasarkan status ASN, PNS, atau PPPK. Semua guru adalah pegawai negara yang mengemban tugas mulia, sehingga gajinya ditentukan sesuai dengan jasa besar mereka mendidik generasi.
Pendidikan sebagai Kewajiban Negara
Dalam Islam, pendidikan bukan sekadar layanan publik, tetapi kewajiban syar’i negara terhadap rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: “𝘐𝘮𝘢𝘮 (𝘬𝘩𝘢𝘭𝘪𝘧𝘢𝘩) 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘳𝘢 (𝘳𝘢’𝘪𝘯), 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘳𝘢𝘬𝘺𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢.” (HR. Bukhari-Muslim).
Karenanya, negara wajib memastikan setiap rakyat mendapatkan pendidikan terbaik, guru digaji layak, dan fasilitas tersedia tanpa biaya. Tidak ada istilah diskriminasi PPPK atau PNS. Semua guru ditempatkan pada posisi terhormat.
Realitas pahit yang dialami guru PPPK hari ini seharusnya membuka mata kita. Berharap pada sistem kapitalisme hanya akan melahirkan kebijakan tambal sulam. Gaji bisa naik sesaat karena desakan DPR, tetapi tidak pernah tuntas. Masalah diskriminasi, ketidakpastian karir, dan minimnya anggaran pendidikan akan terus terulang.
Sebaliknya, Islam memberi solusi tuntas. Dengan pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara, Baitul Maal selalu memiliki dana cukup untuk membiayai pendidikan. Guru tidak lagi menjadi korban diskriminasi, tapi dihormati sebagai pelita peradaban. Inilah mekanisme yang adil, yang sudah terbukti selama berabad-abad di bawah naungan Khilafah Islamiyah.
Demikianlah kondisi guru PPPK hari ini. Oleh sebab itu selama negara masih tunduk pada kebijakan para pemilik modal kesejahteraan guru akan selalu diabaikan. Negeri ini membutuhkan sistem yang mampu memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan hakiki yakni Khilafah Islamiyah.
Wallahualam Bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar