Opini
Dua Negara: Solusi Tidak Berujung
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Penderitaan adalah hal yang sangat akrab dengan bangsa Palestin4 sejak berada di bawah pendudukan Isr4el. Bahkan sebelum peresmian pendirian negara ilegal Isr4el di tahun 1948, sudah terjadi berbagai penyiksaan dan pengusiran warga Palestin4 dari tanahnya. Menurut Uri Milstein, seorang pakar sejarah ternama militer Isr4el mencatat bahwa ditahun pertama pendudukan, setidaknya terjadi 19 pembantaian massal.
Seorang perdana menteri Isr4el kala itu menyatakan, "Pembantaian ini tidak hanya bisa dibenarkan. Justru tidak akan ada negara Isr4el tanpa kemenangan di Deir Yassin!" Deir Yassin merupakan pembantaian ke-19 di tahun 1948 yang dilakukan dengan begitu keji.
Kenyataannya, pembantaian itu tidak berakhir di tahun pertama, kedua dan ketiga pendudukan. Tapi pembantaian itu masih berlangsung hingga saat ini. Bahkan semakin masif terjadi sejak berlangsungnya Operasi Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober 2023. Semenjak itu, Zionis Yahudi melegitimasi setiap serangan yang diarahkan ke warga Gaza Palestin4 dengan dalih mempertahankan diri.
Namun, Badai Al-Aqsha telah mampu membuka mata dunia yang selama ini hanya menonton dan membiarkan Palestin4 berdiri sendiri. Dua tahun terakhir, dukungan untuk kemerdekaan Palestin4 datang dari berbagai negara dunia tidak terkecuali Indonesia.
Dikutip dari laman Tribun.com pada (23-9-2025), presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungan pada kemerdekaan P4lestina. Hal ini disampaikan dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada (22-9-2025).
"Oleh karena itu, Indonesia sekali lagi menegaskan komitmennya terhadap solusi dua negara dalam masalah Palestin4. Hanya dua negara ini yang akan mengarah pada perdamaian. Kita harus menjamin kenegaraan untuk Palestin4, tetapi Indonesia juga menyatakan bahwa, begitu Isr4el mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestin4, Indonesia akan segera mengakui negara Isr4el dan kami akan mendukung semua jaminan untuk keamanan Isr4el," tegasnya.
Kemerdekaan Semu
Terkait dukungan kemerdekaan yang disampaikan oleh Presiden RI, setidaknya kita perlu menelaah lagi arti merdeka itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka berarti bebas; berdiri sendiri; tidak terikat; tidak bergantung pada pihak tertentu. Secara lebih rinci, merdeka bisa diartikan sebagai: 1. Bebas dari perhambaan atau penjajahan. 2. Tidak terkena atau lepas dari tuntutan. 3. Tidak terikat atau bergantung pada orang lain. Dalam konteks negara, merdeka berarti berdaulat, yaitu memiliki kekuasaan tertinggi dan tidak berada di bawah kekuasaan negara lain.
Dari pengertian merdeka di atas, kondisi Palestin4 tidak bisa dikatakan merdeka. Mengapa? Pertama, karena hak-hak mereka dan seluruh kaum Muslim telah dirampas secara paksa. Kedua, Palestin4 dipaksa mengakui negara ilegal Isr4el. Sementara kemerdekaan yang diperjuangkan dunia untuk Palestin4 adalah kemerdekaan bersyarat, yakni ketika Isr4el sang agresor mengakui kemerdekaan atas Palestin4, maka negara-negara dunia termasuk Indonesia akan mengakui Isr4el sebagai sebuah negara legal sebagaimana yang disampaikan presiden Prabowo Subianto pada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pernyataan tersebut secara tidak langsung membenarkan apa yang selama ini dilakukan oleh Zionis Yahudi terhadap warga Palestin4.
Artinya, kemerdekaan Palestin4 ditentukan oleh Isr4el sebagai penjajah. Pertanyaannya, apakah Isr4el setuju dengan kemerdekaan Palestin4? Jelas, tidak! Mengapa? Karena bagi Isr4el, Palestin4 merdeka itu sudah menjadi ancaman bagi mereka. Jikapun mereka setuju, tentu akan bersyarat agar tidak mengancam eksistensi negara Isr4el kedepan. Misalnya dengan tidak memperbolehkan adanya angkatan bersenjata.
Maka sangat disayangkan, dukungan kemerdekaan untuk dua negara itu keluar dari lisan seorang pemimpin Muslim terbesar yang justru kontradiktif dan tidak merepresentasikan semangat juang atas status tanah tersebut. Mengapa? Karena solusi dua negara yang diusulkan justru mencederai perasaan para mujahid yang rela menumpahkan darah demi menjaga agar sejengkal saja tanah itu tidak lepas ketangan Zionis Y4hudi.
Status Tanah Palestin4
Akankah kita lupa dengan pernyataan tegas seorang mujahid garda depan yang senantiasa gigih dan tidak pernah lelah dalam mengembalikan status tanah Palestin4 sebagai tanah wakaf milik seluruh kaum Muslim. Pernyataan tegas itu disampaikan oleh Syaikh Ahmad Yasin seorang pendiri sekaligus pemimpin HAMAS yang pernyataannya bentuk repetisi dari pernyataan tegas Sultan Abdul Hamid II. Adapun pernyataan tegas beliau adalah: "Tanah Palestin4 adalah wakaf milik umat Islam. Tak ada seorangpun yang boleh membiarkan tanah ini lepas walaupun hanya sejengkal."
