Opini
Solusi Islam Mengatur Ketersediaan Beras
Oleh: Asti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Beras, si kecil mungil ini telah lama menjadi makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Saat ini, harga beras di pasaran masih terpantau tinggi. Karena tingginya konsumsi beras, maka otomatis setiap terjadi kenaikan harga beras akan berpengaruh signifikan bagi perekonomian masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. Sayangnya, fenomena kenaikan harga beras seperti ini terus berulang. Ironisnya,stok beras melimpah di gudang Bulog. Per 24 Agustus 2025 stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang telah dikuasai Bulog mencapai 3.91 juta ton. Selain stok CBP, stok komersial mencapai 8.950 ton. Dengan begitu, total stok beras bulog sebanyak 3.92 juta ton (ekonomi.bisnis.com, 25 Agustus 2025).
Menyikapi harga beras yang masih tinggi di 214 kabupaten/kota, pemerintah berupaya meredam hal itu dengan membanjiri masyarakat dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga bansos beras 10 kg di pasar. Penyaluran beras SPHP akan dilakukan melalui berbagai chanel seperti pasar tradisional, pasar modern, outlet Perum Bulog, outlet binaan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, BUMN pangan, Gerakan Pangan Murah (GPM), serta Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Sayangnya, upaya ini tidak benar-benar dapat menyelesaikan masalah tingginya harga beras. Di sisi lain, bantuan pangan beras terancam dihapuskan karena anggarannya dialihkan ke beras SPHP. Rakyat miskin diarahkan untuk beli beras SPHP dan tidak mendapatkan bantuan beras gratis seperti selama ini. Sayangnya, kualitas beras SPHP banyak dikeluhkan masyarakat dan pedagang. Di pasar tradisional misalnya, pedagang enggan menjual beras SPHP karena dinilai tidak praktis dalam hal administrasinya.
Langkah stabilisasi harga beras dengan bertumpu pada beras SPHP tidak akan benar-benar menyelesaikan masalah. Persoalan harga beras bukan hanya terkait perkara perkara teknis, tetapi bersifat sistemis. Hal ini terkait dengan tata kelola perberasan nasional dari hulu hingga hilir. Dari sisi produksi misalnya, swasembada beras hanya sebatas mimpi. Selama ini, produksi beras dalam negeri masih fluktuatif karena proses pertanian yang dominan masih dilakukan secara manual, belum menggunakan teknologi untuk mengoptimalkan hasil panen. Hal ini dikarenakan tidak ada dukungan dari kebijakan negara, terlihat dari sedikitnya subsidi bagi petani. Bersamaan dengan itu masyarakat dibebani dengan pajak PBB yang tinggi. Ada pula praktek alih fungsi lahan yang masif karena kebijakan pembangunan negara yang liberal. Untuk menutupi kekurangan pasokan beras di lapangan, biasanya pemerintah melakukan impor dari luar negeri.
Dari sisi distribusi, negara abai mengawasi rantai distribusi yang sangat panjang saat ini. Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian mengatakan bahwa selama ini faktor penentu harga beras adalah swasta karena 90% persediaan beras di dalam negeri dikuasai oleh swasta. Sedangkan pemerintah hanya menguasai sekitar 10% dari total stok sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pasar (ekonomi.bisnis.com, 31 Mei 2025).
Praktek oligopoli menjadikan harga beras fluktuatif mengikuti permainan harga swasta. Saat terjadi kenaikan harga dan kekurangan stok di pasar, biasanya pemerintah baru akan mengeluarkan cadangan stok di gudang bulog. Kalau harga sudah turun, beras akan kembali menumpuk di gudang. Penumpukan stok di gudang ini seringkali berakibat pada penurunan kualitas beras. Dari sini bisa terlihat bahwa negara tidak benar-benar menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. Hal ini berbeda dengan negara yang menerapkan syariat Islam.
Islam adalah agama yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw. telah memiliki aturan yang sempurna untuk menyelesaikan setiap masalah kehidupan, termasuk dalam tata kelola pangan. Islam memandang bahwasanya imam adalah raa'in. Imam wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat), bukan hanya stok di gudang atau pasar. Negara Islam akan benar memastikan persediaan makanan pokok mencukupi kebutuhan dalam negeri serta kondisi darurat. Pemerintah akan melakukan ekstensifikasi lahan (kebolehan menghidupkan tanah mati) dan intensifikasi pertanian ( penggunaan varietas bibit unggul, pupuk, pestisida aman, dll), membangun infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, jalan, dll), serta mengedukasi petani terkait tata cara pertanian yang efektif, membangun industri penghasil pertanian dan pengolah hasil panen, serta memberikan modal bagi petani saat petani kekurangan.
Khilafah juga akan membenahi jalur distribusi pangan dari hulu hingga hilir dan memastikan tidak ada praktik yang haram dan merusak distribusi, seperti monopoli, penimbunan, mafia pangan, dll. Swasta boleh terlibat dalam perdagangan pangan tetapi dijaga agar tidak sampai mendominasi pasar. Pemerintah juga tidak akan menetapkan harga eceran tertinggi karena bertentangan dengan syariat. Polemik harga beras ini hanya akan selesai jika diselesaikan secara sistematis dan hal itu hanya bisa dilakukan jika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan.
Wallahu a’alam bi showab.
Via
Opini
Posting Komentar