Opini
Demokrasi Hanya Melahirkan Pemimpin Palsu
Oleh: Muhammad Syafi'i
Aktivis Dakwah
TanahRibathMedia.Com—Drama soal dugaan ijazah palsu mantan presiden Jokowi masih belum usai. Berbagai pihak terus berusaha membuktikan kepalsuan ijazah milik presiden yang menjabat selama dua periode dari tahun 2014 hingga 2024.Terlepas ijazah tersebut asli atau palsu, pemimpin yang dilahirkan oleh sistem demokrasi nyatanya hanyalah pemimpin palsu.
Kepalsuan para pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi bukan hanya karena banyak janji yang tidak ditepati, tetapi juga karena pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Padahal, rakyat terlanjur percaya bahwa pemimpin yang dipilih melalui mekanisme demokrasi akan mengutamakan kepentingan rakyat, menegakkan keadilan dan berusaha memenuhi kebutuhan rakyat. Apalagi kepercayaan itu dibumbuhi dengan janji-janji manis saat kampanye.
Doktrin demokrasi dengan jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat berhasil menghipnotis dan memaksa rakyat percaya terhadap pemimpin yang terpilih. Rakyat dihantui ketakutan, jika bukan melalui mekanisme demokrasi, maka yang terlahir adalah pemimpin diktator, otoriter, yang hanya mengutamakan keturunan dan golongannya saja.
Sesungguhnya kepalsuan para pemimpin itu merupakan cerminan dari kepalsuan demokrasi itu sendiri. Kedaulatan rakyat hanyalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata.
Kedaulatan rakyat dengan makna rakyat yang membuat hukum tidak pernah bahkan tidak akan pernah terwujud. Pasalnya, hal yang mustahil mengumpulkan seluruh rakyat di satu tempat serta membuatnya sepakat terhadap satu peraturan. Sehingga lahirlah apa yang disebut wakil rakyat. Para wakil rakyat ini dipilih melalui pemilihan umum berdasarkan suara terbanyak. Artinya, akan ada yang dipilih oleh rakyat namun tidak terpilih sebagai wakil rakyat. Belum lagi kemungkinan adanya rakyat yang tidak ikut memilih, sehingga para wakil rakyat yang terpilih tidak benar-benar mewakili seluruh rakyat.
Begitu halnya dengan jargon kekuasaan di tangan rakyat. Rakyat dipercaya sebagai penguasa yang sebenarnya dalam sistem demokrasi, karena rakyatlah yang memilih pemimpin. Padahal jika terdapat lebih dari satu calon, maka bisa dipastikan pemimpin yang terpilih bukanlah pilihan semua rakyat melainkan hanyalah yang memiliki suara terbanyak. Itu pun sering terjadi jumlah suara yang diraih calon yang terpilih ternyata lebih sedikit dibanding jumlah suara calon yang kalah ditambah jumlah rakyat yang tidak ikut memilih.
Apalagi dalam proses pemilihannya, para calon membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk berkampanye. Sehingga calon yang tidak memiliki banyak modal untuk biaya kampanye hampir bisa dipastikan bakal mengalami kekalahan. Jadilah pemenangnya adalah calon yang memiliki modal baik modal sendiri maupun dari orang lain.
Jika modal itu milik pribadi, maka tentunya akan ada usaha untuk mengembalikannya. Namun jika modal itu berasal dari orang lain, maka wajarlah jika para wakil maupun pemimpin yang terpilih akan membuat peraturan maupun kebijakan yang berpihak kepada para pemilik modal.
Keberpihakan kepada para pemilik modal inilah yang membuat para pemimpin jebolan demokrasi tega mengkhianati kepercayaan rakyat. Tidak heran di Indonesia misalnya banyak peraturan dan kebijakan yang merugikan rakyat tetapi menguntungkan para pemilik modal, seperti undang-undang penanaman modal, undang-undang cipta kerja, undang-undang Minerba, kebijakan pemberian izin pertambangan kepada swasta hingga swasta asing, kebijakan soal pajak dan lain sebagainya.
Demokrasi sendiri juga tidak lain merupakan pelayan bagi kapitalisme. Konsep kebebasan yang dijamin oleh demokrasi telah melahirkan para kapitalis (pemilik modal) yang dengan lihainya memanfaatkan kebebasan berkepemilikan atau kebebasan berekonomi. Pada akhirnya, kapitalisme lebih berkuasa dari demokrasi. Kapitalisme bahkan mampu mempengaruhi dan mengatur tiga kebebasan lainnya yang dijamin oleh demokrasi yaitu kebebasan beragama, berpendapat dan berperilaku.
Dengan demikian, kepalsuan para pemimpin dalam demokrasi adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana demokrasi yang memberi harapan palsu kepada rakyat, para pemimpin jebolan demokrasi juga tidak ragu mengumbar janji-janji palsunya di depan rakyat banyak saat kampanye. Sama halnya jika demokrasi menipu rakyat dengan diam-diam memberi jalan bagi kapitalisme untuk berkembang, maka para pemimpin yang terlahir dari sistem demokrasi tidak malu-malu melayani para kapitalis meskipun mengkhianati rakyat banyak.
Lain halnya dengan sistem Islam. Aqidah Islam akan mampu melahirkan orang-orang yang ikhlas dan amanah, karena ridha dari Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadi tujuan utama. Sedangkan syari'at Islam akan memastikan setiap pemimpin tidak menjalankan kepemimpinannya sesuka hati melainkan sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya.
Sistem Islam memang tidak menjanjikan kedaulatan rakyat, di samping haram kedaulatan rakyat hanyalah kepalsuan demokrasi. Tetapi Islam menjanjikan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebab dengan diterapkannya Islam secara kaffah, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi serta memberikan balasan syurga bagi mereka yang beriman dan bertakwa.
Via
Opini
Posting Komentar