Motivasi
Menimbang-nimbang dalam Dakwah
Oleh: Asma Sulistiawati
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dalam aktivitas dakwah, tidak sedikit kita menemui fase di mana hati menjadi ragu, langkah terasa berat, dan semangat mulai meredup. Padahal, sebelumnya kita sangat antusias menyampaikan nilai-nilai kebaikan. Namun, perlahan semangat itu mengendur, bukan karena kelelahan fisik atau kehilangan arah, melainkan karena terlalu sering menimbang-nimbang.
“Aku takut mereka merasa tersinggung kalau aku menasihati.”
“Bagaimana jika mereka menjauhiku setelah itu?”
“Nanti dibilang sok suci, padahal aku juga masih banyak kekurangan.”
“Kalau terlalu aktif bicara soal Islam, bisa-bisa dicap fanatik.”
“Aku lelah, hidup sudah terlalu sibuk masihkah harus memikirkan dakwah?”
Semua alasan itu terdengar logis dan manusiawi. Tapi bila kita gali lebih dalam, seringkali itu hanyalah wujud dari rasa takut dan keengganan untuk memikul amanah besar. Kita lupa bahwa Allah telah memberi kita tugas untuk menyampaikan kebenaran, bukan membungkamnya.
Surah Al-‘Ashr menyampaikan pesan mendalam bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Artinya, keimanan sejati tidak berhenti pada ibadah individu. Ia harus diteruskan dengan upaya mengingatkan dan mengajak orang lain pada jalan yang benar. Tanpa ini, kita terancam menjadi bagian dari orang-orang yang merugi.
Bayangkan seandainya Rasulullah ï·º dulu ragu mengambil langkah pertama, terlalu berhitung dengan risiko sosial, takut kehilangan relasi atau takut ditolak oleh masyarakat. Mungkin Islam tidak akan pernah sampai ke pelosok dunia. Namun, beliau tetap berdiri kokoh meski dicaci, disakiti, dikucilkan, bahkan diancam. Sebab beliau sadar, menyampaikan risalah adalah bagian dari pengabdian kepada Allah, bukan demi pencitraan atau popularitas.
Realitanya, dakwah memang penuh tantangan. Tak semua orang menerima ajakan dengan tangan terbuka. Bisa jadi niat baik kita dianggap menggurui, sikap kita dipandang aneh, atau bahkan konten kebaikan yang kita sebar diabaikan begitu saja. Tapi tugas kita bukan membuat orang berubah, melainkan mengajak dan menyampaikan. Hidayah adalah hak prerogatif Allah.
Coba lihat bagaimana Nabi Musa diutus kepada Fir’aun dengan pesan yang lembut, dan bagaimana Nabi Ibrahim bersikap tegas terhadap penyembahan berhala. Keduanya menunjukkan bahwa dakwah memiliki banyak corak, namun selalu berangkat dari cinta kepada manusia agar mereka selamat dari kesesatan.
Hari ini, mungkin kita terlalu sibuk memikirkan penilaian manusia. Kita takut dianggap aneh di lingkungan kerja jika bicara soal Islam. Kita merasa risih jika unggahan kita tentang nasihat tidak mendapat banyak dukungan. Tapi lihatlah para sahabat dahulu seperti Bilal bin Rabah disiksa tanpa henti demi mempertahankan keimanan. Mus’ab bin Umair rela kehilangan kemewahan hidup demi menyebarkan Islam ke Madinah. Sumayyah binti Khayyat menjadi syuhada pertama karena kalimat tauhid yang ia jaga.
Sedangkan kita? Baru kehilangan beberapa followers, sudah menghapus konten dakwah. Baru satu dua orang menjauh, sudah menyerah.
Padahal Allah telah berfirman:
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal saleh, dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?’” (TQS. Fussilat: 33)
Ayat ini menegaskan bahwa sebaik-baik ucapan adalah seruan kepada Allah. Bukan sekadar diam, bukan sibuk memperbaiki diri sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.
Dakwah tidak selalu membutuhkan gelar atau ahli dalil. Yang terpenting adalah kejujuran dan keberanian menyampaikan kebenaran, meskipun hanya satu ayat. Dakwah bukan sekadar kegiatan rutin, tetapi bukti cinta dan kepedulian pada sesama.
Jika hari ini kamu merasa bimbang, terlalu lama menunda, terlalu sibuk menimbang akibat sosial, ingatlah: waktu terus berjalan. Mungkin detik ini adalah kesempatan terakhir seseorang menerima nasihatmu. Mungkin karena kamu diam hari ini, seseorang kehilangan jalan kembali.
Jangan tunggu sampai semua nyaman. Jangan tunggu sampai kamu siap sempurna. Dakwah tidak butuh kesempurnaan, ia hanya menuntut ketulusan dan tekad untuk mengajak kepada jalan Allah. Allah akan memudahkan, jika niat kita lurus.
Langkah kecilmu hari ini mengajak teman shalat, membagikan pesan nasihat, menghadiahkan buku islami, atau menyisipkan nilai kebaikan dalam percakapan ringan mungkin menjadi kunci hidayah bagi seseorang. Maka teruslah melangkah. Jangan menunda. Jangan ragu. Karena dakwah tidak menunggu kesiapan penuh, tetapi menguji keikhlasan dan keberanian di tengah keraguan.
Wallahu a'lam.
Via
Motivasi
Posting Komentar