FIQIH
𝐓𝐀𝐊 𝐂𝐔𝐊𝐔𝐏 𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐌𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐌𝐀𝐀𝐅 𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐊𝐄𝐋𝐔𝐀𝐑𝐆𝐀 𝐒𝐎𝐏𝐈𝐑 𝐎𝐉𝐎𝐋 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐀𝐓𝐈 𝐓𝐄𝐑𝐋𝐈𝐍𝐃𝐀𝐒
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis
TanahRibathMedia.Com—Tidak cukup hanya meminta maaf dan memberikan santunan kepada keluarga korban, pelaku pelindas sopir ojol hingga meninggal wajib dikenai hukum qishash (hukum mati karena membunuh) bila pelindasan tersebut dilakukan dengan sengaja dan keluarga korban tidak memaafkannya. Kalau keluarga korban memaafkan maka wajib bayar diyat seratus ekor unta kepada keluarga korban dengan rincian:
- 30 ekor unta betina umur 3 tahun;
- 30 ekor unta betina umur 4 tahun; dan
- 40 ekor unta bunting.
Bisa dibayar dengan rupiah dengan harga unta saat ini di Indonesia. Rata-rata yang realistis: Rp35 juta per ekor unta berdasarkan kurban kolektif (contoh unta 350 kg dijual Rp35 juta). 100 ekor berarti Rp3,5 miliar. Namun pastinya bakal lebih dari nominal tersebut karena unta betina bunting tentu saja lebih mahal.
Bisa juga dibayar dengan seribu dinar syar'i (1 dinar = 4,25 gram emas murni). Kalau 1 gram Rp1,9 juta. Maka 1000 dinar = Rp8,07 miliar.
Tentu saja yang jadi pilihan adalah dengan diyat unta atau rupiah senilai diyat unta karena jauh lebih kecil dibanding 1000 dinar.
Bagaimana kalau membunuhnya tidak sengaja? Misal, pelaku tidak tahu bahwa di depannya ada sopir ojol/orang sehingga tidak sengaja menabrak hingga korban meninggal? Tentu saja tidak kena hukum qishash tetapi wajib bayar diyat 100 ekor unta juga. Namun rinciannya berbeda, yakni:
- 20 ekor unta betina umur 1 tahun,
- 20 ekor unta betina umur 2 tahun,
- 20 ekor unta jantan umur 2 tahun,
- 20 ekor unta jantan umur 3 tahun, dan
- 20 ekor unta jantan umur 4 tahun.
Kalau dirupiahkan (dengan asumsi harganya semua sama yakni Rp35 juta) berarti Rp3,5 miliar. Boleh juga dibayar dengan 1000 dinar. Mesti enggak dipilih ya? Karena setara Rp8,07 miliar.
Itulah had dan diyat Islam yang wajib ditegakkan. Haram diganti dengan hukuman selain di atas (misal: diganti dengan penjara sekian tahun, penjara seumur hidup).
Melihat beratnya hukuman bagi pembunuh, tentu saja orang akan berpikir beribu-ribu kali sebelum melakukannya. Sehingga menimbulkan efek jera. Selain itu, penegakkan hukum sanksi dalam Islam juga sebagai penebus dosa bagi pelakunya (bila pelakunya Muslim dan ridha diberi sanksi Islam).
Hukum selain hukum Islam, mungkin saja dapat memberikan efek jera tapi mustahil menebus dosa. Bagaimana dengan hukum pidana negara Pancasila yang secara de facto merupakan peninggalan entitas penjajah kafir Belanda? Selain tidak menghapus dosa (masa iya ridha diberi sanksi hukum kufur bisa menghapus dosa?), menimbulkan efek jera pun kagak (lihat saja angka pembunuhan merajalela, bahkan tidak sedikit dilakukan oleh oknum aparat). Rugi dunia akhirat jadinya. 𝑊𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢'𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑠ℎ-𝑠ℎ𝑎𝑤𝑤𝑎𝑏.
Depok, 5 Rabiul Awal 1446 H | 29 Agustus 2025 M
Via
FIQIH
Posting Komentar