Opini
Cukup Sudah! Demokrasi Hancurkan Rakyat, Saatnya Bangun Peradaban Sesuai Syariat
Oleh: Rianti Budi Anggara
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Setiap hari rakyat disuguhi berita tentang korupsi, tunjangan besar para pejabat, harga kebutuhan pokok melambung, hingga kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan elite-elite tertentu daripada masyarakat luas. Demokrasi yang diklaim sebagai sistem terbaik ternyata tidak pernah benar-benar menghadirkan keadilan sosial. Alih-alih menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan, demokrasi justru berubah menjadi arena perebutan kekuasaan yang mahal, penuh intrik, dan sarat kepentingan segelintir pihak.
Gelombang kemarahan rakyat yang membuncah di jalanan akhir-akhir ini bukanlah tanpa alasan. Teriakan #revolusiIndonesia #BubarkanDPR #Indonesia (C)emas menjadi simbol kekecewaan rakyat atas negaranya sendiri. Mereka seringkali tampil sebagai the real beban negara. Saat rakyat berjuang membeli beras dengan harga selangit, para wakil rakyat malah sibuk menambah tunjangan hingga puluhan juta rupiah. Ironis, di tengah rakyat lapar dan pendidikan kian mahal, gedung parlemen malah jadi panggung transaksi politik dan kebijakan kontroversial di dalamnya.
Hari ini Senin (25 Agustus 2025) demonstran membuka mata rakyat, aksi nyata membuktikan sebuah konstitusi yang seharusnya dijaga oleh wakil rakyat justru dikhianati di kursi parlemen, mereka sibuk melindungi dirinya dengan fasilitas mewah ketimbang memperjuangkan nasib rakyat di bawah.
Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus (ra’in) dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Regulasi kepemimpinan yang mereka genggam hanya untuk menindas kepentingan masyarakat kecil, sementara kebijakan yang pro-oligarki melaju cepat membabi buta di depan mata. Bahkan suara rakyat di jalan dijawab dengan gas air mata dan intimidasi oleh aparat yang dibayar dengan 'pajak' yang sama-sama kita bayar ke negara. Demokrasi telah berubah menjadi alat untuk membungkam, bukan menyalurkan aspirasi rakyat.
Demokrasi yang selama ini diagung-agungkan, faktanya justru melahirkan banyak luka. Regulasi penting seperti RUU Perampasan Aset atau RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga tidak kunjung dibahas, sementara UU yang menyangkut kepentingan elite lebih mudah melaju. Bahkan, kritik rakyat kerap dijawab dengan aliansi 'menjalankan tugas', mereka yang membela hak ditembaki gas air mata yang bahkan sudah kadaluwarsa, menahan teman-teman Mahasiswa sewenang-wenang, hingga penghalangan bantuan hukum terhadap hak mereka menyuara aspirasi di negara demokrasi ini. Bukankah ini tanda nyata, bahwa demokrasi lebih sering menjadi tameng kekuasaan, bukan sarana kesejahteraan rakyat?
Berbeda dengan ratusan tahun kelam saat Islam di masa Rasulullah saw., saat Islam masih menjadi pemimpin (Khalifah) di mana kepemimpinan dibangun atas dasar panji-panji Allah Swt., Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil...” (TQS. An-Nisa: 58).
Para pemimpin Islam berlaku amanah, keadilan ditegakkan bagi siapapun, keberpihakan pada umat (rakyat), menjalankan roda pemerintahan berdasarkan aturan syariah Islam. Rasulullah sendiri mencontohkan bahwa kekuasaan bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk melayani rakyat. Tidak ada ruang bagi pejabat berfoya-foya ketika masyarakat masih kesulitan. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, kesejahteraan umat menjadi prioritas, dan pendidikan tidak dikomersialisasi. Nilai-nilai inilah yang hilang dari wajah demokrasi hari ini berupa adanya keadilan yang merata, penguasa yang amanah, serta kebijakan yang berpihak pada umat.
Cukup sudah rakyat ditipu janji manis demokrasi. Saatnya membangun kembali peradaban dengan aturan Allah secara kaffah. Islam hadir bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai solusi menyeluruh dalam politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan Islam, rakyat bukan lagi korban kebijakan, melainkan pemilik kedaulatan sejati.
Karena itu, cukup kita berharap pada demokrasi yang hanya menindas rakyat. Allah Swt. telah memerintahkan, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan...” (TQS. Al-Baqarah: 208).
Hanya dengan penerapan Islam yang kaffah, rakyat akan bisa merasakan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Via
Opini
Posting Komentar