OPINI
Generasi Muda dalam Perangkap Algoritma Kapitalis
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Di bawah sistem kapitalisme yang rakus, anak muda tidak dipandang sebagai generasi penerus bangsa, tetapi sebagai target pasar yang bisa diperas secara terus-menerus. Maka tidak heran jika judol (judi online) dan pinjol (pinjaman online) kini menjadi perangkap sistemik yang menjerat jutaan pemuda.
Penelitian menunjukkan bahwa generasi muda dengan keuangan terbatas, terutama laki-laki, sering menjadi sasaran iklan berisiko seperti pinjaman cepat, investasi kripto, dan judi online di platform seperti Tiktok dan Instagram. Studi di Spanyol mengungkapkan bahwa anak muda dari latar belakang ekonomi lemah menerima hampir dua kali lipat iklan produk keuangan berisiko dibandingkan mereka dari keluarga lebih mapan. Sebaliknya, generasi muda dari kelas sosial ekonomi tinggi lebih sering melihat iklan perjalanan dan hiburan.
Tidak bisa dipungkiri, pemuda dengan ekonomi terbatas sangat mudah disasar iklan judi online dan pinjol karena kerja algoritma digital yang membaca pola pencarian, kegelisahan finansial, hingga minat hiburan mereka. Algoritma kemudian menampilkan iklan yang menggoda dengan janji “cuan cepat”, padahal isinya jerat. (Tim Kompas, 05 Desember 2025).
Sebanyak 58% Gen Z menggunakan pinjol untuk kebutuhan gaya hidup dan hiburan, bukan kebutuhan mendesak. Ini menunjukkan bagaimana budaya konsumtif dan hedonisme yang dipromosikan sistem kapitalis mampu menggeser cara pikir anak muda.
Bahkan OJK mencatat lonjakan tajam rekening pinjaman usia muda, menandakan betapa generasi ini semakin terjerat utang sejak dini. Mereka dipaksa masuk dalam lingkaran eksploitasi ekonomi yang merusak stabilitas mental dan masa depan.
Algoritma Sistem Jualan Kapitalisme
Himpitan ekonomi yang lahir dari sistem Kapitalisme mendorong banyak anak muda mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketika lapangan kerja sempit, biaya hidup melonjak, dan gaji tidak sebanding dengan kebutuhan, maka judol dan pinjol terlihat seperti solusi cepat. Padahal keduanya hanyalah perangkap yang menambah beban, bukan mengangkat masalah. Realitas kerentanan pemuda terhadap jebakan digital menunjukkan buah dari sistem ekonomi kapitalistik.
Jika demikian negara terbukti gagal melindungi generasi. Nilai-nilai sekuler dan materialis yang diajarkan dalam sistem pendidikan dan diperkuat oleh lingkungan masyarakat telah membentuk generasi yang rentan terhadap tindakan spekulatif. Mereka tidak dibekali dengan pemahaman hidup yang benar, tidak diarahkan pada ketakwaan, dan tidak diberikan visi masa depan yang mulia. Akibatnya, mereka mudah tergoda “cuan instan”, mudah panik terhadap tekanan hidup, dan mudah terjerumus ke dalam aktivitas berisiko tinggi.
Ŕuang digital yang dikuasai logika Kapitalisme menjadikan platform teknologi bekerja bukan untuk keselamatan pengguna, tetapi untuk memperbesar keuntungan pemilik modal. Algoritma dirancang untuk mengejar keterikatan (engagement), bukan kesehatan mental atau keamanan finansial. Maka yang ditampilkan adalah konten yang paling mungkin membuat pengguna terus klik, termasuk iklan judol dan penawaran pinjol. Generasi muda tidak dilihat sebagai manusia yang harus dilindungi, tetapi sebagai komoditas yang bisa dimonetisasi tanpa batas.
Islam Solusi Sistemik
Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan hakiki bagi setiap individu.
Negara dalam sistem Islam (Khilafah) tidak menyerahkan kebutuhan dasar rakyat pada mekanisme pasar seperti Kapitalisme. Kebutuhan pokok, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan dipastikan terpenuhi secara langsung. Pengelolaan kepemilikan umum seperti energi, tambang, dan sumber daya alam dikelola negara untuk kemaslahatan seluruh rakyat, bukan korporasi. Dengan begitu, generasi tumbuh dalam lingkungan yang stabil, bebas dari tekanan kerapuhan ekonomi
Di samping itu terdapat kurukulum pendidikan Islam guna membentuk kepribadian Islam (syakshiyyah Islamiyyah). Kurikulum dalam Khilafah tidak diarahkan untuk kepentingan pasar kerja, tetapi untuk membentuk manusia bertakwa yang menjadikan halal haram sebagai standar perbuatan. Generasi disiapkan menjadi ilmuwan, ulama, mujahid, dan pemimpin peradaban, bukan hanya tenaga industri. Ilmu pengetahuan modern tetap diajarkan, tetapi diarahkan untuk mengokohkan peradaban Islam, bukan meniru arah Barat sekuler.
Infrastruktur digital dibangun di atas paradigma Islam. Negara tidak membiarkan dunia digital menjadi ruang liar sebagaimana dalam sistem saat ini. Teknologi dikembangkan, namun dengan mekanisme yang menjaga aqidah dan akhlak masyarakat. Sistem penyaringan konten, regulasi platform, serta pemanfaatan AI diarahkan untuk melindungi generasi dari pornografi, kekerasan, perjudian digital, normalisasi LGBT, dan kriminalitas online. Dunia digital menjadi sarana ilmu dan dakwah, bukan arena kerusakan.
Dengan demikian generasi Muslim harus memahami identitasnya sebagai umat terbaik dan calon pembangun peradaban. Sesungguhnya, Identitas ini tidak lahir otomatis, tetapi melalui pembinaan tsaqafah Islam yang terarah dan aktivitas dakwah berjamaah bersama kelompok dakwah Islam ideologis. Dari sini lahir kesadaran bahwa mereka bukan sekadar pengguna teknologi atau korban arus globalisasi, tetapi agen perubahan yang membawa risalah Islam bagi dunia.
Penutup
Sesungguhnya, maraknya judol dan pinjol di kalangan generasi muda bukanlah sekadar persoalan moral individu atau lemahnya kontrol diri, tetapi cermin rusaknya sistem yang mengatur kehidupan manusia saat ini. Algoritma digital yang digerakkan oleh logika kapitalisme memang didesain menargetkan kegelisahan, memanfaatkan kebutuhan, dan menormalisasi kehancuran dengan kemasan hiburan serta kemudahan. Oleh sebab itu, selama negara masih tunduk pada paradigma sekuler yang memisahkan aturan Allah dari kebijakan dan membiarkan pasar mengatur manusia, maka generasi akan terus dijadikan objek eksploitasi, bukan subjek yang dilindungi.
Islam memandang generasi sebagai amanah peradaban, bukan komoditas ekonomi. Karena itu, solusi hakiki tidak cukup dengan literasi finansial parsial atau pemblokiran tambal sulam. Dibutuhkan perubahan paradigma: penerapan sistem Islam secara kaffah yang menata ekonomi tanpa riba, mengharamkan judi dalam segala bentuknya, serta mengarahkan teknologi dan algoritma untuk menjaga akal dan masa depan umat. Hanya dengan sistem yang bersandar pada akidah Islam, generasi muda dapat dibebaskan dari perangkap sistemik ini dan dikembalikan pada peran mulianya sebagai pembawa risalah dan pewaris peradaban.
Wallahualam Bisshawab
Via
OPINI
Posting Komentar