Opini
Sumatera Menangis, Akibat Ulah Para Kapitalis?
Oleh: Aulia Rahma
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Banjir bandang dan longsor memporak-porandakan kehidupan masyarakat Sumatra Utara, Aceh dan Sumatra Barat. Air yang turun dari langit beberapa waktu lalu, mengalir begitu deras membentuk sungai-sungai baru. Menyapu kayu gelondongan, rumah warga dan fasilitas umum lainnya. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat, per senin (1/12) korban banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra dan Aceh yang meninggal menjadi 604 orang. Sebanyak 464 orang hilang dan 2.600 orang luka-luka. Jumlah 570 ribu orang. Sedangkan jumlah rumah yang rusak berat 3500 rumah, 4100 rumah rusak sedang, dan 20.500 rumah rusak ringan. Kemudian jumlah fsilitas unum yang rusak, 271 jembatan rusak dan 282 fasilitas pendidikan juga rusak. Akibat bencana itu anak-anak, bahkan bayi yang selamat terpisah dari orang tuanya. Tercatat 1,5 juta orang terdampak (cnnindonesia.com, 1-12-2025).
Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat sebagai akibat dari perusakan hutan dan alih fungsi lahan. Terbitnya UU Minerba dan UU Ciptaker membuat aktivitas deforestasi yang sebelumnya ilegal menjadi legal. Hak konsesi lahan terbuka luas, izin tambang untuk ormas, dan obral izin perusahaan sawit marak.
Banyak ahli dan aktivis lingkungan hidup yang telah memprediksi akan terjadi bencana jika aktivitas pembukaan lahan sawit dan alih fungsi hutan. Namun, kritik ini tak digubris. Justru para pengritik dilabeli dengan "wahabi lingkungan" atau "anti investasi".
Bumi Sumatera menangis akibat ulah para kapitalis. Pada penguasa yang jumawa dan pengusaha yang ingin bisnisnya langgeng. Dengan alasan mengejar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, mereka merusak fungsi hutan dan menutup sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Negara yang dikendalikan oleh para kapitalis sejatinya hanya akan menimbulkan bahaya dan kemudaratan. Rakyat akan terhalangi untuk menikmati kekayaan alam yang melimpah ruah. Rakyat yang tak pernah merasakan haknya untuk merasakan kesejahteraan, kemakmuran dan rasa aman. Para kapitalis hanya sibuk untuk mempertahankan kekuasaan dan jabatannya dengan menjadikan rakyat sebagai obyek bisnis.
Penguasa kapitalis niscaya ada dalam sistem sekuler demokrasi. Pendidikan yang diselenggarakan hanya melahirkan orang-orang yang fokus mencari kebahagiaan sebatas di dunia ini saja. Mereka lalai bahwa nanti di akhirat akan ada pertanggung jawaban yang harus diterima. Mereka akan ditanya satu persatu nyawa yang menjadi korban bencana alam. Mereka akan menanggung kedzaliman yang dilakukan selama hidup di dunia, terutama sebagai pemimpin yang memikul amanah rakyatnya.
Munculnya pemimpin zalim adalah akibat dari meninggalkan hukum Allah atau syariat Islam kaffah dalam pengelolaan lingkungan. Kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk memelihara kelestarian lingkungan, justru dimanfaatkan untuk mengumbar nafsu keserakahan. Hal ini sudah dugambarkan oleh Allah di dalam Firman-Nya:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut dusebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar rum: 41)
Bencana yang terjadi ini adalah teguran dari Allah. Agar para pemimpin negeri ini kembali kepada Syariat Allah dalam menunaikan amanahnya. Dalam arti, membuang jauh-jauh konsep kepemimpinan sekuler demokrasi yang berujung pada kemudaratan dan kesengsaraan. Menjadikan Syariat Islam Kaffah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Aspek ekonomi, politik, militer, pendidikan, pergaulan sosial, dll. Dengan menerapkan Sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan negara sangat besar, sangat mencukupi untuk membiayai pembangunan dan merealisasikan pelayanan umum dengan murah, bahkan gratis. Apalagi biaya untuk merehabilitasi bencana alam. Negara akan selalu siap siaga.
Hanya dengan hukum Allah, pembangunan akan memperhatikan keseimbangan ekosistem alam. Khalifah akan memfokuskan kebijakannya untuk memberi kemudahan dan pelayanan terbaik kepada masyarakat, melindungi keselamatan rakyat dengan menjaga lingkungan dari hal-hal yang berakibat dharar/bahaya.
Khalifah akan merancang ‘blue print’ tata ruang secara menyeluruh dan memetakan pengelolaan wilayah sesuai dengan fungsi alaminya. Mana daerah yang cocok untuk pertanian, industri, perkebunan, dll tanpa merusak fungsi alami hutan dan lahan gambut. Juga daerah-daerah yang akan dijadikan sebagai perumahan dan tempat tinggal dengan daya dukungnya. Negara juga akan menempatkan secara khusus wilayah yang menjadi himmah atau wilayah khusus yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan umum, sebagai lahan hijau, hutan kota, lahan tambang, dsb dengan melakukan kajian yang melibatkan banyak ahli di bidangnya.
Dengan pengelolaan yang baik, sumber APBN negara melimpah, pembangunan dapat berjalan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Konsep ini hanya terjadi ketika negara menggunakan paradigma kepemimpinan sesuai Islam. Mencontoh prinsip ra'in (pelayan) dan junnah (pelindung) sesuai dengan apa yang Rasulullah saw ajarkan, yang diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Wallahu a'lam bi ash-showab.
Via
Opini
Posting Komentar