Opini
Polemik MBG, Layakkah Diteruskan?
Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)
TanahRibathMedia.Com—Polemik terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus terjadi. Mulai dari adanya dugaan penyalahgunaan anggaran, adanya ketidakjelasan proses pembayaran kepada mitra, kualitas makanan yang dibagikan, hingga yang terbaru dan viral masalah keracunan makanan yang dialami siswa di sejumlah lokasi.
ICW menyoroti dugaan penyalahgunaan anggaran termasuk dugaan penggelapan di dapur MBG Kalibata serta dugaan monopoli pembelian peralatan dapur oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Sementara BPOM menemukan sayuran basi dalam menu MBG. Usulan penggunaan dana zakat untuk MBG juga sempat polemik karena bertentangan dengan syariat Islam. Zakat khusus untuk delapan asnaf jadi tidak boleh diutak-atik.
MBG sendiri adalah program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang masuk dalam Twins Quick atau Program Hasil Terbaik Cepat 2024-2029. Program ini diklaim menjadi solusi buruknya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Namun sayangnya sejak diluncurkan pada Januari lalu, program ini terus saja menuai polemik. Bahkan tragisnya kasus keracunan terjadi di tengah pencanangan zero accident. Tentu hal ini menimbulkan kecemasan di masyarakat khususnya orang tua.
Tim cek fakta dari Tempo.com menemukan angka keracunan dalam program MBG ini mencapai 1.205 orang. Lebih besar dari klaim Prabowo hanya 200 orang (Tempo.co.id, 23-5-2025).
Angka 200 orang dianggap lebih kecil dibandingkan angka penerima manfaat yang mencapai 3 juta orang. Pemerintah sendiri telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program ini. Sebuah angka yang cukup besar di tengah kondisi keuangan negara yang tidak baik-baik saja.
Faktor Penyebab Munculnya Berbagai Polemik MBG
Jika kita telisik lebih jauh penyebab utama dari berbagai polemik ini adalah karena kepentingan ekonomi dan bisnis korporasi menjadi jiwa MBG. Sistem kapitalis yang berasaskan sekuler menjadikan nilai materi adalah tujuan dan satu-satunya nilai yang diakui.
Adanya spirit industrialisasi pangan dan gizi terlihat dari penilaian keberhasilan MBG dengan timbangan ekonomi misalnya bisa membuka lapangan pekerjaan, menyerap produksi lokal, dan sebagainya. Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai vendor korporasi juga makin mempertegas hal ini. Korporasi telah mencengkram negeri ini dari hulu hingga hilir. Maka tidak heran jika jaminan asuransi dijadikan solusi masalah keracunan makanan MBG.
Polemik MBG terutama masalah keracunan bukan sekadar persoalan teknis. Penambahan anggaran atau penguatan kontrol keamanan pangan saja tidak cukup. Persoalan utamanya adalah paradigma.
Pangan adalah kebutuhan dasar setiap individu. Terutama untuk anak-anak yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, pemenuhan gizi yang cukup sangat penting untuk proses belajar dan perkembangan fisik mereka. Pada masa tumbuh kembang ini khususnya pada periode lima tahun pertama kekurangan gizi akan berdampak pada kegagalan tumbuh kembang yang sulit bahkan tidak dapat dipulihkan.
Untuk melahirkan anak-anak yang sehat dimulai sejak masih dalam kandungan. Jika ibu hamil kekurangan asupan gizi, maka resiko komplikasi kehamilan, kelahiran prematur hingga stunting bisa terjadi.
Bahkan pemenuhan gizi ini sangat dibutuhkan untuk ibu menyusui. Dengan kata lain pemenuhan gizi masyarakat khususnya kelompok rentan (termasuk manula) sangat dibutuhkan. Semua ini adalah tanggung jawab negara. Namun hari ini negara lalai karena menggunakan paradigma sistem kapitalis.
Sistem kapitalis sekuler menjadi akar persoalan khususnya sistem politiknya yaitu demokrasi. Negara hari ini hadir bukan sebagai pelayan rakyat, tetap melayani korporasi dan sistem ekonomi kapitalis yang mana menjadikan pangan sebagai komoditas bisnis. Semua diukur berdasarkan materi dan pertimbangan untung rugi.
Islam Memiliki Solusi Pemenuhan Pangan
Berbeda dengan Islam yang memiliki paradigma negara sebagai pelayan rakyat. Sistem Islam adalah solusi untuk memecahkan semua permasalahan kehidupan. Aturan Islam sangat sempurna mengatur hal ini
Penerapan sistem Islam secara kafah akan menyelesaikan masalah buruknya pemenuhan pangan dan gizi. Dalam Islam pangan dan gizi adalah kebutuhan pokok individu yang mengharuskan negara hadir dan menjamin pemenuhannya, mulai dari ketersediaan, aspek keamanan pangan, dan distribusinya.
Untuk itu negara akan membuat kebijakan yang bertujuan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok ini. Untuk itu pemenuhan gizi bagi ibu hamil, menyusui, balita, hingga manula yang mengalami malnutrisi dan efesiensi mikronutrien dengan memberikan bantuan pangan dan gizi gratis.
Kebijakan ini akan berjalan baik karena berjalan dengan sejumlah prinsip yang sahih.
Di antaranya, kekuasaan dalam Islam bersifat sentralisasi dan administrasi desentralisasi yang mengacu pada tiga hal yaitu sederhana dalam aturan, cepat dalam pelaksanaan dan dilakukan oleh orang-orang yang punya keahlian di bidangnya.
Kedua, sistem ekonomi yang memiliki Baitul mal yang akan mengatur anggaran secara mutlak. Ketiga, unit-unit teknis pelaksana dikelola atas prinsip sosial atau pelayanan bukan bisnis.
Pemerintah juga akan memastikan makanan yang beredar di pasaran adalah makanan melalui mekanisme pengawasan yang ketat, harus halal, dan tayyib.
Hal ini sesuai firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
"Kewajiban seorang ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf, dan seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kemampuannya..."
Ayat ini menjelaskan bahwa suami sebagai kepala keluarga memiliki kewajiban menafkahi anggota keluarganya mulai dari sandang, pangan, dan papan. Serta mengusahakan terpenuhi kebutuhan sekunder hingga tersier.
Peran negara adalah menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas, sehingga seorang kepala keluarga mampu memenuhi kewajibannya.
Hal ini sangat mustahil karena negara akan mengelola sumber daya alam secara langsung dan hasilnya sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat baik langsung maupun tidak langsung.
Sistem ekonomi Islam mendorong terwujudnya kemandirian ekonomi yang berkeadilan. Menutup segala kemungkinan yang akan menimbulkan persoalan ekonomi seperti penimbunan, monopoli, serta praktik ekonomi terlarang lainnya.
Islam juga memiliki sistem pendidikan yang memungkinkan rakyat khususnya orang tua memiliki pengetahuan seputar gizi yang baik dan seimbang. Sistem pendidikan juga akan mencetak ilmuwan petugas kesehatan yang akan mendedikasikan ilmu mereka untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan seluruh rakyat.
Islam juga menjamin kesehatan semua rakyat dan menyediakan segala fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan gratis, mudah diakses dan cepat penanganannya. Tidak ada kelas-kelas fasilitas kesehatan seperti hari ini. Menjadikan Islam sebagai solusi permasalahan hari ini adalah sebuah keharusan.
Wallahu alam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar