Opini
Antara Ketahanan Pangan dan Kemajuan Industri, Haruskan Ada yang Ditumbalkan?
Oleh: Uul Khuliyah Nahrawi
(Muslimah Indramayu Peduli & Pembina MT. Tanwirul Ummah)
TanahRibathMedia.Com—Kabupaten Indramayu kembali mencatatkan diri sebagai penghasil beras terbesar di Jawa Barat pada 2024. Dengan total produksi mencapai 808.100,81 ton, wilayah yang dikenal sebagai lumbung padi ini unggul jauh dari kabupaten lain di provinsi ini. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat menunjukkan dominasi Indramayu jauh di atas Karawang (601.465,49 ton) dan Subang (559.546,34 ton) yang berada di posisi kedua (Bandung.bisnis.com, 20-5-2025).
Tercatat total produksi beras Jawa Barat (Jabar) tahun 2024 sebesar 4,98 juta ton. Dari jumlah tersebut, kontribusi Indramayu saja sudah memenuhi 16,2 persennya. Angka ini menunjukkan ketahanan pangan di Jabar sangat bergantung pada beberapa daerah kunci. Lebih dari 40 persen produksi beras di Jawa Barat hanya disumbang oleh tiga kabupaten. Ini menjadi catatan penting, karena berarti ketahanan pangan Jabar sangat rentan, jika salah satu dari tiga daerah tersebut mengalami gangguan.
Namun di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Indramayu menunjukkan keseriusannya dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan di kawasan Rebana. Bupati Indramayu Lucky Hakim secara langsung menegaskan komitmen tersebut, setelah menghadiri Detikcom Regional Summit 2025 di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati (19/5).
Indramayu sendiri menjadi salah satu daerah strategis dalam kawasan Rebana Metropolitan, sehingga terus berbenah untuk menarik para investor, dan meningkatkan daya saing daerah. Lahan seluas 14.110 hektare telah disiapkan oleh Pemkab Indramayu sebagai Kawasan Peruntukan Industri (KPI) melalui Perda Nomor 9 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Indramayu Tahun 2024–2044. Bupati Lucky menjelaskan bahwa dari luas total laham KPI, sekitar 3.340 hektare sudah dimanfaatkan. Sisanya yakni 10.770 hektare lahan siap investasi (Ciremaitoday.com, 20-5-2025).
Dari sini sudah cukup mengundang kekhawatiran. Karena, jika sekian banyak lahan dipersiapkan untuk investasi yang mengarah pada industrialisasi kawasan Indramayu, maka akan berakibat menurunnya lahan pertanian. Sehingga produksi beras pun menurun dan akhirnya berimbas pada terancamnya ketahanan pangan Indramayu khususnya, dan Jabar pada umumnya.
Padahal, tingginya angka kemiskinan dan juga stunting di wilayah ini masih sangat memperihatinkan. Bayangkan jika ketahanan pangan terancam karena pasokan beras kurang akibat lahan pertanian yang tergerus industrialisasi. Kembali rakyatlah yang akan menjadi korbannya.
Sistem Kapitalis Sekuler Biang Masalah
Demikianlah, dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, yang berpijak pada prinsip adanya manfaat dan keuntungan semata, sering kita jumpai kebijakan pemerintah nampak saling tumpang tindih, dan tidak mempertimbangkan risiko terhadap rakyat. Begitu pun dalam masalah ini. Kebijakan dibuat semata demi mencapai kemajuan dalam industri dan adanya pendapatan bagi pemerintah daerah/pusat dari investasi swasta/asing, tanpa mempertimbangkan dampak dari alih lahan, kerusakan lingkungan hidup, dan dampak lainnya yang akan diterima rakyat.
Kembali segelintir kapitalis (pemilik modal) yang akan meraup keuntungan melalui investasi mereka. Sementara rakyat semakin sengsara, kekurangan pasokan beras, ditambah harga beras yang semakin tinggi. Disisi lain dari pengembangan industri, yang ada paling tidak mereka hanya akan menjadi kuli di pabrik-pabrik para cukong.
Pengelolaan Lahan dan Penentuan Kebijakan dalam Islam
Islam bukanlah agama yang hanya mengatur urusan ibadah saja. Tapi juga mengatur urusan kehidupan seluruhnya. Wajibnya ada pemimpin dalam Islam adalah untuk mengatur dan memelihara urusan umat seluruhnya, berdasarkan hukum Allah, Sang Pencipta manusia dan alam ini.
Rasulullah saw., bersabda: “Al imamu ro’in, wa huwa mas'ulun ‘an ro’iyatihi.” Artinya: ”Pemimpin (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Dari sini, setiap kebijakan yang dibuat oleh pemimpin (pemerintah) tidaklah mempertimbangkan untung rugi bagi dirinya, atau kelompoknya, atau pun untuk segelintir orang yang memiliki modal. Tapi, mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan umat. Maka tidak ada kebijakan yang akan saling tumpang tindih.
Penentuan lahan pun telah di tentukan dalam syari'at. Lahan pertanian harus dipastikan peruntukannya hanya bagi aktivitas pertanian. Bahkan jika selama tiga tahun berturut-turut lahan pertanian tidak dikelola oleh pemiliknya, maka Islam menetapkan lahan itu harus diambil alih oleh negara, kemudian diserahkan pada orang yang mampu mengolahnya.
Hal ini menunjukkan betapa Islam memandang pentingnya pemenuhan pasokan kebutuhan pangan pokok masyarakat. Tidak boleh lahan pertanian digunakan untuk kepentingan lainnya, apalagi untuk industri. Kawasan industri akan ditempatkan pada lahan-lahan yang kurang produktif dan jauh dari pemukiman penduduk. Sehingga tidak akan mengakibatkan terganggunya kebutuhan pangan, ataupun pencemaran lingkungan, perusakan alam, dan dampak buruk lainnya.
Demikianlah Islam menjamin solusi atas setiap permasalahan yang dihadapi manusia. Maka hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah, kehidupan akan penuh keberkahan.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar