Opini
Pengangguran Massal Mengancam Generasi, Islam Solusi Hakiki
Oleh: Darni Salamah, S. Sos.
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini IMF (International Monetery Fund) melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama dengan tingkat pengangguran tertinggi se-ASEAN pada tahun 2024. Banyaknya lulusan universitas (baik sarjana maupun diploma) di Indonesia justru masuk dalam kelompok pengangguran. Dikutip dari laman bbc.com Idonesia, pada 30 April 2025, lulusan perguruan tinggi seperti sarjana dan diploma terpaksa banting setir menjadi pembantu rumah tangga, pengasuh anak, sopir, office boy (pramu kantor).
Hal ini terpaksa dilakukan demi bertahan hidup di tengah minimnya lapangan pekerjaan dan juga efek efisiensi serta pemutusan hubungan kerja yang tak henti-hentinya. Terlebih syarat untuk bisa bekerja semakin banyak tuntutan yang harus dipenuhi, pasar kerja yang selektif dan menjenuhkan. Bukan lagi skill yang diadu, melainkan permainan orang dalam.
Lonjakan Jumlah Pengangguran Sarjana
Gelar sarjana saat ini bukanlah pintu cerah menuju masa depan, tak lagi disanjung. Dikutip dari cnbcindonesia.com melaporkan pada 1 Mei 2025 mengungkap data dari Pusat Statistik (BPS yang cukup memperihatinkan. Sarjana yang tercatat menjadi pengangguran pada tahun 2014 sebanyak 495.143 orang, dan pada tahun 2020 naik tajam menjadi 981.203 orang. Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2024 menjadi 842.378 orang, angka tersebut tetap tergolong tinggi.
Terlebih antara tahun 2020 hingga 2022 terjadi pandemi covid-19 yang menyebabkan krisis global. Akibatnya dunia menjadi lumpuh, proses rekrutmen pekerja dibekukan dan terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Padahal masyakarat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari sandang, pangan, dan papan. Terlebih masyarakat juga harus menanggung sendiri biaya layanan kesehatan dan pendidikan yang semakin hari semakin membutuhkan biaya yang besar.
Bisa dibayangkan ketika kita tidak memiliki pekerjaan di negara kapitalis, di mana segala kebutuhan harus ditanggung sendiri. Di tengah kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, tetapi banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur, sementara kebutuhan hidup terus berjalan.
Angka Pengangguran Tinggi: Pelanggaran UUD dan Penyebab Ketidakstabilan Sosial
Jelas, tingginya angka pengangguran di Indonesia menyalahi Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 di mana dalam pasal ini menjamin hak warga negara atas penghidupan yang layak. Tak sampai di situ, pengangguran juga sebagai pelanggaran hak warga negara sebab negara melanggar jaminan pekerjaan yang layak. Tak hanya itu, pengangguran juga berdampak pada tatanan sosial seperti meningkatnya angka kriminalitas, ketidakstabilan masyarakat, dan berdampak pada gangguan psikologis bagi pengangguran dan juga keluarganya seperti meningkatnya kelaparan dan kemiskinan.
Ketimpangan dan kemiskinan yang diakibatkan tingginya pengangguran di Indonesia, merupakan bahaya akut dari kapitalisme.
Persaingan bebas hanya akan menguntungkan segelintir orang. Michael Moore seorang pengamat sosial politik dan sutradara asal Amerika menggambarkan bahwa kapitalisme telah menunjukkan hanya beberapa orang yang akan sukses dan berhasil, sisanya akan melayani yang sukses tersebut.
Kapitalisme Akar Masalah
Penerapan kapitalisme adalah penyebab masalah pengangguran. Negara kapitalis hanya bertindak sebagai fasilitator yang mementingkan korporat tanpa mementingkan lapangan pekerjaan yang terus menjadi penyakit di negeri ini. Ironisnya negara menyerahkan tanggung jawab lapangan pekerjaan pada pihak korporasi melalui investasi dengan jumlah yang besar dan menyerahkan pengelolaan SDA terhadap pihak korporasi.
Persoalan minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia, haruslah diselesaikan oleh negara sebab itu merupakan hak bagi warga negara dan juga pemenuhan kewajiban negara sesuai dengan aturan yang tertera dalam UUD 1945. Namun, bila negara hanya sebatas menjadi regulator tentu pemenuhan lapangan pekerjaan tidak akan pernah terselesaikan, sebab yang mengelola adalah pihak korporasi.
Berbeda dengan Islam yang memperhatikan pemenuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus memperhatikan bahwa manusia merupakan individu (pribadi) bukan sekadar komunitas yang sifatnya kolektif yang hidup dalam sebuah negara.
Negara: Ra’in dalam Islam, Regulator dalam Kapitalisme
Hal ini tentu bertentangan dengan aturan yang ada dalam sistem Islam. Jika dalam kapitalis negara adalah regulator atau fasilitator, dalam Islam negara adalah ra'in (pengurus rakyat) yang memiliki tanggung jawab penuh tanpa lepas tangan dan menjamin kesejahteraan rakyatnya tidak hanya kesehatan, pendidikan, hukum, hingga lapangan pekerjaan.
Dilihat dari kacamata Islam pemimpinlah yang wajib mengurusi rakyat seperti dalam hadis,
"Imam adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."(HR. Bukhari)
Ekonomi Islam: Kemandirian Negara, Bukan Kuasa Korporasi
Sehingga dalam penerapannya, sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Haram hukumnya pengelolaan sumber daya alam secara mandiri diserahkan kepada pihak korporasi atau swasta, sebab akan berimbas pada penjajahan secara ekonomi dan dengan pengelolaan yang dikelola langsung oleh negara tanpa campur tangan korporasi bahkan asing maka sektor industri akan mampu membuka lapangan kerja secara besar-besaran.
Kepemimpinan dalam Islam tentu berbeda jauh dengan kapitalis, pemimpin Islam memiliki penyelesaian preventif terkait persoalan pengangguran dan minimnya lapangan kerja dengan cara beberapa langkah:
1. Negara berkewajiban menerapkan pendidikan Islam dan membebaskan masyarakat untuk memilih pendidikan sesuai skill-nya. Negara wajib memberikan keahlian kepada masyarakat terkhusus laki-laki yang berkewajiban mencari pekerjaan.
2. Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana untuk rakyat khususnya bagi laki-lagi dalam mencari lapangan pekerjaan.
3. Negara diwajibkan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dan mewajibkan laki-laki untuk bekerja sehingga mengurangi persaingan tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki kecuali pekerjaan yang diharuskan dilakukan oleh perempuan.
4. Memanfaatkan sektor industri semaksimal mungkin dan mengelolanya secara mandiri tanpa menyerahkan kepada swasta apalagi asing dan dikelola langsung oleh negara supaya hasilnya dapat dimanfaatkan untuk umat secara total.
Dengan begitu, generasi mendatang tidak lagi dihantui oleh bayang-bayang pengangguran. Jumlah pengangguran pun tidak akan melebihi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, seperti yang selama ini terjadi dalam sistem kapitalis. Kaum laki-laki pun dapat bekerja sesuai dengan fitrahnya. Kita harus yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin selama kita taat kepada perintah Allah. Kegagalan dalam mengelola negara bisa jadi akibat kelalaian kita dalam menerapkan syariat Islam yang menjadi solusi atas kehidupan.
Wallahualam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar