Opini
Flotilla Diblokade, Tapi Nurani Umat Tak bisa Dikurung
Oleh: Sulis Setiawati,S.Pd.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kabar pencegatan kapal Global Sumud Flotilla oleh militer Israel bukan sekadar berita, tapi tamparan bagi nurani dunia. Kapal-kapal yang membawa obat-obatan, makanan, dan harapan bagi warga Gaza yang kelaparan itu dicegat dan “diculik”, sementara dunia menyaksikan dalam diam yang memekakkan. Padahal, mereka bukan tentara. Mereka adalah relawan kemanusiaan yang hanya ingin menolong sesama manusia yang sedang menderita.
Dalam laporan Kompas Global (4 Oktober 2025), disebutkan bahwa tindakan brutal itu memicu gelombang protes dari berbagai penjuru dunia mulai dari London, Paris, Roma, hingga Maroko. Di Rabat, ribuan Gen Z turun ke jalan, menuntut pembebasan kapal dan menolak kesewenang-wenangan Israel. Di Indonesia, komunitas Solidaritas Jurnalis Peduli (SJP) Bandung turut menggelar aksi damai bertajuk “Solidaritas untuk Sumud Flotilla”. Mereka menyuarakan satu hal sederhana: kemanusiaan tidak boleh dibungkam.
Aksi ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap Palestina bukan lagi milik generasi lama. Ia kini berdenyut kuat di dada generasi muda, mereka yang tumbuh di era digital, tetapi masih menyimpan empati spiritual yang mendalam. Ketika banyak orang sibuk dengan dunia maya, mereka justru menyalakan api kepedulian nyata. Ini bukan sekadar aktivisme, tapi refleksi iman yang hidup.
Dalam Islam, membantu yang tertindas adalah amanah suci. Allah Swt. berfirman:
“Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan) agama, maka kamu wajib memberi pertolongan…” (TQS. Al-Anfal: 72).
Ayat ini menegaskan bahwa iman tidak boleh diam ketika melihat kezaliman merajalela.
Gaza hari ini adalah bagian dari tubuh kita. Saat anak-anak di sana kehilangan rumah, saat ibu-ibu menangis karena kehilangan buah hatinya, mestinya dada setiap mukmin ikut sesak. Karena kita bukan hanya satu umat secara identitas, tapi juga satu jiwa dalam kemanusiaan.
Kita tahu, dunia sedang dipenuhi kepentingan politik, dan suara kemanusiaan sering kalah oleh kekuasaan. Namun, sejarah mengajarkan “perubahan besar selalu dimulai dari hati-hati yang tersentuh dan iman yang tidak rela melihat penderitaan tanpa bertindak”. Protes Gen Z di Maroko dan aksi solidaritas di Bandung adalah bukti bahwa umat masih punya denyut kepedulian.
Dalam sistem Islam, negara bukan hanya entitas administratif, tetapi pelindung (junnah) dan pengayom (ra’in) yang wajib membela darah dan kehormatan kaum muslimin dimana pun mereka berada. Ketiadaan Khilafah adalah sebab utama lemahnya respon dunia Islam terhadap penjajahan dan kedzaliman. Hanya Khilafah yang mampu menghimpun dan menggerakkan kekuatan pasukan, ekonomi, dan politik untuk menghentikan penjajah, tidak cukup dengan doa dan donasi. Dengan Khilafahlah, darah kaum muslimin benar-benar memiliki harga dan kehormatan. Umat harus bersatu dan berjuang bersama partai Islam ideologis yang telah konsisten menyeru kepada tegaknya aturan Allah secara total. Karena hanya melalui perjuangan yang ideologis, terarah, dan sabar inilah kejayaan umat akan kembali.
Hari ini, mungkin kita belum bisa berada di Gaza secara fisik. Tapi kita bisa melawan diam dengan doa, dengan suara, dengan pena, dan dengan kebaikan yang terus mengalir. Karena saat dunia membungkam kemanusiaan, orang beriman tidak boleh ikut membisu.
Sesungguhnya, setiap langkah kecil untuk menegakkan keadilan adalah bagian dari jihad kemanusiaan yang diperintahkan Allah. Sebab, sebagaimana firman-Nya:
“Dan janganlah kamu merasa lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu beriman.” (TQS. Ali Imran: 139)
Via
Opini
Posting Komentar