Nafsiyah
Iman, Ilmu, dan Amal
Oleh: Umi Hanifah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Iman, ilmu, dan amal/dakwah adalah kesatuan yang utuh. Iman tanpa ilmu, bisa jatuh pada kemusyrikan dan mudah goyah bahkan hilang ketika menghadapi kesulitan. Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tidak berbuah, tiada berguna. Amal tanpa iman dan ilmu akan menjerumuskan pelakunya pada kesalahan dan kehinaan.
Iman bagaikan akar, jika akar kokoh maka pohon tumbuh dengan sehat. Batang, cabang, dan ranting kuat, daunnya lebat, dan menghasilkan buah yang sehat lagi manis rasanya.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,” (TQS Ibrahim 24).
Kalimat yang baik adalah iman. Iman yang kokoh di dapat dari jalan akal atau proses berpikir, bukan karena keturunan. Berpikir tentang ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah di sekitar kita, akan menghantarkan keimanan yang benar. Bahwa semuanya bersifat terbatas, lemah, dan membutuhkan yang lain, inilah makhluk atau ciptaan.
Ilmu bisa diibaratkan pelita, menerangi di tengah kegelapan. Ilmu akan menuntun pelakunya memahami mana kebenaran dan kesalahan. Bahkan orang yang berilmu tidak mudah dibelokkan, ia akan tahu jalan yang harus dilalui. Apalagi para penuntut ilmu dikabarkan akan diangkat derajatnya dan dimudahkan untuk masuk surga, menjadikan motivasi kuat menuntut ilmu.
Orang yang berilmu bisa dilihat dan dirasakan manfaatnya ketika ia mengamalkannya dalam kehidupan. Sabar, syukur, tawakal, berani menyampaikan kebenaran sekaligus meluruskan kesalahan, jihad, dan masih banyak lagi aktivitas yang dilandaskan ilmu melahirkan kemuliaan. Bisa di katakan, berilmu dulu sebelum beramal adalah lambang kecerdasan.
Seseorang tidak bisa di katakan imannya benar dan kuat sebelum ada ujian. Hari ini, keimanan penduduk Gaza terbukti kokoh meskipun pengusiran, pelecehan, pelaparan, penyerangan, dan pembunuhan dengan berbagai senjata hingga bom mengepung mereka.
Hari ini banyak kita dapati iman seorang muslim yang rapuh, sedikit masalah jadi depresi bahkan bunuh diri. Ilmu tidak dianggap penting dan merasa cukup dengan yang ada, akibatnya banyak melakukan kesalahan tanpa di sadari. Akibatnya banyak yang tidak tahu hukum karnaval, sound horeg, joget-joget perempuan di tengah jalan dan lainnya. Padahal aktivitas tersebut jelas dilarang dalam agama (Islam).
Jauhnya ilmu menjadikan mereka melakukan yang dilarang, dan meninggalkan yang diperintahkan. Aktivitas salat yang diwajibkan Allah dengan mudah ditinggalkan dengan berbagai alasan, sibuk bekerja, karnaval, dan lainnya. Padahal hukum meninggalkan salat dengan sengaja adalah dosa besar.
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25).
Apalagi amal dakwah, belum di pahami sebagai kewajiban. Menyeru dan mengajak ketaatan atau dakwah seolah sebuah profesi, cukup para ustadz dan kyai di pesantren saja yang melakukannya. Padahal dakwah adalah kewajiban tiap individu muslim dengan kapasitas masing-masing, sebagaimana yang tercantum dalam Surat al-'Asr.
Meninggalkan dakwah adalah keburukan dengan konsekuensi dosa. Tanpa ada dakwah yaitu amar makruf nahi munkar, kejahatan merajalela. Pelaku dakwah yang paling efektif adalah negara. Negara dengan kekuatan hukumnya menjadikan manusia mudah tunduk dan patuh.
Namun sayang, negara dengan sistem demokrasi hari ini menjadikan kehidupan tidak dilandasi dengan iman, ilmu, apalagi amal dakwah, karena asas sistem ini adalah sekularisme. Orang taat diopinikan fanatik dan radikal, sehingga manusia menjauhi syariat Allah dan hidup sengsara.
Sebaliknya, negara yang menerapkan lslam menjadikan akidah atau iman sebagai asas kehidupan. Dengan suasana iman, masyarakat termotivasi untuk meraih ilmu sebanyak-banyaknya serta mengamalkanya. Walhasil kehidupan akan diliputi ketenangan dan kebahagiaan yang selama ini kita impikan.
Allahu a’lam.
Via
Nafsiyah
Posting Komentar