OPINI
Mengembalikan Peran Ideologis Ibu
Oleh: Najah Ummu Salamah
(Komunitas Penulis Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Setiap tanggal 22 Desember di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu. Berbagai kegiatan dilakukan untuk merayakannya. Mulai dari kegiatan lomba-lomba, workshop, pengajian, seminar dan sebagainya.
Secara historis, peringatan Hari Ibu berawal dari Kongres Perempuan Pertama pada 1928. Sebuah Kongres yang membicarakan peran perempuan dalam keluarga dan kehidupan sosial, serta kontribusi perempuan dalam perjuangan kemerdekaan. Kemudian melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959, tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional (marinews.mahkamahagung.go.id, 22-12-2025).
Dilema Ibu Hari Ini
Ibu adalah tiang negara, begitulah kita sering mendengarkan semboyan tersebut. Mengingat peran ibu sangat penting dalam kehidupan keluarga dan negara. Ibu adalah pencetak generasi penerus peradaban. Maka sebuah bangsa akan tetap lestari jika ibu masih berperan dalam melahirkan dan mencetak generasi berkualitas. Namun, sebaliknya negara akan mengalami "lost generation" jika angka kelahiran setiap tahun terus menurun. Fenomena ini bisa kita lihat di Jepang, Korea Selatan, Singapura serta negara-negara maju di Amerika dan Eropa.
Hilangnya peran ibu hari ini tidak lepas dari pengaruh budaya sekuler-kapitalis. Sebuah pandangan hidup yang menjauhkan peran Tuhan dalam kehidupan. Maka muncullah ide-ide turunannya semisal; ide kebebasan, kesetaraan gender, LGBT, childfree, Hak Asasi Manusia, moderasi beragama dan sebagainya. Ide-ide tersebutlah yang telah mengikis fitrah wanita sebagai ibu pencetak generasi.
Di ruang digital, ide-ide kebebasan membuat para wanita enggan menikah dan melahirkan keturunan. Berbagai platform media digital semakin mendukung hal tersebut. Para wanita sibuk mengejar kebahagiaan materi dan jauh dari fitrahnya.
Di sisi lain, para wanita yang menyadari perannya sebagai ibu dihadapan pada himpitan ekonomi. Dilema antara bekerja memenuhi kebutuhan hidup atau menjadi ibu generasi. Mengingat kebijakan ekonomi kapitalis, menjadikan distribusi kekayaan tidak merata. Menyebabkan kemiskinan bagi keluarga. Sehingga kaum wanita banyak yang harus terjun di dunia kerja demi memenuhi nafkah. Banyak ibu yang berperan ganda, akibatnya tugas utamanya sebagai ibu berjalan apa adanya. Anak-anak sekedar terpenuhi materi, minim kasih sayang dan penanaman nilai-nilai agama.
Kembalikan Peran Ibu
Dalam pandangan Islam, ibu adalah sosok yang sangat dimuliakan. Bahkan Rosulullah saw. meletakkan kemuliaan ibu tiga derajad di atas seorang ayah. Hal ini karena peran seorang ibu adalah sebagai pencetak generasi khoiru ummah. Generasi yang beramal di dunia namun bervisi surga. Generasi yang siap mengemban Islam dengan dakwah dan jihad fii sabilillah. Generasi pemimpin, bukanlah generasi yang lemah, apalagi membebek kepentingan ideologi sekuler kapitalis.
Oleh karenanya seorang ibu ideologis harus memiliki kesadaran politik yang tinggi. Ibu harus menyadari perannya tidaklah kecil. Dia adalah garda terdepan dalam perjuangan Islam. Yaitu, peran mencetak generasi ideologis. Seorang ibu harus terus menghujamkan aqidah Islam dalam dirinya sebagai ideologi. Memberikan teladan dalam iman dan amal di dalam keluarga. Sembari aktif berdakwah di tengah-tengah umat. Menyadarkan umat tentang kemuliaan Islam dan penerapannya dalam bingkai Khilafah. Membongkar segala bahaya ide-ide kufur yang dipropagandakan oleh Barat. Tentu semuanya dilakukan semata hanya mengharapkan ridho Allah Swt. Karena demikianlah tujuan hidup manusia.
Dalam sejarah, banyak sekali tauladan mulia dari seorang ibu. Dari kalangan Shahbiyah, kita mengenal sosok Ummu Sulaim. Beliau bersama suaminya Abu Thalhah dan anak-anaknya aktif membersamai Rosulullah Saw dalam jihad fii Sabilillah. Beliau juga meminta putranya Anas bin Malik mengabdi dan menjadi pelayan Rosulullah saw. Sehingga di kemudian hari, kita mengenal Anas bin Malik salah satu dari perawi hadis terkemuka. Begitu pula Asma binti Abu Bakar, wanita pemberani yang mengantarkan makanan kepada Rosulullah Saw ketika bersembunyi dari kejaran kaum kafir Quraisy di gua Tsur bersama Abu Bakar. Beliau adalah ibu dari seorang sahabat pemberani bernama Abdullah bin Zubair. Serta masih banyak lagi para ibu ideologis yang hebat dalam mencetak generasi tangguh, generasi pemimpin peradaban Islam.
Oleh karenanya para ibu harus menyadari bahwa peran mulianya akan terjaga sesuai fitrah jika menjadikan Islam sebagai ideologinya. Ditambah lagi suasana masyarakat dan negara yang menjamin perlindungan kaum ibu dari pengaruh budaya sekuler-kapitalis. Namun, semua kondisi ideal tersebut hanya akan terwujud jika ibu hidup dalam naungan Khilafah ala manhaj nubuwwah. Maka, sudah saatnya ibu berjuang sembari terus mencetak generasi tangguh untuk mewujudkan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah.
Wallahu alam bi showab.
Via
OPINI
Posting Komentar