Opini
Al Khoziny, Tidak Sekadar Salah Struktur Bangunan Tapi Lalainya Penjagaan Negara
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Ambruknya pondok pesantren empat lantai di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, membuat publik terbelalak. Santri dan berbagai elemen pondok yang tengah menjalankan salat Ashar berjamaah di mushola pondok, tetiba dikejutkan dengan suara aneh. Tidak berapa lama, bangunan pun ambruk. Sontak, para santri pun panik. Tidak sedikit yang tertimpa dan tertimbun puing reruntuhan.
Buruknya Konsep Bangunan
Data Basarnas menyebutkan terdapat 66 orang tewas per Senin malam (6/10), diantaranya ditemukan body part (bagian tubuh). Sejak awal kejadian, dilaporkan terdapat 104 orang berhasil selamat dan 66 orang tewas (detiknews.com, 7-10-2025).
Sebagaimana telah diketahui, bangunan pondok pesantren Al Khoziny ambruk pada Senin 29 September 2025 lalu pada saat solat Ashar berjamaah. Berbagai spekulasi mewarnai kejadian tersebut. Struktur bangunan disebut sebagai inti permasalahan ambruknya bangunan. Kasus ini pun menuai sorotan para pakar. Salah satunya pakar Teknik Sipil Struktur Bangunan ITS (Institut Teknologi Sepuluh November), Mudji Irmawan. Mudji menyebutkan struktur bangunan dalam keadaan labil (detiknews.com, 6-10-2025).
Rencana pembangunan berawal hanya untuk satu lantai. Namun seiring berjalannya waktu, lantai-lantai atas dibangun tanpa perhitungan dan konsep yang jelas. Pembangunan pun menyalahi prosedur teknis yang seharusnya dijaga sejak awal. Sayangnya, prosedur ini diabaikan begitu saja. Ahli teknik terkhusus konstruksi bangunan mestinya menjadi sumber rujukan dalam pembangunan. Akan tetapi, bangunan Al Khoziny dibangun asal-asalan. Malahan, ditemukan laporan bahwa pengecoran dilakukan para santri yang disanksi karena melanggar aturan pondok pesantren.
Berkaca dari kasus tersebut, Menteri Agama, Nasaruddin Umar akan melakukan evaluasi rumah ibadah dan bangunan pondok pesantren (kompas.com, 2-10-2025). Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk mitigasi agar peristiwa serupa tidak terulang. Nasaruddin Umar pun menambahkan bahwa bangunan pondok pesantren wajib memenuhi kaidah pembangunan yang ideal baik perencanaan maupun struktur bangunannya.
Bangunan pondok pesantren yang ambruk disinyalir karena konstruksi bangunan yang tidak sesuai prosedur serta melalaikan teknis pengawasan. Tidak hanya itu, pembangunan yang hanya mengantongi dana terbatas pun disebut sebagai kendala pembangunan. Pondok pesantren Al Khoziny hanya memiliki sumber dana dari para wali santri dan donatur yang serba terbatas. Alhasil, pembangunan hanya diupayakan sebisanya saja tanpa memperhatikan prosedur dan struktur bangunan.
Dalam hal ini tampaklah negara telah lepas tangan dalam menjamin keamanan bangunan fasilitas umum, terlebih dalam hal ini fasilitas pendidikan. Mestinya negara mampu memfokuskan pembangunan secara optimal pada fasilitas publik. Namun sayang, fakta yang terjadi jauh dari ekspektasi. Sebaliknya, negara hanya disibukkan dengan program-program yang hanya menggenjot fasilitas-fasilitas pemerintahan. Sementara fasilitas publik, dalam hal ini fasilitas pendidikan, terabaikan. Semua dilakukan demi membentuk pencitraan. Bukan untuk tujuan pelayanan dan penjagaan.
Betapa buruknya sistem yang kini diadopsi. Konsepnya jauh dari amanah. Segala bentuk layanan rakyat dilalaikan. Sedangkan di sisi lain, pemborosan anggaran justru terus terjadi tanpa pengawasan.
Inilah sistem kapitalisme sekularistik yang menjadikan keuntungan materi sebagai satu-satunya tujuan. Nasib rakyat kian tersisihkan dalam tatanan yang rusak.
Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, negara merupakan satu wadah yang wajib menjamin dan menjaga kebutuhan setiap individu warga negaranya. Salah satunya kebutuhan pendidikan yang layak termasuk penyediaan fasilitas pendidikan yang aman, nyaman dan berkualitas sehingga mampu mengoptimalkan proses edukasi.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya."
(HR. Al Bukhori).
Pemimpin adalah penjaga yang wajib amanah mengurusi setiap urusan rakyatnya.
Menyoal fasilitas pendidikan, negara wajib hadir dengan menyiapkan anggaran khusus. Dalam Islam, anggaran untuk fasilitas pendidikan diposkan dalam Baitul Maal. Baitul Maal bersumber dari berbagai pos antara lain, jizyah, fa'i, kharaj, ghanimah, khumuz dan pos-pos lain yang ditetapkan hukum syarak. Dengan pendanaan yang memadai dan tata kelola yang amanah, fasilitas pendidikan dijamin aman, nyaman dan mampu mendukung proses pendidikan dengan optimal.
Semua konsep ini hanya mampu diterapkan dalam tatanan sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menjaga rakyatnya dengan sempurna. Sistem ini pun tidak membedakan antara sekolah negeri atau swasta. Semua lembaga pendidikan memperoleh fasilitas yang sama. Tujuannya hanya satu yakni melayani pendidikan umat secara optimal.
Pada masa kejayaan Islam, saat khilafah memegang peradaban, lembaga-lembaga pendidikan menjadi salah satu fokus dalam pembangunan infrastruktur. Salah satunya bangunan Universitas Al Azhar yang masih kokoh berdiri hingga kini. Al Azhar didirikan pada masa Kekhilafahan Fatimiyyah. Bangunan kokoh ini berdiri sejak 970 M. Bangunan ini memiliki ciri bangunan yang khas terbuat dari batu kapur dan batu bata besar yang disusun kokoh dengan adukan kapur. Dindingnya yang tebal dan tinggi dibangun dengan konsep khas bangunan Timur Tengah yang melindungi ruangan dari teriknya matahari dan badai pasir. Tim arsitektur yang handal menjadi salah satu kekuatan yang menjamin kokohnya bangunan Al Azhar, pusat pendidikan dan pusat peradaban Islam yang tidak lekang oleh waktu.
Sempurnanya pengaturan dalam dekapan sistem Islam. Hanya dengannya, tujuan pendidikan terjaga dalam tatanan sistem yang bijaksana.
Wallahu alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar