Opini
Sekolah Rakyat, Kebijakan Populis Atasi Kemiskinan
Oleh: Lisa Herlina
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Lagi ramai membahas terkait Sekolah Rakyat. Sekolah yang di gagas oleh Presiden Prabowo ditujukan untuk warga yang memenuhi syarat yaitu dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Konsepnya sekolah asrama dan tujuannya agar mampu memberi akses pendidikan yang lebih berkualitas dan meluas. Juga agar memutus mata rantai kemiskinan. Semuanya dibagikan secara gratis.
Agus Jabo Priyoni selaku Wakil Menteri Sosial (Wamensos) memastikan seluruh kebutuhan siswa di Sekolah Rakyat terpenuhi. Sebagai langkah agar peserta didik bisa fokus belajar. Hal itu di ungkapkannya saat mengunjungi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 15 Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19-7-2025). Pada kesempatan yang sama ia berkeliling untuk memastikan kebutuhan para siswa dan siswi terpenuhi (DetikCom, 20-7-2025).
Sekolah Rakyat (SR) ini akan menampung kurang lebih 20.000 siswa. Sebanyak 100 lokasi akan dibangun termasuk di pulau Sumatera (22), di Sulawesi (15), di Bali (4), di Nusa Tenggara (4), Kalimantan (4), Maluku (4), Papua (3). Jika dibandingkan dengan seluruh jumlah anak yang tidak mampu dan butuh pendidikan gratis serta berkualitas maka jumlah tersebut sangat kurang.
Kemudian, kurikulum yang dipakai berbasis kapitalisme sekuler. Di mana mengacu pada mata pelajaran formal yang beberapa menambahkan materi khusus untuk menekankan nasionalisme, keterampilan, kepemimpinan dan karakter sesuai kebutuhan siswa. Menumbuhsuburkan ideologi yang asasnya bukan dari Islam. Belum lagi fakta di lapangan, SR merugikan hak sebagian rakyat. Misalnya di Bandung, ruang belajar Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A berkurang menjadi 3 ruangan dari 4 ruangan. Padahal ruangan tersebut masih dibutuhkan dalam proses belajar mengajar di SLB tersebut.
Program Sekolah Rakyat ini hanyalah upaya tambal sulam negara dalam menyelesaikan problem dalam hal akses pendidikan. Apalagi masuk ke dalam ranah memutus mata rantai kemiskinan. Tidak menyentuh akar persoalannya. Pasalnya kurikulum pendidikan hari ini yang notebene berganti setiap tahun ibarat ‘isuk dele sore tempe’, maka dipastikan tak akan menyelaraskan tujuan pemerintah. Penting untuk meninjau secara mendalam hakikat pendidikan yang diterapkan sistem hari ini, yang tak berasaskan pada pemikiran dan kepribadian Islam. Maka akan sulit membentuk pribadi menjadi seorang yang bertakwa, berilmu, dan berinovasi dalam dunia kerja karena Allah.
Belum lagi jaminan hak (akses) pendidikan yang sudah dituang dalam beberapa peraturan. Contohnya pasal 31 UUD 45 ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pemerintah bahkan wajib membiayainya. Kemudian Pasal 7 ayat 2 RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 menegaskan bahwa negara Indonesia wajib mengenyam pendidikan dasar selama 10 tahun dan pendidikan menengah 3 tahun. Justru negara tampak tidak mampu merealisasikan aturan yang dibuatnya sendiri.
Sementara pengawasan juga harus diperhatikan, jangan sampai anggaran yang ada dipangkas sebab sistemnya memang memungkinkan untuk oknum nakal mengambil peran. Sebut saja seperti karut-marutnya program MBG yang sangat rentan untuk dicurangi dari anggaran 15 ribu per porsi menjadi 8 ribu per porsi.
Dalam Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk pendidikan. Negara juga harus memudahkan rakyatnya untuk mendapatkan hak-haknya. Salah satunya dengan konsep pendidikan bebas biaya.
Dalam Islam juga politik artinya mengurus urusan umat. Bukan mencari manfaat semata, hilang manfaat hilanglah kawan. Hilang kepentingan hilang juga lawan. Maka politik pemerintahan dalam hal pendidikan tidak mengabaikan atau memberi kesempatan pihak lain untuk menarik keuntungan dari pelayanan urusan umat. Negara mengelola harta kepemilikan umum untuk kepentingan rakyat. Termasuk dana yang dianggarkan untuk SR sangat tidak mungkin untuk dicurangi sebab peruntukannya bagi umat. Kemiskinan harus menjadi perhatian penting pemerintah. Negeri yang kaya akan sumber daya alam harusnya memberi kesejahteraan bagi rakyatnya.
Kemudian ketika bicara kurikulum hanya ada satu kurikulum yang berlaku di seluruh negara. Bertujuan bukan hanya membentuk kepribadian Islam, memahami tsaqofah Islam tetapi juga bermacam ilmu dan teknologi untuk menguasai kehidupan. Rakyat mendapatkan hak yang sama. Tak pandang strata sosial. Semua berkesempatan menjadi manusia unggul di berbagai bidang.
Maka ‘rule of model’ kehidupan seperti ini sudah ada sejak kepemimpinan Rasulullah di bawah panji Islam. Di sana aturan Islam menjadi sistemnya. Hingga tercetak para ilmuwan dan ulama serta menguasai 2/3 belahan dunia.
Sudah saatnya kita mengembalikan kembali kejayaan Islam agar kemiskinan dan rusaknya pendidikan kita berganti dengan kemuliaan. Kita pun selamat sebab khilafah menjadi sistem dalam menyelesaikan problematika kehidupan.
Wallahu a'lam bisshowab.
Via
Opini
Posting Komentar