Opini
Penghianatan atas Tanah Quds
Oleh: Yuli Maryam
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Terhitung sejak 1947, Palestina sebagai negara yang memiliki otoritas penuh atas tanah 3 agama samawi mengalami penghianatan demi pengkhianatan. Zionis berbondong-bondong mengemis hidup di sudut tanah suci itu, lantas membuat ulah dengan mengakui tanah Quds adalah miliknya dengan mengatasnamakan kalam Tuhan sebagai tanah yang dijanjikan. Berbagai bentuk penindasan, perampasan, pengusiran, pembunuhan tidak lagi terhitung jumlahnya, dan saat ini Palestina dalam bencana pelaparan, sebuah genosida yang tersistem.
Pasukan kera sudah kehabisan akal dan cara untuk menaklukkan pasukan perlawanan yang syahid satu persatu, iman membawa mereka dengan gagah menghadap Tuhannya.
Di sisi lain, pengkhianatan dari pemimpin-pemimpin munafik yang berada di sekitar Palestina, hanya diam seribu bahasa, tangan dan kaki mereka terbelenggu rantai kekuasaan, hingga tak ada iba meski darah saudaranya mengalir di depan mata.
Perjanjian Abraham Accords yang ditandatangani pada tahun 2020 adalah wujud nyata penghianatan pemimpin-pemimpin negeri Arab dengan menormalisasi hubungan negara-negara Arab dan muslim dengan entitas Zionis dan pelemahan terhadap perlawanan mujahidin. Yang lebih miris lagi hal tersebut terjadi di saat Gaza dalam genosida, rudal dan bom diledakkan di mana-mana, di perkampungan, pasar, sekolah bahkan rumah sakit, tangan penjajah penuh darah kaum muslim Gaza.
Perlawanan demi perlawanan dari tahun ke tahun dilakukan ribuan mujahidin dan pecahnya badai Al Aqsa pada tanggal 7 Oktober 2023 dinyatakan sebagai faktor kesengajaan zionis untuk memancing keluar para mujahidin serta membenarkan tindakan serangan terhadap kaum muslim secara masif oleh penjajahan laknatullah (Sindo News. 1 Agustus 2025).
Dalam Konferensi PBB di Amerika Serikat, negara-negara Arab dan muslim lainnya termasuk Arab Saudi, Qatar dan Mesir untuk pertama kalinya resmi mendesak Hamas untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan atas Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina (31 Juli 2025, CNBC Indonesia).
Korban yang mencapai 60.430 jiwa dan 148.722 luka- luka, sebagian besarnya adalah perempuan dan anak-anak, itu pun belum bisa membuka mata dunia bahkan penguasa muslim ibarat buta dan tuli atas realita Gaza. Semua mulut dibungkam penguasa tirani, bahkan seorang imam besar Al Azhar diminta untuk mencabut pernyataannya tentang Zionislah yang menyebabkan kelaparan di Gaza dengan menahan bantuan kemanusiaan dan berdalih agar tidak disalahgunakan oleh Hamas.
Palestina, Tanah Kharajiyah
Palestina yang merupakan bagian dari tanah Syam adalah tanah yang dibebaskan sejak penaklukan di masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq pada perang Ajnadin di bawah komando Amru bin Al Ash berlanjut ke Khalifah Umar Bin Khattab, meski beberapa wilayah ada yang ditaklukkan tanpa pertumpahan darah seperti Libanon, namun sebagian besar lainnya adalah tanah yang ditaklukkan dengan paksa atau dengan peperangan yang kemudian disebut dengan tanah Kharajiyah, kepemilikannya di nisbatkan pada kaum muslim, dengan demikian Palestina adalah milik kaum muslim.
Bahkan ketika Bilal bin Rabbah, Abdurrahman bin Auf dan juga Az Zubair meminta untuk membagi tanah Syam sebagai ghanimah atau harta rampasan perang, Umar menolak dan memberikan alasan jika tanah-tanah tersebut dibagi kepada pasukan yang ikut berperang.