Pernyataan tegas itu menegaskan akan kedudukan tanah Palestin4 bagi kaum Muslim bahwa tanah Palestin4 mutlak milik kaum Muslim. Bukan milik bangsa Arab, bukan milik warga Palestin4 dan bukan pula miliknya HAMAS. Maka, tidak boleh ada yang berfikir untuk membaginya kepada siapapun, apalagi kepada penjajah. Kedua, seluruh kaum Muslim berkewajiban mengembalikan status tanah tersebut yang sebagian besarnya memang sudah diduduki oleh penjajah. Itulah makna kemerdekaan hakiki bagi Palestin4 dengan kembalinya status tanah tersebut kepangkuan kaum Muslim.
Setidaknya, bagi kaum Muslim, masalah Palestin4 menyangkut 3 (tiga) aspek, di antaranya: Pertama, aspek akidah. Di tanah Palestin4 berdiri al-Quds dengan beberapa sejarah penting didalamnya, antara lain merupakan tanah wahyu dan tanah kenabian.
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
"Para nabi tinggal di Syam dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdo'a dan berdiri disana." (HR.at-Tirmidzi).
Kemudian, al-Quds (Baitul Maqdis) menjadi arah kiblat pertama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam dan kaum Muslim sebelum Allah Swt. memerintahkan untuk merubah arah kiblat ke Ka'bah. Keberadaan masjid al-Aqsa yang merupakan salah satu tempat dari tiga tempat suci yang memiliki keutamaan untuk dikunjungi.
Kedua, aspek sejarah. Palestina memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya berada dibawah kekuasaan umat Islam. Dimana sebelumnya tanah tersebut pernah berada dibawah kekuasaan Romawi selama berabad-abad lamanya, yakni dari tahun 64 SM-637 M. Hingga kemudian Rasulullah saw. menyerukan agar merebut Syam yang termasuk Palestin4 didalamnya dari imperium Romawi. Sebuah perjuangan yang panjang hingga syahidnya beberapa panglima perang dari pihak kaum Muslim. Kemenanganpun diraih pada masa kepemimpinan Khalif4h Umar bin Khattab pada tahun 638 M.
Sayang, kemengan itu tidak dibiarkan bertahan. Serangan demi serangan datang bertubi-tubi. Tubuh kaum Muslim diserang dari luar dan dalam. Hingga pada akhir masa kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II, kepala negara Kekhilafahan yang terakhir, yakni Khilafa4h Utsmaniyah yang secara resmi dihapuskan pada tahun 1924 M. Maka sejak itu, tanah Palestin4 bukan saja sejengkal, tapi sebagian besarnya telah dirampok tanpa kemudian mereka harus membayar dengan harga yang mahal.
Ketiga, aspek politik. Apa yang terjadi di Palestin4 tidak bisa dilepaskan dari penjajahan negara-negara Barat terutama Inggris dan Amerika Serikat sebagai negara adidaya. Zionis Yahudi memiliki tempat ditanah Palestin4 tentu karena peran dari Inggris melalui Deklarasi Balfour. Keinginan negara-negara Barat untuk mendirikan negara Isr4el diatas tanah Palestin4 adalah untuk menciptakan kekacauan di Timur Tengah. Dengan begitu, perhatian umat dalam memperjuangkan kebangkitan akan terpecah. Karena Barat mengalami ketakutan akan kebangkitan Islam dalam sebuah institusi negara akan tegak di Timur Tengah.
Kemerdekaan Hakiki
Ketika memandang permasalahan Palestin4 sebatas permasalahan kemanusiaan, maka wajar jika solusi yang disodorkan juga solusi kemanusiaan, yakni Palestin4-Isr4el sama-sama merdeka. Sebagai seorang Muslim yang sadar betul terkait status tanah Palestin4 sebagai tanah wakaf, tentu akan menolak usulan dua negara tersebut.
Inilah kemudian yang diharapkan negara-negara Barat penjajah, bahwa apa yang terjadi di P4lestina dianggap sebatas konflik kemanusiaan. Apalagi ditambah adanya gerakan Global Sumud Flotila (GSF) yang memang diinisiasi oleh orang-orang non-Muslim. Meskipun sebenarnya itu adalah cara membuka mata dunia, tapi justru mengaburkan pandangan orang-orang Muslim sendiri terkait permasalahan P4lestina. Orang-orang Muslim justru akan menggap bahwa yang berkewajiban menolong Palestin4 adalah mereka yang dekat secara geografis. Padahal antara Muslim satu dengan Muslim yang lain memiliki ikatan yang lebih dekat dari ikatan darah, yakni ikatan akidah.
Rasulullah shallallahu alaihi bersabda:
"Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Muslim No 4685)
Selama permasalahan Palestin4 dianggap sebatas masalah kemanusiaan, maka selama itu pula Palestin4 berada dalam penjajahan seperti yang terjadi selama ini. Maka sudah saatnya kita menyampaikan kepada umat, bahwa apa yang terjadi di Palestin4 adalah masalah agama. Kesadaran inilah yang ditakuti Barat, karena akan menuntut persatuan umat di bawah institusi sebuah negara Islam yang disebut khilaf4h. Dengan persatuan umat Muslim diseluruh dunia sudah mampu membuat gentar penjajah tanpa perlu mengangkat senjata.
Ini adalah fakta bahwa umat Islam pernah bersatu dalam satu kepemimpinan tunggal dan menjadi negara yang ditakuti serta unggul dalam semua aspek kehidupan. Negara seperti inilah kemudian yang akan membuat gentar penjajah Isr4el beserta antek-anteknya.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar