Opini
HAN: Atasi Masalah Anak dengan Islam Bukan Solusi Tambal Sulam Kapitalisme
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
TanahRibathMedia.Com—Tanggal 23 Juli tiap tahun, feed medsos rame sama ucapan Selamat Hari Anak Nasional. Captionnya manis: “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”. Tapi, habis itu? Balik lagi ke realita, angka stunting masih belasan persen, bullying di sekolah naik turun kayak saham gorengan, kasus kekerasan anak meledak, internet anak-anak? Penuh judol dan konten 18+.
Serius deh, ini Hari Anak Nasional ke-41 lho! Udah kayak sinetron panjang yang episodenya nggak kelar-kelar. Tiap tahun bikin tema, tiap tahun bikin seremoni, tapi masalahnya nggak ilang.
Contoh, mulai dari drama Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Idenya keren, eksekusinya? Ya Allah, dari dana yang seret sampai drama keracunan massal. Bukannya anak sehat, malah ngantri di IGD. Padahal kalau mikir jangka panjang, solusi paling manjur ya bukan cuma bagi-bagi makanan gratis, tapi ngejamin orang tuanya punya pekerjaan layak biar bapaknya bisa kasih makan bergizi untuk anak dan istri.
Masalahnya? Sistem kapitalisme kita nggak kasih akses ke SDA yang melimpah. Emas, nikel, minyak, batubara, semua ludes diborong Asing, negara cuma dapet remah pajaknya.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham Iqtishadi fil Islam, mengatakan, SDA itu milik umat. Negara wajib kelola dan hasilnya buat rakyat. Bayangin kalau konsep ini jalan, nggak cuma anak yang bebas stunting, bapaknya pun bebas overthinking bayar SPP.
Ada lagi drama 50 siswa dalam satu kelas. Hah gimana gurunya nggak migren? Kebijakan Jabar masukin 50 siswa satu kelas? Serius? Itu mah bukan kelas, itu konser mini. Guru nggak lagi ngajar, tapi nge-MC. Mau ngawasin karakter anak satu-satu? Lupakan. Hasilnya? Tawuran makin marak, bullying makin sadis, moral makin tipis.
Padahal Rasulullah saw. bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Artinya, negara juga bakal ditanya nanti, “Kalian udah bener belum jaga anak-anak?” Bukan cuma ngadain lomba mewarnai pas Hari Anak Nasional.
Dilansir kemenpppa.go.id (2-7-2025), Simfoni PPA catat 15 ribu kasus kekerasan anak selama 2024 dan itu baru yang ketahuan. Yang nggak ketahuan? Banyak. Karena pelakunya sering orang dekat, seperti orang tua, pacar, tetangga. Ngeri nggak sih? Rumah yang harusnya tempat paling aman malah jadi TKP.
Allah Swt. udah wanti-wanti dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 9,
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”
Tapi kapitalisme bikin orang tua stres mikirin ekonomi, akhirnya yang jadi korban anak-anak. Sistem ini kayak muter drama toxic, miskin → stres → kekerasan → anak rusak → generasi hancur.
Cara Islam Mengatasi Masalah Anak
Kalau Islam yang jalan, masalah anak nggak selesai pake slogan, tapi pake sistem,
Pertama, menerapkan sistem ekonomi Islam. SDA yang sejatinya milik rakyat wajib dikelola negara dan hasilnya buat jamin nafkah semua keluarga. Bapak kerja layak, ibu fokus ngasuh. Anak kenyang makanan bergizi, tumbuh sehat dan tenang.
Kedua, pendidikan gratis dan berkualitas. Sekolah benar-benar difokuskan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam plus sains top. Guru nggak migren karena kelas wajar.
Ketiga, negara akan mengontrol konten, bukan cuma blokir tapi edukasi. Anak melek teknologi tanpa terjun ke jurang judol dan pornografi.
Keempat, sanksi tegas bikin jera. Pemerkosa anak? Dicambuk kalau bujang, dirajam kalau beristri. Pembunuh anak? Dikisas. (Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat).
Jangan lupa, suasana takwa di masyarakat jadi benteng alami. Orang tua, tetangga, guru, semua saling jaga.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani tegas mengatakan bahwa kerusakan generasi hanya bisa selesai jika sistem Islam diterapkan kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah.
Dalam Khilafah, anak-anak dipandang sebagai aset umat, bukan beban APBN. Negara serius jaga fisik, akal, dan ruhiyah mereka. Hasilnya? Sejarah udah buktiin, dari generasi sahabat sampai ilmuwan hebat kayak Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, mereka lahir dari sistem ini.
Oleh karena itu, seharusnya Hari Anak Nasional jangan cuma jadi momen upload foto anak pake filter lucu plus caption panjang. Tapi jadi refleksi, mau sampai kapan kita rayain tapi masalahnya tetap numpuk? Mau terus andelin solusi tambal sulam kapitalisme, atau berani ganti fondasi ke Islam kaffah?
Generasi hebat nggak lahir dari hashtag, tapi dari sistem yang bener-bener mampu melindungi mereka.
Via
Opini
Posting Komentar