Lalu bagaimana dengan kaum muslim yang lahir setelah mereka, padahal surat al-hasyr ayat 10 menyatakan: "Dan orang-orang yang datang setelah mereka", ayat ini menegaskan bahwa tanah tersebut adalah hak kaum muslim hingga hari kiamat, memilikinya berarti punya kewajiban untuk mempertahankan kepemilikan. Bahkan dalam klausul perjanjian Baitul Maqdis dengan Umar yang dikenal dengan perjanjian Umariyah dengan tegas dinyatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak boleh menetap di Baitul Maqdis dan perjanjian ini tetap berlaku hingga saat ini.
Hanya Khilafah Solusi untuk Al Quds
Islam selain sebagai agama ruhiyah juga merupakan agama siasiyah di mana Islam juga mengatur dimensi kenegaraan, batas wilayah, status tanah dan dengan siapa negera muslim boleh bekerja sama. Negera muslim akan menolak bekerja sama dengan kafir harbi fi'lan atau negeri kafir yang jelas-jelas memusuhi kaum muslimin seperti Israel dan Amerika Serikat. Bahkan perjanjian untuk kafir yang tidak memusuhi Islam pun akan tetap diwaspadai.
Muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya meski berbeda tempat, ras, suku dan budaya. Kesatuan kaum muslimin ini di firmankan oleh Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 11: "Innamal mu'minuuna ikhwah", bahwa kaum muslimin adalah satu saudara, maka jika muslim yang satu merasakan sakit, muslim yang lain akan mengobati. Jika suatu negeri mengalami penindasan, seharusnya negeri-negeri muslim yang lain mengirimkan pasukan untuk membebaskan.
Al muktasim Billah adalah wujud nyata seorang pemimpin muslim yang begitu peduli terhadap nyawa saudara muslim meski tidak di dalam kekuasaannya. Tertulis dalam sejarah pembebasan kota Amuria Romawi hanya karena satu teriakan seorang wanita yang dilecehkan oleh orang Romawi, yang meminta tolong hingga teriakan itu sampai ke telinga Muktasim Billah di Mesir, serta merta Khalifah Muktasim Billah mengirimkan pasukan yang kepalanya berada di Amuria sedangkan ekornya berada di Mesir.
Hal serupa juga dilakukan oleh Sultan Abdul Majid II yang mempertahankan tanah Palestina dari Theodore Herzl yang hendak membeli tanah Palestina untuk orang-orang Yahudi. Dengan tegas Beliau mengatakan Palestina adalah milik kaum muslimin dan sampai kiamat pun dia tidak akan menjualnya kepada siapapun. Beginilah gambaran pemimpin yang seharusnya memiliki keberanian, karena kedudukannya tidak hanya sebagai aain atau pemimpin umat tetapi juga sebagai junnah atau perisai bagi umat karena umat berlindung di belakangnya.
Namun pemimpin yang demikian tidak akan pernah ditemukan ketika kaum muslim masih tersekat-sekat nasionalisme, di mana setiap kebijakan terbentur dengan batas teritorial, sehingga muslim yang jumlahnya mencapai 1 milyar lebih tidak mampu membebaskan Palestina dari Zionis yang hanya 7 juta orang.
Kesatuan kaum muslim dalam bingkai Khilafah adalah sebuah keharusan, karena hanya Khalifah yang mampu mengomando pasukan secara besar-besaran untuk berjihad membebaskan Palestina. Tanpa kesatuan kaum muslim dan tanpa komando seorang Khalifah jihad hanya akan bisa dilakukan oleh individu dan kelompok, yang jelas kekalahannya, Negara hanya bisa dilawan oleh negara, dan sistem hanya akan bisa dilawan dengan sistem. Jika saat ini dunia di bawah kepemimpinan sistem kapitalis maka tandingannya adalah Islam. Mari bersatu untuk menegakkan syariat Islam dalam sistem Khilafah ala minhajin nubuwwah.
Wallahualam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar