Opini
Generasi Rusak dalam Sistem Pendidikan Kapitalisme
Oleh: Nettyhera
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belum lama ini publik dikejutkan dengan temuan kasus penyalahgunaan teknologi dalam pelaksanaan tes UTBK. Sejumlah calon mahasiswa diduga menggunakan alat bantu canggih untuk mengakali sistem ujian masuk perguruan tinggi. Ironisnya, mereka bukan tidak cerdas—mereka justru lihai memanfaatkan teknologi, tetapi bukan untuk belajar, melainkan untuk menipu.
Fenomena ini menggambarkan kerusakan akhlak di kalangan generasi muda, sekaligus menjadi bukti gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam membentuk pribadi yang jujur dan bertanggung jawab.
Fakta ini sejalan dengan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa mayoritas siswa SMA dan mahasiswa di Indonesia mengakui pernah menyontek. Artinya, perilaku curang bukan lagi dianggap aib, melainkan sudah menjadi budaya. Pendidikan yang seharusnya mencetak generasi berintegritas justru gagal membangun fondasi kejujuran dan amanah.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Akar persoalannya ada pada sistem pendidikan yang lahir dari paradigma kapitalisme. Dalam sistem ini, ukuran keberhasilan adalah hasil, bukan proses. Nilai tinggi menjadi tujuan utama, bukan cara mendapatkannya. Maka tak heran jika generasi yang dihasilkan lebih mementingkan angka daripada kejujuran, lebih mengejar gelar daripada ridha Allah.
Kapitalisme telah menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Dalam sistem ini, halal dan haram menjadi pertimbangan yang sekunder, bahkan sering diabaikan. Orientasi duniawi mengalahkan nilai-nilai spiritual. Padahal, dalam Islam, kebahagiaan sejati adalah ketika hidup sesuai dengan aturan Allah dan meraih ridha-Nya.
Islam memiliki sistem pendidikan yang berbeda secara mendasar. Pendidikan dalam Islam dibangun di atas fondasi akidah Islam. Tujuannya bukan sekadar mencetak manusia cerdas, tetapi membentuk kepribadian Islam yang utuh: akalnya berilmu, jiwanya terikat dengan syariat Allah. Dalam sistem ini, kejujuran bukan sekadar nilai moral, tetapi konsekuensi iman.
Negara dalam Islam akan memastikan setiap individu mendapatkan pendidikan yang menjadikannya sebagai hamba Allah sekaligus agen perubahan. Kurikulum dirancang untuk membentuk pemahaman Islam yang kuat sekaligus mengembangkan keterampilan yang mumpuni. Teknologi tidak akan disalahgunakan, tapi diarahkan untuk meninggikan kalimat Allah dan memajukan umat.
Sudah saatnya kita sadar bahwa rusaknya generasi bukan kesalahan individu semata, tapi akibat sistemik dari sistem pendidikan yang rusak. Refleksi di momen Hardiknas ini harusnya menjadi titik balik: meninggalkan sistem kapitalisme yang gagal, dan kembali pada sistem Islam yang telah terbukti melahirkan peradaban unggul selama berabad-abad. Hanya dengan sistem Islam, generasi masa depan dapat dibentuk menjadi pribadi beriman, cerdas, beradab, dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Via
Opini
Posting Komentar