OPINI
Efektifkah PP Tunas Lindungi Anak di Ruang Digital?
Oleh: Asti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Saat ini, dunia telah semakin maju. Arus informasi berkembang dengan cepat. Satu peristiwa dari salah satu bagian dunia, bisa langsung diketahui di belahan bumi lainnya. Zaman dahulu, orang harus menunggu berhari-hari untuk mengirimkan surat. Saat ini kabar bisa langsung terkirim bahkan dalam hitungan detik, meskipun beda kota bahkan beda negara. Dulu, orang harus melihat satu persatu informasi dari buku untuk mengetahui satu hal tertentu, sekarang cukup ketik dan ‘search’ di mesin pencari, informasi apapun bisa segera keluar.
Sayangnya, seiring dampak positif cepatnya perkembangan teknologi dan informasi tersebut, ada pula dampak negatif yang mengiringi. Tak jarang kita menemukan informasi miris tentang banyaknya anak dan remaja yang terpapar konten pornografi. Ada pula kasus bullying, serta gaya hidup liberal dari social media. Adapula cerita brain rot, krisis mental health pada anak muda. Banyak anak yang rapuh mentalnya bahkan sampai nekat bunuh diri ketika mendapat masalah hidup. Ini semua diduga karena pengaruh media sosial.
Untuk mengatasi masalah terkait dengan dunia digital ini, beberapa negara telah menetapkan aturan-aturan tertentu. Misalnya, Australia telah menetapkan Online SAfety Amendment (Social Media Minimum Age) Act 2004. Undang-undang ini merupakan amandemen dari Online Safety Act 2021. Tak kalah dari Australia, baru-baru ini Indonesia juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau disingkat PP TUNAS. Regulasi ini juga dikenal sebagai Peraturan Pemerintah (PP) no 17 tahun 2025. Peraturan ini diterbitkan oleh pemerintah untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi anak-anak dan remaja. PP Tunas bertujuan untuk melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya, perundungan siber, dan fitur adiktif di media sosial, serta memastikan ekosistem digital yang aman dan sehat. Pertanyaannya adalah apakah PP Tunas ini efektif untuk melindungi anak di ruang digital?
Jika diamati, ruang digital/ social media bukanlah penyebab utama masalah yang menimpa anak dan remaja saat ini. Social media hanyalah berperan mempertebal emosi atau perasaan anak-anak akan satu hal. Memang benar, adanya sosial media menjadikan arus informasi tersebar secara masif sehingga pasti akan berpengaruh pada kehidupan keseharian kita semua. Tapi perlu diingat, sebenarnya social media terjadi karena adanya perkembangan iptek. Hanya saja perkembangan iptek tentu dipengaruhi oleh sistem kehidupannya yang melingkupinya. Artinya jika sistem kehidupannya menggunakan aturan islam, maka iptek juga akan kental dengan suasana islam. Sebaliknya, jika ada dalam ideologi yang rusak maka kemajuan iptek juga dihiasi berbagai kerusakan.
Saat ini kita sedang hidup dalam sistem hidup kapitalisme demokrasi. Sebuah sistem sekuler yang telah memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme menjadikan Islam hanya digunakan sebatas aspek ritual, sedangkan sistem hidup lain, seperti sistem ekonomi, politik, sosial budaya malah menggunakan aturan buatan manusia. Penerapan Sekularisme-Kapitalisme adalah akar masalah sebenarnya yang menjadikan anak bermasalah dari segala sisi.
Sekularisme menjadikan keuntungan materi menjadi hal yang diutamakan. Terkait perkembangan digital misalnya. Dalam bayang-bayang kapitalisme, seringkali iklan-iklan judi online bertebaran dimana-mana, pornografi merajalela, belum lagi algoritma media sosial menjadikan orang kecanduan scrolling. Demi cuan, orang tidak malu lagi berjoget-joget mengikuti tren, mengikuti tantangan-tantangan aneh, melakukan cyber bullying, dan hal-hal merusak lainnya. Ibarat dua mata pisau, media digital/ sosial media bisa menguntungkan, tapi bisa juga merugikan. Sejatinya, upaya pemerintah untuk melindungi anak dan remaja dengan melakukan pembatasan akses sosial media hanyalah solusi pragmatis belaka tanpa benar-benar menyelesaikan masalah. Untuk dibutuhkan solusi yang komprehensif yang dapat menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.
Sebagaimana kita ketahui, perilaku manusia dipengaruhi oleh pemahaman yang dianutnya. Social media termasuk aspek madaniyah karena adanya perkembangan iptek. Sosial media dipengaruhi oleh ideologi yang melingkupinya. Oleh karenanya, negara harus membangun benteng keimanan yang kokoh pada generasi. Benteng kokoh ini bisa dibangun melalui sistem pendidikan yang berlandaskan syariat Islam tentunya. Pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Mereka akan bersikap dan berperilaku sebagaimana aturan islam. Ketika mereka bersosial media misalnya, standar halal dan haram sudah pasti jadi acuan. Ia akan jadi filter untuk memutuskan mana yang boleh tidak boleh ditonton, dikatakan, atau dilakukan. Mana yang bermanfaat serta mana yang mengandung mudharat.
Bukan hanya dalam pendidikan, negara yang berlandaskan syariat Islam akan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini selanjutnya akan mampu mewujudkan kondisi ideal untuk membentuk generasi taat dan tangguh. Dari sini maka dibutuhkan peran seluruh generasi untuk sama-sama memahami dan memperjuangkan penerapan syariat Islam.
Wallahu’alam bi showab.
Via
OPINI
Posting Komentar