Opini
Dari Kursi Kekuasaan ke Jalanan: Suara Rakyat Melawan Ketidakadilan Penguasa
Oleh: Siti Maimunah, S.Pd.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Ketidakadilan di negeri ini bukan sekadar isu atau wacana belaka, melainkan kenyataan pahit yang dirasakan langsung oleh rakyat. Berbagai kebijakan yang lahir dari kursi kekuasaan sering kali tidak berpihak kepada rakyat kecil. Alih-alih menghadirkan keadilan sosial, kebijakan tersebut justru menambah beban hidup masyarakat dan bahkan memperlebar jurang kesenjangan.
Dilansir dari BBCIndonesia.com (28-8-2025), ribuan buruh mendatangi gedung DPR dalam aksi yang digagas Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja. Mereka menuntut kenaikan upah minimum, menolak PHK, serta penghapusan sistem outsourcing. Dalam aksi tersebut, mereka mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan, RUU Perampasan Aset, dan meminta DPR merevisi UU Pemilihan Umum.
Relasi penguasa dengan rakyat di Indonesia semakin memanas dengan berbagai kebijakan baru yang diluncurkan para penguasa. Aksi massa dipicu oleh kebijakan pemerintah menaikkan PBB di Pati hingga 250%, bahkan di Cirebon kenaikannya mencapai 1.000%. Situasi diperparah dengan pembahasan RAPBN dan penambahan tunjangan DPR yang dipandang semakin tidak adil bagi rakyat (MuslimahNews, 04-09-2025).
Pajak terus dinaikkan, harga kebutuhan pokok melambung tinggi, sementara gaji pejabat justru bertambah. Ini adalah potret nyata sistem kapitalisme dalam memimpin, di mana para penguasa semakin dimanjakan oleh fasilitas negara. Hukum pun tak jarang berjalan pincang: tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Bagaimana tidak? Koruptor dengan kerugian miliaran bisa mendapat keringanan hukuman, sedangkan rakyat kecil kerap dihukum berat karena kesalahan sepele.
Ketidakadilan inilah yang akhirnya membuat suara rakyat bergema. Dari jalanan, mereka bersuara lantang menunjukkan penderitaan yang diabaikan. Demonstrasi, aksi solidaritas, dan gerakan sosial muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang menindas. Sebab, ketika pintu aspirasi di kursi kekuasaan ditutup, maka jalanan menjadi mimbar terakhir untuk menyampaikan suara derita. Hal ini menunjukkan rakyat sudah muak dengan sistem sekuler-kapitalis yang menindas.
Suara dari Jalanan
Pada akhirnya, ketidakadilan bukan hanya masalah politik, melainkan juga krisis moral para pejabat negara yang mengikis kepercayaan rakyat terhadap penguasa.
Sangat miris! Demonstrasi semakin meluas dan memanas hingga menimbulkan banyak korban. Salah satunya, seorang pengemudi ojek online tewas ditabrak kendaraan taktis polisi (barakuda). Dalam lima hari aksi, terjadi penyitaan, pembakaran gedung pemerintah di Makassar, Bandung, dan berbagai wilayah lainnya. Setidaknya 10 orang tewas, lebih dari 1.000 luka-luka, dan 3.000 lebih ditahan (Reuters.com, 04-09-2025).
Menyampaikan Aspirasi dalam Islam
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, aspirasi rakyat kepada pemimpin adalah sesuatu yang penting. Islam tidak melarang, bahkan menganjurkan umatnya untuk mengingatkan pemimpin ketika ada kebijakan yang salah atau menzalimi rakyat. Namun, Islam juga memberikan tuntunan agar penyampaian aspirasi dilakukan dengan adab dan hikmah.
Islam sangat menempatkan perlindungan terhadap kaum tertindas. Rasulullah saw. bersabda:
“Hukum harus ringan dan memihak kepada yang lemah.” (HR. Abu Dawud)
1. Musyawarah (Syura)
Islam mengajarkan penyelesaian masalah dengan musyawarah. Allah SWT berfirman:
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menjelaskan bahwa rakyat berhak menyampaikan kritik, masukan, dan pendapat agar pemimpin tidak berjalan sendiri.
2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar menuntun setiap muslim menyampaikan kritik dengan akhlak baik, penuh hikmah, mengedepankan kebenaran, dan menghindari fitnah maupun kekerasan. Menyampaikan aspirasi termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar. Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa jika ada kebijakan yang menzalimi rakyat, umat Islam boleh bahkan wajib mengingatkan pemimpinnya.
3. Menyampaikan Kebenaran kepada Penguasa
Menyampaikan aspirasi kepada pemerintah bukanlah tindakan makar, tetapi bagian dari jihad mulia jika dilakukan dengan niat menegakkan kebenaran.
Rasulullah saw. bersabda:
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Sahabat Abu Bakar r.a. juga berkata di awal kekhalifahannya:
“Jika aku benar, bantulah aku. Jika aku salah, luruskan aku.”
Ini menunjukkan bahwa kritik rakyat kepada pemimpin adalah hal yang wajar dalam Islam.
4. Cara yang Santun dan Hikmah
Menyampaikan aspirasi kepada pemimpin juga harus dilakukan dengan cara santun, bukan dengan hujatan apalagi kekerasan.
Allah berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik.” (TQS. An-Nahl: 125)
Dalam Daulah Islam (Khilafah), menyampaikan aspirasi kepada pemimpin merupakan bagian dari ibadah dan tanggung jawab umat. Rakyat bukan sekadar pengikut pasif, melainkan pengawas yang mengingatkan pemimpin agar tetap adil dan amanah.
Via
Opini
Posting Komentar