Opini
Legalisasi Kasino, Bukti Negara Salah Arah Urus Ekonomi
Oleh: Nettyhera
(Pengamat Kebijakan Publik)
TanahRibathMedia.Com—Wacana legalisasi kasino kembali mengemuka. Beberapa anggota DPR berdalih bahwa ini adalah cara cerdas menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Logika mereka adalah daripada uang judi ilegal mengalir ke kantong mafia, lebih baik dilegalkan, diawasi, dan dimanfaatkan untuk negara.
Namun, publik tentu tak bisa menerima argumen semacam itu begitu saja. Sebab melegalkan sesuatu yang jelas-jelas merusak moral, hanya demi pemasukan adalah bentuk keputusasaan negara dalam mencari solusi ekonomi. Ini bukan sekadar soal perjudian, tapi menunjukkan arah kebijakan yang salah kaprah dalam mengelola negara.
Judi, Solusi Instan yang Menghancurkan
Judi bukan sekadar hiburan atau peluang bisnis, melainkan racun sosial. Dalam banyak kasus, judi menyebabkan kecanduan, kebangkrutan, kekerasan rumah tangga, hingga kriminalitas. Negara yang membiarkan atau bahkan melegalkan judi, sejatinya sedang menormalisasi kehancuran sosial demi pendapatan sesaat.
Lebih parah lagi jika negara menjustifikasi langkah ini atas nama “pariwisata” atau “kemajuan ekonomi.” Padahal, pembangunan ekonomi yang sehat tidak bisa didasarkan pada eksploitasi kelemahan manusia, melainkan pada produktivitas, distribusi kekayaan, dan keadilan.
Akar Masalah: Sistem Ekonomi Sekuler
Kegagalan sistem ekonomi kapitalistik yang dianut Indonesia hari ini sangat nyata. Negara terjebak dalam model pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan makro dan pemasukan fiskal, tanpa arah ideologi yang kokoh. Ketika APBN defisit, yang dicari bukan solusi mendasar, tapi jalan pintas: menaikkan pajak, menjual aset negara, atau melegalkan praktik yang selama ini dianggap kriminal.
Mengapa bisa begini? Karena sistem ekonomi sekuler tak mengenal halal-haram. Semua bisa dinegosiasikan, selama menguntungkan. Inilah bahaya besar yang terus mengancam negeri ini—berjalan tanpa kompas moral dan nilai.
Islam Solusi Sistemik
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang ekonomi sebagai bagian dari pengaturan hidup yang menyatu dengan akidah. Islam menetapkan bahwa tugas negara adalah menjamin kebutuhan dasar tiap individu rakyat, bukan mengejar keuntungan fiskal. Untuk itu, Islam punya sistem ekonomi yang adil dan praktis, termasuk dalam pengelolaan sumber daya.
Salah satu pilar penting dalam ekonomi Islam adalah konsep kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah)—yang hari ini diabaikan oleh negara.
Kepemilikan Umum: Solusi Hakiki bagi Kesejahteraan
Dalam Islam, ada tiga bentuk kepemilikan: individu, negara, dan umum. Kepemilikan umum mencakup sumber daya vital yang dibutuhkan rakyat banyak seperti air, energi, hutan, tambang, jalan umum, dan laut. Dalilnya berasal dari sabda Nabi ï·º: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud)
Artinya, negara tidak boleh menyerahkan sumber daya ini kepada individu atau korporasi, apalagi asing. Negara wajib mengelolanya secara langsung untuk kepentingan rakyat. Hasil pengelolaan sumber daya milik umum ini dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan publik: pendidikan gratis, kesehatan berkualitas, air, dan energi murah, serta infrastruktur merata.
Dengan model ini, negara tidak perlu mengemis kepada investor, menjual BUMN, atau mencari-cari legalisasi judi demi pemasukan. Sebab kekayaan alam Indonesia yang luar biasa ini sebenarnya cukup bahkan berlebih untuk menyejahterakan seluruh rakyat, asal dikelola sesuai syariat Islam.
Sayangnya, dalam sistem kapitalisme hari ini, kepemilikan umum justru dikomersialkan. Sumber daya dikuasai oleh swasta atau asing, sementara rakyat harus membeli dengan harga mahal. Negara hanya jadi makelar. Wajar jika kemudian krisis demi krisis tak pernah berhenti.
Islam Pernah Menjadi Kenyataan
Jangan bayangkan sistem ini hanya ada dalam buku. Dalam sejarah peradaban Islam selama lebih dari 13 abad, pengelolaan kepemilikan umum menjadi kekuatan ekonomi negara yang menyejahterakan rakyat. Pendidikan dan kesehatan gratis bukan impian, tapi realitas. Harga kebutuhan pokok stabil. Lapangan kerja terbuka. Negara tidak bergantung pada utang atau pajak tinggi. Semua itu bisa terjadi karena sistem Islam diterapkan secara menyeluruh.
Saatnya Berpikir Sistemik
Wacana legalisasi kasino seharusnya menyadarkan kita: negara sedang krisis, bukan hanya ekonomi tapi juga arah dan nilai. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah ekonomi dengan langkah-langkah pragmatis yang justru menambah kerusakan moral.
Saatnya bangsa ini melihat Islam bukan hanya sebagai agama ibadah, tapi sebagai sistem hidup yang membawa solusi menyeluruh, termasuk dalam bidang ekonomi. Mari berhenti menormalisasi kebijakan sesat, dan mulai menuntut perubahan sistemik menuju penerapan sistem Islam kaffah.
Via
Opini
Posting Komentar